Warga Sragi Lampung Selatan Tolak Tongkang Pasir

id Warga Sragi Lampung Selatan Tolak Tongkang Pasir

Bandarlampung (ANTARA LAMPUNG) - Warga Desa Bandar Agung Kecamaan Sragi di Kabupaten Lampung Selatan menolak aktivitas pengangkutan pasir menggunakan tongkang oleh PT Jaya Pasifik Propertindo (JPP) di Sungai (Way) Sekampung yang merugikan warga dan mengganggu lingkungan setempat.

Menurut Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung Bejoe Dewangga, didampingi Hermansyah Kepala Divisi Advokasi, di Bandarlampung, Minggu (6/10), sejumlah wakil warga Sragi itu telah mendatangi sekretariat Walhi Lampung di Bandarlampung, Sabtu (5/10).

Perwakilan masyarakat nelayan dan petambak dari Desa Bandar Agung Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan mendatangi kantor Walhi Lampung untuk menyampaikan persoalan yang mereka hadapi.

Dalam pertemuan itu, masyarakat menyampaikan bahwa mereka menolak aktivitas perusahaan yang bergerak di bidang penambanganpasir yang dilakukan oleh PT JPP di jalur Way Sekampung.

Menurut warga, sejak Juni 2013, tongkang-tongkang PT JPP melakukan aktivitas pengangkutan pasir dari Kabupaten Lampung Timur menujupelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

Warga juga membeberkan kronologis aktivitas PT JPP, pada 2007 dengan adanya permohonan izin dari pemda setempat disampaikan kepada warga Dusun Muara Kuala Jaya dan mengumpulkan tanda tangan warga di atas kertas kosong, dengan alasan untuk pengesahan melakukan pendalaman jalur Sungai (Way) Sekampung demi kepentinganwarga setempat.

Masyarakat mengira bahwa pemerintah sedang memberikan kemudahan kepada warga, mengingat selama ini aktivitas warga bergantung pada air pasang dan air surut dari sungai itu.

Tetapi ternyata diketahui bahwa kegiatan tersebut dilakukan atasnama kepentingan PT JPP.

Pada Februari 2011, pendalaman alur sungai dilakukan untuk kedua kalinya di lokasi yang sama, dan muara di dekat laut. Pendalaman alur mencapai 1 km.

Warga merasa kaget karena ternyata kedalaman sungai itu belum memenuhi standar untuk proses pengangkutan tongkang yang membutuhkan kedalaman lebih dari 4,5 meter.

Pada 7 Juni 2013, tongkang mulai beroperasi di Way Sekampung.

Setiap tongkang bermuatan 5.000 meter kubik. Dalam sehari terdapat 2--4 tongkang beroperasi di Way Sekampung, dan enam unit bersiagad di dermaga.

Aktivitas penambangan dan pengangkutan pasir oleh tongkang dilakukan oleh PT JPP.

Dalam proses pengangkutan, tongkang sering kandas karena kurang kedalaman air dan baling-baling menggusur lumpur maupun biota di dalam sungai.

Kondisi itu, menurut warga, mengakibatkan air Way Sekampung menjadi keruh dan tidak bisa digunakan oleh petambak untuk mengaliri lahan tambak mereka.

Selain itu, tanggul yang dibuat warga sebagai alat pemecah ombak juga jebol akibat kegiatan tongkang.

Akibat lainnya, terjadi kerusakan hutan mangrove yang selama ini merupakan benteng alam pemecah ombak, karena tercerabut dari akarnya akibat beroperasi tongkang itu.

Bagan warga juga tergusur oleh lalu-lalang tongkang sehingga masyarakat tidak bisa lagi mencari ikan di sungai.

Pada malam hari buaya-buaya yang terganggu habitatnya di dalam sungai masuk ke tambak warga dan memakan ikan-ikan di tambak warga.

Aktivitas lalu-lalang tongkang bertentangan dengan konsep Ekonomi Biru yang berbasis kelautan dan perikanan ramah lingkungan.

Para petambak setempat mengaku mengalami kerugian Rp10 juta per hektare setiap siklus panen per tiga bulan.

Keseluruhan lahan yang terkena dampak mencapai 640 ha.

Banyak ikan dan udang bahkan telur ikan dan udang yang mati di sungai karena habitat mereka tergusur oleh baling-baling tongkang yang beroperasi siang dan malam.

Aktivitas tongkang yang berisi juga menganggu kenyamanan warga menimbulkan polusi udara.

Pada 3 Oktober 2013, sekitar pukul 22.00 WIB malam, sebuah tongkang kandas dan nyaris menambrak rumah-rumah warga di pinggir sungai, sehingga masyarakat berlarian keluar rumah karena ketakutan.

Pada 5 Oktober 2013, pukul 10.00 WIB pagi, masyarakat sudah memperingatkan PT JPP untuk sementara menghentikan aktivitasnya hingga dicapai solusi yang sedang diperjuangkan warga dan pemerintah daerah setempat.

Namun, karena tongkang-tongkang itu masih beroperasi, masyarakat melakukan aksipemblokiran aktivitas tongkang meski mereka baru pulang dari melaut.

Masyarakat dan petani tambak itu menuntut, agar Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan mencabut izin operasi tongkang dalam bentuk apa pun di Sungai (Way) Sekampung.

Warga juga mendesak agar PT JPP harus segera menghentikan semua aktivitas pengangkutan pasir dengan menggunakan tongkang di jalur Way Sekampung.

Namun belum diperoleh konfirmasi dari pihak perusahaan (PT JPP) maupun Pemkab Lampung Selatan berkaitan tuntutan disampaikan warga Sragi tersebut.