Catatan Akhir Tahun 2013 Kekerasan terhadap Perempuan di Lampung

id Catatan Akhir Tahun 2013 Kekerasan terhadap Perempuan di Lampung

(ANTARA LAMPUNG) - Segerakan Pelindungan bagi perempuan korban kekerasan seksual di Provinsi Lampung !!!!!!!

Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR setiap tahun mengeluarkan catatan akhir tahun tentang angka kekerasan terhadap perempuan di Lampung. Sudah lebih 13 tahun kami melakukan pendampingan terhadap perempuan korban kekerasan, dan berbagai upaya advokasi untuk pemenuhan hak perempuan korban sudah diupayakan, seperti adanya Unit Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan, pemeriksaan kesehatan termasuk visum et repertum gratis karena telah dianggarkan oleh APBD, perlindungan sementara bagi korban, pendampingan litigasi dan non litigasi, upaya kemandirian ekonomi korban, serta bisa kembali ke lingkungan sosialnya.

Catatan angka kekerasan terhadap perempuan di Lampung menjadi bahan refleksi bersama, dalam upaya mencari solusi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Angka kejadian tindak kekerasan di Lampung banyak “tersembunyi”, dan sumber datanya masih terbatas, karena korban enggan melaporkan kejadian kekerasan yang dialami. Kultur patriarki kurang bersahabat dalam melihat kekerasan terhadap perempuan. Perempuan korban harus mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk mengungkap kasusnya ke publik.

ANATOMI TINDAK KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DI LAMPUNG

Angka kejadian tindak kekerasan terhadap perempuan selama 2013 sebanyak 902 kasus. Bila dilihat pada wilayah terjadinya dan bentuk kekerasannya adalah sebagai berikut:

Bentuk dan Jenis Kekerasan    Frekuensi    Persentase
--------------------------------------------------------------------------
Privat         
* Seksual        
Perkosaan                                     10              1,11%
Incest                                            10              1,11%
Pencabulan                                     8              0,89%
*fisik         
Penganiayaan                              204             22,62%
percobaan pembunuhan         
*psikis                                           14              1,55%
Jumlah                                         246             27,27%
Publik         
*seksual         
pemerkosaan*)                             332             36,81%
Pencabulan                                     90              9,98%
perdagangan perempuan                24              2,66%
*fisik         
penganiayaan (KDP)                     16              1,77%
Pelarian                                          23              2,55%
Perlindungan Anak                      171             18,96%
Jumlah                                         656             72,73%
----------------------------------------------------------------------------
Total                                            902            100%
----------------------------------------------------------------------------
Data tersebut bersumber dari tiga surat kabar harian lokal, pengaduan korban ke DAMAR, baik melalui hotline service (layanan telephon), mengadu langsung ke  DAMAR (drop in), dan penjangkauan kasus (out-reacht), Polda, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan UPT PKTK RSUAM.

Dari angka tersebut, menunjukkan bahwa di Lampung setiap bulan terjadi 75 kasus kekerasan terhadap perempuan, atau dalam setiap minggu terjadi lebih dari 19 kasus kekerasan terhadap perempuan, atau dalam setiap hari terjadi 3 kasus kekerasan terhadap perempuan.

Data yang ada ini merupakan fenomena puncak gunung es, artinya ini data yang tampak dipermukaan saja dan  yang tidak terungkap masih lebih besar lagi. Banyak kejadian yang tidak terpantau oleh media masa, atau lembaga-lembaga yang peduli terhadap permasalahan perempuan, atau tidak dilaporkan dikarena korban atau keluarga korban tidak berani melaporkan kasusnya karena takut dan malu. Seandainya telah ada keberanian dan kesadaran dari korban atau keluarga korban untuk melaporkan tindak kriminal yang dialaminya, tentunya angka kekerasan lebih besar.

Dari hasil pendataan yang dilakukan DAMAR, bila dirinci berdasarkan bentuk kekerasan, maka kasus kekerasan seksual merupakan kasus tertinggi yang terjadi di Lampung, yakni 474 kasus, dengan rincian; di lingkup rumah tangga terjadi 10 (1,11%) kasus perkosaan, 10 (1,11%) kasus perkosaan incest, 8 (0,89%) kasus pencabulan. Di lingkup masyarakat terjadi 332 (36,81%) kasus perkosaan, 90 (9,98%) kasus pencabulan, 24 (2,66%) kasus perdagangan perempuan untuk tujuan eksploitasi seksual.
    
Bentuk kekerasan yang kedua setelah kekerasan seksual adalah Kekerasan dalam Rumah Tangga, yakni 218 kasus. Dengan rincian, 204 (22,6%) kasus penganiayaan terhadap isteri, 14 (1,5%) kasus kekerasan psikis.

