DPRD Lampung ingin semua anak nelayan tidak putus sekolah

id DPRD Lampung, Asep Makmur DPRD Lampung, Perda No 13 Perlindungan Anak

DPRD Lampung  ingin semua anak nelayan tidak putus sekolah

Sosialisasi Perda No 13 Tentang Perlindungan Anak kepada orang tua oleh anggota DPRD Provinsi Lampung Asep Makmur di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Lampung Timur, Minggu (23/2) Foto Antaralampung/Muklasin.

Lampung Timur (ANTARA) - Anggota DPRD Provinsi Lampung Asep Makmur menyatakan siap memperjuangkan hak-hak anak, seperti anak nelayan di Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur agar tidak putus sekolah melalui Perda No 13 tentang Perlindungan Anak Provinsi Lampung.

Asep Makmur mengaku prihatin menyaksikan masih banyak  anak-anak nelayan di Kecamatan Labuhan Maringgai yang putus sekolah karena membantu orang tuanya bekerja di laut.

Hal itu dia tegaskan di acara sosialisasi Peraturan Daerah No 13 Tentang Perlindungan Anak Provinsi Lampung kepada puluhan orang tua di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur, Minggu (23/2).

Menurut dia,  adanya perda tersebut dapat  membantu memenuhi  hak-hak anak. Perda tersebut mengatur, pemerintah daerah berkewajiban memberikan hak bagi anak,  mendapatkan wajib belajar 12 tahun dan menyelesaikan pendidikan tingkat atas.

"Sudah  kewajiban bagi kita untuk sama-sama mengangkat derajat anak serta memperhatikan sehingga tidak ada lagi ada anak yang putus sekolah," ujarnya.

Sosialisasi juga diikuti Camat Labuhan Maringgai Indarwati, Sekcam Labuhan Maringgai Agustinus Tri Handoko, Mantan Hakim Pengadilan Agama Kota Metro Damsyah,   Kepala Desa Margasari Wahyu Jaya.

Agustinus Tri Handoko menyebutkan kewajiban atau tanggungjawab orang tua kepada anak agar diingat dan diperhatikan para orang tua.

"Tanggungjawab orang tua itu, melindungi anak, menjaga tumbuh kembang  anak, memberi informasi kesehatan reproduksi, mencegah pernikahan dini, menyekolahkan anak" ujarnya.

Agustinus mengingatkan pula, orang tua dilarang mengeksploitasi anak secara ekonomi, melakukan kekerasan fisik dan verbal, dan dilarang mendiskriminasikan anak.