"Sekolah lapang iklim ini menyasar para nelayan dan kelompok wanita nelayan, yang pelaksanaannya bekerja sama dengan berbagai pihak, di antaranya BMKG dan BPBD Kabupaten Lampung Selatan," ujar Direktur Yayasan Konservasi Way Seputih Febrilia Ekawati berdasarkan keterangannya di Lampung Selatan, Kamis.
Ia mengatakan sekolah lapang iklim tersebut dilakukan dengan tujuan memberikan peningkatan pengetahuan bagi kelompok nelayan, perempuan nelayan, serta warga pesisir mengenai pentingnya memahami perubahan iklim.
"Selain itu, sekolah lapang iklim ini juga akan meningkatkan kesadaran, adaptasi, dan mitigasi atas dampak perubahan iklim yang berdampak langsung kepada masyarakat pesisir," katanya.
Dia menjelaskan dampak yang dirasakan oleh masyarakat pesisir akibat perubahan iklim terutama bagi nelayan adalah makin jauhnya daerah tangkapan ikan karena peningkatan suhu air laut.
"Jadi melalui sekolah lapang iklim ini kami mengedukasi bahwa tantangan perubahan iklim ini nyata dan semua bisa terdampak, sehingga perlu aksi nyata juga," ucap dia.
Menurut dia, selain memahami adanya perubahan iklim melalui sarana pelaksanaan sekolah lapang iklim, warga pesisir Lampung pun diajak untuk mengantisipasi terjadinya bencana di pesisir.
"Selain mereka tahu penyebab perubahan iklim beserta dampaknya, dari kegiatan ini masyarakat pesisir juga memahami cara mengantisipasi terjadinya bencana alam terutama di daerah pesisir, dan ternyata mereka menginginkan pelaksanaan simulasi kebencanaan secara berkelanjutan," ujarnya.
Kepala BPBD Kabupaten Lampung Selatan Ariswandi mengatakan sosialisasi risiko bencana harus diketahui masyarakat pesisir melalui sekolah lapang iklim ini terutama di daerah Lampung Selatan yang memiliki sembilan potensi bencana.
Ia mengatakan, sebagai langkah mitigasi bencana terutama bagi masyarakat pesisir telah dibentuk pula desa tangguh bencana (destana) yang bertugas sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam membantu masyarakat menghadapi situasi bencana.
"Harapannya, destana dan masyarakat bisa memahami cara mengurangi dampak perubahan iklim serta menghadapi bencana alam," katanya.
Ia mengatakan sekolah lapang iklim tersebut dilakukan dengan tujuan memberikan peningkatan pengetahuan bagi kelompok nelayan, perempuan nelayan, serta warga pesisir mengenai pentingnya memahami perubahan iklim.
"Selain itu, sekolah lapang iklim ini juga akan meningkatkan kesadaran, adaptasi, dan mitigasi atas dampak perubahan iklim yang berdampak langsung kepada masyarakat pesisir," katanya.
Dia menjelaskan dampak yang dirasakan oleh masyarakat pesisir akibat perubahan iklim terutama bagi nelayan adalah makin jauhnya daerah tangkapan ikan karena peningkatan suhu air laut.
"Jadi melalui sekolah lapang iklim ini kami mengedukasi bahwa tantangan perubahan iklim ini nyata dan semua bisa terdampak, sehingga perlu aksi nyata juga," ucap dia.
Menurut dia, selain memahami adanya perubahan iklim melalui sarana pelaksanaan sekolah lapang iklim, warga pesisir Lampung pun diajak untuk mengantisipasi terjadinya bencana di pesisir.
"Selain mereka tahu penyebab perubahan iklim beserta dampaknya, dari kegiatan ini masyarakat pesisir juga memahami cara mengantisipasi terjadinya bencana alam terutama di daerah pesisir, dan ternyata mereka menginginkan pelaksanaan simulasi kebencanaan secara berkelanjutan," ujarnya.
Kepala BPBD Kabupaten Lampung Selatan Ariswandi mengatakan sosialisasi risiko bencana harus diketahui masyarakat pesisir melalui sekolah lapang iklim ini terutama di daerah Lampung Selatan yang memiliki sembilan potensi bencana.
Ia mengatakan, sebagai langkah mitigasi bencana terutama bagi masyarakat pesisir telah dibentuk pula desa tangguh bencana (destana) yang bertugas sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam membantu masyarakat menghadapi situasi bencana.
"Harapannya, destana dan masyarakat bisa memahami cara mengurangi dampak perubahan iklim serta menghadapi bencana alam," katanya.