Berdasarkan kategori usia korban, 437 (48,5%) nya dialami anak-anak. Kerentanan ini terjadi karena anak-anak dianggap sebagai pihak yang tidak berani melakukan serangan atau perlawanan ketika mengalami kekerasan, dan juga belum memiliki nalar yang cukup atas peristiwa yang terjadi. Kerentanan terhadap anak, juga sering kali terjadi karena orang tua yang kurang waspada terhadap lingkungan sosialnya, adanya pembiaran ketika terjadi perubahan pada prilaku anak-anaknya.

Untuk kategori usia pelaku, berbanding terbalik dengan korban. Dari 902 pelaku kekerasan terhadap perempuan, hanya ada 38 yang usianya masih tergolong anak-anak. Sebanyak 864 pelaku berusia di atas 18 tahun atau usia dewasa. Angka Ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan cenderung dilakukan oleh laki-laki dewasa.
 
Berdasarkan wilayah kejadian kekerasan terhadap perempuan, tertinggi terjadi di Kota Bandarlampung sebanyak 373 (41,35%) kasus, kemudian secara berurutan Lampung Selatan 104 (11,53%) kasus, Lampung Timur 40 (4,43%) kasus, Lampung Utara 37 (4,10%) kasus, Lampung Tengah 31 (3,44%) kasus, Way Kanan 25 (2,77%) kasus, Pesawaran 21 (2,33%) kasus, Lampung Barat 17 (1,88%) kasus, Tanggamus 13 (1,44%) kasus, Tulang Bawang 9 (1,00%) kasus, Metro 8 (0,89%) kasus, Pringsewu 6 (0,67%) kasus, Pesisir Barat 4 (0,44%) kasus, Tulang Bawang Barat 3 (0,33%) kasus, kasus lainnya (terjadi di yordania, Arab Saudi dan wilayah kejadian yang tidak diketahui)

Sebanyak 41,35% tindak kekerasan terhadap perempuan terjadi di Bandar Lampung, karena secara logis daerah perkotaan tinggi angka kriminalitasnya. Hal ini juga didukung mudahnya memperoleh data di Bandar Lampung, masyarakatnya lebih terbuka dan berani mengungkap kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi disekitarnya atau yang menimpa dirinya. Sarana dan prasarana yang memadai lebih memudahkan penjangkauan kasus dibanding daerah lain.  

TINGGINYA KASUS KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP PEREMPUAN DI LAMPUNG

Intensitas persoalan kekerasan seksual terhadap perempuan menuntut perbaikan segera untuk menghadirkan penanganan yang mumpuni bagi perempuan korban. Kebutuhan penanganan yang mumpuni tidak dapat ditunda lagi. Dari data yang dihimpun, sedikitnya 1 perempuan menjadi korban kekerasan seksual setiap harinya. Kekerasan seksual tersebut terjadi baik di lingkungan rumah, di tengah-tengah masyarakat maupun dilakukan oleh aparat negara. Jumlah ini tentunya masih merupakan puncak gunung es. Stigma dan beban pembuktian menyebabkan sebagian banyak korban masih enggan melaporkan kasusnya

Kalau kita lihat karakteristik tindak perkosaan berdasarkan kategori usia, terlihat usia termuda korban 4,4 tahun dan usia tertua korban 30 tahun. Dari data tersebut telah menggugurkan anggapan yang berkembang di masyarakat, bahwa perkosaan terjadi karena perempuan menggoda dan memancing laki-laki dengan menggunakan pakaian minim, dandanan menor. Bagi anak perempuan yang berusia 4,4 tahun, tentu sulit dibayangkan keseksian atau menggoda laki-laki. Angka tersebut menunjukkan bahwa perempuan, tanpa dibatasi usia, rentan menjadi korban kekerasan, terutama bagi anak perempuan. Usia pelaku yang berbanding terbalik dengan usia korban, menunjukkan bahwa ada dominasi dan kekuasaan orang desawa (pelaku) terhadap anak-anak (korban).

Faktanya upaya untuk menangani kekerasan seksual secara komprehensif masih tertatih. Salah satu masalah utama adalah belum adanya payung hukum yang memadai. Sampai hari ini, perbaikan hukum pidana dan hukum acara pidana berjalan pelan, bahkan seolah kehilangan arah. Padahal, ada 15 jenis kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan di Indonesia, khususnya di Lampung dan masing-masingnya perlu didalami. Yakni (1) perkosaan dan pencabulan, (2) percobaan perkosaan, (3) pelecehan seksual,(4) traffiking untuk tujuan seksual, (5) eksploitasi seksual, (6) penyiksaan seksual, (7) perbudakan seksual, (8) prostitusi paksa, (9) pemaksaan kehamilan, (10) pemaksaan aborsi, (11) pemaksaan perkawinan, (12) kontrol seksual termasuk pemaksaan busana dan kriminalisasi perempuan lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama, (13) penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual, (14) praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan; dan (15) kontrasepsi/sterilisasi paksa.

