Mahasiswa Indonesia di Inggris Diskusikan Potensi Krisis Keuangan

id Kiprah Mahasiswa Indonesia di Inggris, Kajian Krisis Ekonomi, Lingkar Studi Cendekia, Inggris Raya, Potensi Krisis Ekonomi, Arizka Warganegara

Mahasiswa Indonesia di Inggris Diskusikan Potensi Krisis Keuangan

Mahasiswa Indonesia di Inggris tergabung dalam Lingkar Studi Cendekia United Kindom kembali mengadakan diskusi kajian bulanan membahas potensi krisis keuangan sedang hangat dibicarakan di Indonesia.(FOTO: ANTARA Lampung/Ist)

Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Mahasiswa Indonesia di Inggris yang tergabung dalam Lingkar Studi Cendekia United Kindom kembali mengadakan diskusi kajian bulanan yang membahas potensi krisis keuangan yang sedang hangat dibicarakan di Indonesia.

Menurut Arizka Warganegara, mahasiswa Indonesia di Inggris dari Universitas Lampung dalam penjelasan tertulis diterima di Bandarlampung, Selasa (29/9), diskusi kajian bulanan Lingkar Studi Cendekia (LSC) pada Sabtu (26/9) akhir pekan lalu, diadakan di Leeds University Union, University of Leeds dengan menghadirkan fasilitator Albertus Kurniadi, kandidat Doktor Ekonomi di Leeds Business School dan Nawawi Asmat, Peneliti Senior LIPI dan mahasiswa PhD Ilmu Politik di University of Leeds.

Albertus Kurniadi mengangkat isu "Potensi Krisis Keuangan" yang sedang hangat di bicarakan di Indonesia dalam beberapa bulan terakhir ini, dan Nawawi Asmat mempresentasikan isu "Pergerakan dan Perkembangan Buruh" di Indonesia dari beberapa masa pemerintahan.

Topik kajian LSC kali ini membahas mengenai pelemahan nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu terakhir yang telah menimbulkan gejolak dan kekhawatiran banyak kalangan, dan mengaitkan kondisi tersebut terhadap potensi krisis ekonomi.

Menurut Kurniadi, jika dicermati indikator ekonomi, keuangan dan perbankan, keadaan sekarang justru jauh lebih baik dibandingkan dengan prakrisis tahun 1997.

Lalu dari sisi makro ekonomi, sampai triwulan kedua tahun 2015 terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi masih positif, dengan tingkat konsumsi masyarakat dan investasi yang relatif stabil, dan cadangan devisa dapat dikatakan masih dalam jumlah aman, ujar Kurniadi pula.

Lebih lanjut, Kurniadi mengatakan bahwa Indonesia masih belum dapat dikatakan mengalami krisis jika melihat pada indikator penetapan krisis baik terkait dengan krisis perbankan maupun krisis nilai tukar.

Jumlah deposit di sektor perbankan masih dalam taraf aman dan jauh di atas ambang batas krisis, sedangkan depresiasi rupiah pun kondisinya masih wajar, katanya lagi.

Namun, dengan semua indikator di atas, dia mengingatkan, bukan berarti kita mengabaikan tren negatif yang sedang terjadi saat ini, sektor riil mesti menjadi perhatian serius.

"Pemerintah perlu menjaga nilai tukar dari gejolak yang terlalu tajam, membuka kemudahan berusaha dan insentif bagi sektor riil, dan membangun fundamental kebijakan dan sistem yang lebih kuat, sehingga memberikan kenyaman dan kepastian berinvestasi," kata dia pula.

Pada sesi kedua diskusi kali ini, Nawawi Asmat menjelaskan mengenai "Reposisi Gerakan Buruh di Indonesia", mengatakan bahwa Indonesia telah mengalami beberpa fase gerakan buruh.

Namun, kaum buruh mendapat tantangan berat pada masa Orde Baru dengan aturan yang membatasi gerak kaum buruh nasional. Akan tetapi, setelah runtuhnya masa Orde Baru, kaum buruh di Indonesia kembali bisa menghirup angin segar dengan diratifikasi semua konvensi ILO oleh pemerintah.

Nawawi melanjutkan bahwa kaum buruh di Indonesia sedang menghadapi tantangan besar. Kebebasan yang diberikan oleh peraturan dari pemerintah telah membuat kaum buruh di Indonesia berkembang seperti jamur pada musim hujan.

Di samping itu, peran kapitalisme global juga memiliki andil besar dalam memperburuk kesejahteraan dan keadilan para buruh di Indonesia, ujar Nawawi lagi.

Peran kapitalisme global lebih dominan di pemerintahan, ketimbang masukan dari para buruh. Karena itu, Nawawi mengusulkan untuk adanya konsolidasi gerakan buruh di Indonesia, reposisi gerakan buruh untuk bisa mendapatkan "collective bargaining", pemerintah harus menunjukkan komitmen yang kuat dalam melawan kapitalisme global, dan dibutuhkan gerakan buruh dalam politik praktis.

Pada bagian akhir, dalam konteks jaring pengaman krisis ekonimi, Albertus Kurniadi menekankan agar pemerintah juga perlu fokus untuk perbaikan beberapa area, seperti upaya peningkatan atau mempertahankan daya beli masyarakat disertai pemenuhan kebutuhan konsumsi yang berasal dari dalam negeri, peningkatan daya saing domestik, diversifikasi bahan pangan, dan perbaikan berkelanjutan atas jalur distribusi yang mencakup infrastruktur dan suprastrukturnya.

Kajian bulanan LSC UK kali ini dihadiri oleh mahasiswa Indonesia yang tersebar pada beragam universitas di Inggris Raya, selain mahasiswa Leeds, mahasiswa Indonesia dari Oxford, Manchester, Sheffield, York dan beberapa kota lain juga turut hadir dalam kajian seri ke-6.

Pada akhir diskusi, forum juga sepakat menunjuk Bustanul Arifin, mahasiswa International Relations dari Leeds Becket University untuk menjadi Koordinator Umum LSC satu tahun ke depan, didampingi dua manajer operasional, Fer Zya dari Oxford University dan Bening Tirta dari University of Manchester.