Ketekunan petani Lembah Suoh kembangkan beras organik

id petani organik suoh,petani suoh,beras merah suoh,beras organik

Ketekunan petani Lembah Suoh kembangkan beras organik

Beras merah sehat yang dihasilkan komunitas petani Lembah Suoh, Lampung Barat. (ANTARA/Budisantoso Budiman)

Lampung Barat (ANTARA) - Beras merah dipercaya dapat memberi manfaat lebih baik dan sehat bagi mereka yang rajin mengonsumsinya, asalkan tidak secara berlebihan.

Meskipun harganya relatif lebih mahal dari beras putih biasa, beras merah dengan sejumlah manfaatnya itu kini cenderung diburu para konsumen yang menghendaki setiap hari selalu mengonsumsi makanan sehat. Apalagi beras merah itu dibudidayakan secara organik, tanpa pupuk kimia dan tanpa pestisida maupun pengawet buatan, serta diusahakan petani dengan metode tanam dan pascapanen selaras dengan alam sekitarnya.

Komunitas petani pada sejumlah desa (pekon) di Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung beberapa tahun ini telah menekuni budi daya padi secara alami yang menghasilkan beras merah organik dan beras organik jenis lainnya.

Khusus beras merah organik ini pun telah diberi merek khusus yaitu "Beras Sehat Lembah Suoh". Merek yang bernilai jual tinggi dengan standar kualitas yang diharapkan konsumennya.

Edi Santoso (36), ketua kelompok/komunitas Petani Organik Lembah Suoh di Kecamatan Suoh dan Bandar Negeri Suoh, Kabupaten Lampung Barat, didampingi Sugihartono (42), petani teladan pembudidaya padi organik setempat, menyebutkan saat ini padi organik yang dihasilkan komunitas petani ini telah mencapai 115 ton per tahun.

Produksi beras organik itu dihasilkan oleh sedikitnya 25 petani anggota komunitas tersebut yang telah bersertifikat budi daya organik.

"Kami sudah mendapatkan sertifikasi dari INOFICE (Indonesian Organic Farming Certification), yaitu lembaga sertifikasi pangan organik," ujar Edi pula. Pihaknya mendapatkan dukungan dari instansi pemerintah terkait di daerah ini, sehingga berhasil meraih sertifikasi itu.

Masing-masing petani anggota komunitas pembudidaya padi organik itu mengolah lahan sawah seluas 1-2 hektare dengan standar budi daya sesuai dipersyaratkan budi daya organik.

Padi/beras yang dihasilkan telah tersertifikasi dan dijamin tidak menggunakan pestisida kimiawi, tanpa pupuk kimia, tanpa pengawet, dan tanpa pemutih buatan.

Karena itu, para petani organik Lembah Suoh itu berani mengklaim beras yang dihasilkan sebagai beras lokal unggulan yang sehat dan alami.

Adapun varietas atau beras yang bisa diproduksi selain beras merah, adalah beras hitam, mentik susu, pandan wangi, manalagi, dan sertani.

"Saat ini permintaan cukup tinggi untuk beras putih sehat mentik susu, pandan wangi, beras merah, dan beras hitam. Namun tak semua bisa selalu tersedia saat dibutuhkan konsumen, apalagi dalam jumlah besar, seperti beras hitam yang masih terbatas produksinya. Kami perlu merencanakan produksi bila jelas ada permintaan itu sejak awal untuk menjamin ketersediaan dan kualitasnya agar konsumen tidak komplain," ujar Edi lagi.

Komunitas petani organik itu pun mulai meluaskan pasar ke luar wilayah mereka, dengan membuka jaringan penjualan pada sejumlah lokasi di Kota Bandarlampung.

"Kami ingin punya lapak khusus di wilayah strategis dekat kawasan elite di Kota Bandarlampung, sehingga pangsa pasar beras organik ini makin luas dan diserap konsumen," ujarnya lagi.


Petani bersertifikat organik

Menurut Sugihartono, petani maju yang juga menjadi tutor untuk sekolah lapang padi organik Lembah Suoh itu, saat ini terdapat sekitar 100 petani dari sejumlah desa di dua kecamatan setempat (Suoh dan Bandar Negeri Suoh) yang telah bersedia membudidayakan padi organik.

Namun petani yang telah memegang sertifikat budi daya organik secara utuh baru mencapai 25 orang, pada lahan sekitar 15 ha.