Meski telah tampak perbaikan dalam hal penanganan oleh Aparat Penegak Hukum, namun situasi perbaikan belum merata. Korupsi yang menggurita masih menjadi kendala utama bagi korban untuk mendapat keadilan. Di sebagian wilayah, korban masih harus berhadapan dengan sikap aparat menyalahkan korban ataupun mendorong mediasi yang justru menghalangi pemulihan hak-hak korban. Layanan bagi perempuan korban juga sangat terbatas; unit penanganan pengaduan di kepolisian belum menjadi prioritas dan pusat layanan terpadu yang dikoordinir oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak kerap terhambat oleh struktur dan dukungan seadanya. Penanganan kasus semakin rumit ketika kebijakan daerah justru menempatkan persoalan kekerasan seksual sebagai isu moralitas. Belum lagi sikap pejabat publik yang turut melecehkan dan menghakimi korban.

Di tengah situasi tersebut, Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR mendesak;

1.    POLISI, Meningkatkan profesionalitas, kesigapan dalam merespon, memproses penanganan perempuan korban kekerasan seksual, serta menangkap, menghukum pelaku, juga menjamin perlindungan dan keamanan korban.

2.    JAKSA dan HAKIM. Dalam penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, sebaiknya tidak hanya berpedoman pada Hukum Positif saja, perlu inovasi dan melakukan temuan-temuan hukum baru, serta  menggunakan hati nurani ketika membuat tuntutan dan menjatuhkan putusan. Kondisi fisik dan piskis korban yang depresi, perasaan takut, trauma, perlu untuk menjadi pertimbangan dalam pemberian sanksi pidana bagi pelaku. Dijatuhkannya hukumam maksimal bagi pelaku tindak pidana kekerasan terhadap perempuan, serta hukuman minimal 3 (tiga) tahun bagi pelaku perkosaan sesuai dengan SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) No. 1 tahun 2000.

3.    LEGISLATIF. Membuat kebijakan yang sensitif gender bersama dengan pemerintah. Melakukan monitoring dan pengawasan terhadap kebijakan dan anggaran untuk pelayanan perempuan korban kekerasan khususnya, dan untuk pemajuan perempuan pada umumnya.

4.    Pemerintah Daerah. Adanya kerjasama dan koordinasi  yang baik berbagai instansi pemerintah dengan organisasi masyarakat sipil untuk memberikan pelayanan dan pendampingan perempuan korban kekerasan. Mendorong dan merumuskan adanya nota kesepakatan bersama, yang bertanggungjawab untuk mengkoordinasi instansi-instansi yang terlibat dalam Pelayanan Terpadu bagi Perempuan Korban Kekerasan ditingkatan kabupaten/kota. Mengoptimalkan fungsi Rumah Aman (Rumah Perlindungan bagi Korban) yang saat ini sudah tersedia. Perlu dibuat pos-pos pengaduan di daerah-daerah yang selalu on line apabila ada kekerasan terhadap perempuan untuk melakukan pelaporan.

•    Dinas Kesehatan, menyediakan sistem layanan medis yang menyeluruh hingga ke puskesmas memastikan tenaga medis punya kepekaan, keterampilan dan perangkat penanganan cepat bagi korban kekerasan seksual, terutama terhadap anak

•    Dinas Pendidikan, memastikan lembaga pendidikan baik umum dan agama, mengajarkan tentang hak dan tanggung jawab terhadap kesehatan reproduksi sejak dini, membangun mekanisme pencegahan dan penanganan awal korban kekerasan seksual di sekolah, termasuk membangun tempat pengaduan di sekolah – sekolah, juga memastikan “zero tollerans” terhadap guru pelaku kekerasan seksual.

•    Badan Pemberdayaan Perempuan Propisi Lampung, memastikan pusat layanan terpadu di bawah koordinasinya berjalan optimal untuk pencegahan penanganan terhadap perempuan korban kekerasan seksual di sekolah dan di keluarga sejak dini

5.    Masyarakat dan PERS. Masyarakat tak terkecuali tokoh masyarakat, tokoh agama dan PERS untuk mengambil peran hentikan kekerasan seksual dengan meningkatkan kepekaan dan kapasitasnya mengenali, menangani dan mencegah kekerasan seksual, khususnya terhadap anak

Bandarlampung, 7 Januari 2013

Sely Fitriani
Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR