Bandarlampung (ANTARA) -
Pengadilan Negeri Blambangan Umpu Waykanan, Lampung dinilai melaksanakan eksekusi tidak secara prosedural terhadap lahan kebun Bungamayang seluas 320 hektare.
"Pelaksanaan eksekusi pada Senin (13/12) dilakukan secara “kucing-kucingan” tanpa adanya pemberitahuan dimana lokasi pembacaan berita acara eksekusi dilakukan," kata Kuasa Hukum PTPN VII Bambang, dalam keterangannya di Bandarlampung, Kamis.
Selain itu, lanjutnya, pihak PTPN VII beserta SPPN VII yang telah hadir sebelum pukul 08.00 WIB di lapangan, sama sekali tidak menjumpai petugas PN Blambangan Umpu di lokasi areal objek eksekusi. Di sana, hanya terdapat pihak kepolisian yang mengawal PT Bumi Madu Mandiri (PT BMM) melakukan perusakan tanaman tebu milik PTPN VII.
Bambang, menyampaikan bahwa dalam amar putusan perkara tidak ada yang menyebutkan penyerahan tanam tumbuh kepada pihak PT BMM, melainkan sebatas menyerahkan tanah seluas 320 hektare.
“Sehingga, jelas adanya perbuatan perusakan yang dilakukan oleh PT BMM . Seyogyanya pelaksanaan eksekusi dikoordinir oleh pihak PN yang dibantu pengamanan oleh aparat, bukan eksekusi dilakukan pihak PT. BMM” katanya.
Ia menjelaskan berdasarkan Surat W9-U9/1162/HK.02/XII/2023 tertanggal 07 Desember 2023 yang ditandatangani Ketua PN Blambangan Umpu, Muchammad Arief, S.H., M.H., yang baru diterima PTPN VII pada 11 Desember 2023, disampaikan kepada termohon (PTPN VII) untuk menghadiri pelaksanaan eksekusi pada 13 Desember 2023 pukul 08.00 WIB.
Namun, lanjut dia, faktanya pada waktu yang telah ditentukan, justru pihak PN Blambangan Umpu tidak ditemukan hadir dalam agenda pelaksanaan eksekusi. Sehingga, tidak ada pembacaan dan penandatanganan berita acara eksekusi di hadapan PTPN VII sebagai pihak yang diminta hadir dalam pelaksanaan eksekusi.
Di sisi lain, terlihat beberapa alat berat milik PT BMM sudah berada di lokasi objek eksekusi sebelum jadwal yang telah ditetapkan oleh PN Blambangan Umpu.
Ketua Umum SPPN VII, Sasmika, menyampaikan bahwa di lapangan pihaknya hanya menjumpai Kapolres Way Kanan beserta ratusan personel pengamanan dari kepolisian dan Chairul Anom perwakilan dari pihak PT BMM. Sedangkan pihak PN Blambangan Umpu tidak terlihat ada di lapangan.
Menurutnya, pihak kepolisian seharusnya sebatas mendampingi petugas PN Blambangan Umpu dalam rangka pelaksanaan kegiatan pengamanan kegiatan.
“Sangat ironi, ketika pihak PN terkesan tidak terbuka dalam proses eksekusi ini, dimana kami dan perwakilan manajemen hanya dapat terkomunikasi dengan pihak PN melalui sambungan seluler, menunjukkan ketidakhaadiran PN secara fisik di lapangan," ungkap Sasmika.
Dalam pelaksanaan eksekusi tersebut, terlihat beberapa truk milik PT BMM mengangkut massa masuk menuju lokasi objek eksekusi. Sementara karyawan PTPN VII yang bekerja di areal objek eksekusi, sempat dilarang masuk oleh pihak kepolisian.
Atas kejadian itu, Bambang menyatakan akan melakukan langkah hukum lanjutan sesuai arahan Menteri BUMN sebagai pemegang saham. Beberapa langkah hukum itu, kata dia, yakni PTPN III (Persero) sebagai induk usaha, mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan melakukan gugatan Partij Verzet dikarenakan kondisi dan letak objek eksekusi berbeda dengan objek yang terdapat dalam amar putusan.
Alasan upaya hukum lanjutan tersebut diajukan karena hingga saat ini negara selaku pemegang saham PTPN VII tidak pernah melepaskan aset areal 320 hektare dimaksud. Selain itu, lokasi lahan 320 hektare juga tidak terletak di Kampung Kali Awi. Sehingga, jelas telah terjadi kesalahan letak objek perkara pada amar putusan maupun penetapan eksekusi.
Sebagaimana Pedoman Pelaksanaan Eksekusi pada Pengadilan Negeri yang diterbitkan oleh Dirjen Badilum, seharusnya eksekusi ditangguhkan sampai dengan jelasnya lokasi objek eksekusi tersebut.
Kejanggalan lain dalam pelaksanaan eksekusi dimaksud adalah tanpa dihadiri oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Way Kanan dan belum pernah dilakukan pengukuran secara kadastral objek eksekusi.
Hal itu, sebagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021. Akibatnya, tanah yang dieksekusi berpotensi melebihi 320 hektare dan menambah kerugian negara. “Kami juga akan melaporkan tindakan pengrusakan aset kami berupa tanaman tebu yang dirusak dengan alat berat oleh pihak PT BMM,” ujar Bambang.
Sebelumnya Menteri BUMN melalui Surat Nomor: S-608/MBU/DHK/11/2023 tanggal 30 November 2023, meminta kepada Ketua Mahkamah Agung RI untuk menunda eksekusi lahan tersebut. Hal itu atas dasar pertimbangan bahwa apabila eksekusi terhadap aset tersebut tetap dilakukan, akan merugikan keuangan PTPN VII secara langsung dan negara selaku pemegang saham.
Berita Terkait
Nunik: Kekerasan berbasis gender di media sosial harus dihentikan
Selasa, 17 Desember 2024 19:41 Wib
DPR minta lembaga penyiaran dapat tingkatkan keterampilan perempuan
Selasa, 17 Desember 2024 17:58 Wib
Komisi VII DPR RI minta perlindungan pekerja perempuan makin diperkuat
Selasa, 17 Desember 2024 17:04 Wib
Komisi VII DPR minta pemerintah tingkatkan literasi digital bagi perempuan
Selasa, 17 Desember 2024 14:01 Wib
DPR meminta ANTARA, TVRI, dan RRI tak pikirkan kompetisi dengan swasta
Senin, 2 Desember 2024 18:53 Wib
Komisi VII DPR RI minta bentuk keberpihakan kepada UMKM dan IKM
Senin, 2 Desember 2024 18:06 Wib
DPR apresiasi LKBN ANTARA karena tidak andalkan APBN
Senin, 2 Desember 2024 17:45 Wib
Dirut ANTARA usul ke DPR agar koresponden ANTARA di luar negeri diperkuat
Senin, 2 Desember 2024 17:42 Wib