Ia berharap, petani setempat semakin banyak yang bergabung untuk membudidayakan beras organik sehat ini, mengingat pangsa pasar yang luas dan jaminan harga tinggi.

"Budi daya padi organik lebih stabil dan berkelanjutan serta menjamin petani memperoleh harga lebih tinggi dengan keuntungan lebih baik serta relatif lebih stabil dibandingkan budi daya padi biasanya," katanya pula.

Kini budi daya padi organik yang dikembangkan komunitas petani ini telah meluas melintasi beberapa desa dari dua kecamatan itu.

Para petani organik itu berharap budi daya padi organik terus berkembang diadopsi petani lainnya dan mendapatkan dukungan berbagai pihak, termasuk pemerintah dan konsumen.

Mereka membenarkan, harga beras merah organik relatif lebih mahal, dibandingkan beras biasa. Saat ini untuk 10 kg beras merah organik dijual rata-rata Rp150.000 atau Rp15.000 per kg di lokasi di Suoh. Harga akan lebih mahal di luar Suoh, Suoh, seperti di Bandarlampung dan tempat lainnya.

"Harga memang lebih mahal, tapi pastinya beras ini lebih berkualitas dan lebih sehat bagi yang menkonsumsinya. Coba saja buktikan sendiri, setelah rutin menkonsumsinya akan merasakannya," ujar Sugihartono.

Edi Santoso mengungkap, semula dia tergerak untuk mengadopsi budi daya padi organik saat pernah bekerja beberapa tahun di Jepang. Di Negeri Sakura, katanya, konsumen menghendaki jaminan bahan pangan yang lebih sehat dan alami, sehingga budi daya pertanian organik berkembang dengan baik.

"Saya lihat di Suoh, Lampung Barat yang wilayahnya dikelilingi hutan dan masih terlindungi secara alami, akan sangat potensial mengembangkannya," kata Edi lagi.
Edi Santoso, komunitas petani padi organik Suoh (depan), dan Sugihartono (belakang kiri). Komunitas petani ini menghasilkan beras organik sehat alami dari Lembah Suoh, Lampung Barat. (ANTARA/Budisantoso Budiman)



Apalagi, dirinya makin termotivasi menerapkan budi daya organik itu karena tak lagi perlu pupuk kimia yang kian mahal dan cenderung langka saat dibutuhkan petani.

"Petani di sini seringkali kesulitan dapat pupuk kimia saat dibutuhkan. Kalau ada juga harganya mahal," katanya pula.

Setelah kembali ke Suoh dari bekerja di Jepang itu, Edi masih menekuni bengkel kendaraan bermotor di rumahnya yang berada di jalan lintas Suoh. Namun, pengalaman bertani yang dilihatnya di Jepang mulai diterapkan bersama beberapa petani setempat. Kemudian mereka membentuk komunitas dan mengadakan sekolah lapang padi organik didukung oleh non-government organization (NGO) yaitu WWF Indonesia.

"Setelah dapat kawan petani lain, perlahan saya dan kawan-kawan menerapkan budi daya padi organik itu. Hasilnya pada awalnya belum dilirik petani lain. Tapi lama kelamaan mereka melihat perbedaannya dan makin banyak yang mencoba mencaritahu untuk menirunya juga," katanya.

Sekitar dua tahun perlu waktu untuk memberi pemahaman bahwa budi daya pertanian organik itu lebih menguntungkan dan menjamin keberlangsungan selanjutnya.

"Susah memberi pemahaman budi daya lestari kepada petani di sini pada awalnya. Tapi selanjutnya, setelah ada bukti, semoga semakin banyak yang bisa menerapkannya," ujar Edi Santoso dengan penuh harapan.

Kini, komunitas petani organik itu terus mendapatkan permintaan pasar beras organik sehat yang diproduksi mereka, terutama beras merah dan beras hitam yang dipercaya lebih sehat bagi yang rutin mengonsumsinya. Namun beras putih organik yang diproduksi, kendati harganya juga lebih mahal dari beras biasa yang non-organik, juga mulai diminati pasar di luar Suoh.

Mereka berharap pasar komoditas beras organik itu kian meluas dan diminati konsumen, sehingga makin mendorong tumbuh berkembang komunitas petani pembudidaya padi organik yang bersertifikat di wilayahnya maupun wilayah lain di Lampung dan luar Lampung.

Baca juga: Petani Suoh Kembangkan Beras Sehat