Pedagang Pasar Simpang Pematang Mesuji Keluhkan PKL

id pedagang keluhkan pkl, mesuji lampung

Mesuji, Lampung (ANTARA Lampung) - Para pedagang di Pasar Simpang Pematang Kabupaten Mesuji, Lampung mengeluhkan pedagang kaki lima yang marak berjualan di luar kios resmi yang tersedia di pasar ini, sehingga membuat kondisi pasar makin semrawut.

Berkaitan maraknya PKL di Pasar Simpang Pematang Mesuji itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Mesuji, Agus Haryanto, di Mesuji, Selasa, mengatakan keberadaan PKL itu tak lagi dapat dibendung karena Disperindag tak memiliki anggaran penertiban.

Selain itu, Disperindag juga mempertimbangkan dampak sosial, mengingat jika PKL digusur akan kemana mereka mencari nafkah.

"Memang yang kami lakukan saat ini hanya penertiban, sehingga para pedagang kaki lima yang menggelar dagangan di badan jalan kami pindahkan karena menggangu aktivitas jalan umum," ujar dia.

Sebelumnya, menurut dia, para PKL itu telah diberikan surat teguran, dan jika tidak digubris secepatnya akan dilakukan eksekusi bersama tim dari Dinas Perhubungan.

Dia mengakui, saat ini dilema yang dihadapi di Pasar Simpang Pematang adalah carut-marutnya para PKL.

"Dulu pernah kami data jumlah para PKL yang rencananya akan diberikan tempat di belakang pasar itu, namun data tersebut tak sesuai dengan luas lokasi, akhirnya proses penempatan para PKL diurungkan," katanya.

Ia juga menegaskan, maraknya PKL di pasar itu memang di luar sepengetahuan Disperindag, sehingga jika ada oknum yang memberikan tempat kepada PKL dalam bentuk sewa apalagi mengatasnamakan Pemkab Mesuji sebaiknya segera laporkan kepada Disperindag setempat untuk ditindaklanjuti dan akan diproses sesuai hukum yang berlaku.

PKL di pasar itu memang mendirikan lapak di bagian toko dan ruko pedagang, dengan status menumpang kepada pemilik toko, sedangkan pemilik toko hanya diam seperti tak tanggap dengan kondisi pasar yang semrawut.

Persoalan lain yang dikeluhkan pedagang di pasar itu, yaitu proses hak pengelolaan lahan (HPL) dan HGB (hak guna bangunan) yang tak kunjung selesai.

Menurut Agus Haryanto tertundanya proses HPL dan HGB itu lantaran pihak pengembang hanya diam tanpa memberikan wewenang kepada pemkab setempat.

Terkait pihak pengembang yang terkesan tak bertanggungjawab kepada para pedagang, dengan tuntutan para pedagang harus membayar sewa gedung, sementara HLP dan HGB tak kunjung selesai, dia menyatakan Disperindag setempat tak tahu menahu soal tersebut.

Semula lokasi/lahan Pasar Simpang Pematang itu merupakan aset desa yang diserahkan kepada pemerintah daerah untuk dikelola dengan melibatkan pembeli toko dan ruko yang menyewa lahan di tanah milik pemda itu.

"Nanti akan kami cari solusi yang terbaik untuk mengatasi marak PKL, dan proses HPL serta HGB-nya segera ditangani. Mudah-mudahan pada tahun 2016 nanti Pasar Simpang Pematang dapat lebih kondusif serta proses HPL dan HGB dapat segera terselesaikan," ujar Agus Haryanto.