Survei: 29,1 persen pengguna tetap pakai ojol

id kenaikan harga bbm, kenaikan tarif ojek online, ojek online, ojol, tarif ojek online, pengguna ojek online, survei pengg

Survei: 29,1 persen pengguna tetap pakai ojol

Pengemudi ojek online melintas di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta, Jumat (9/9/2022). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wsj.

Jakarta (ANTARA) -

Hasil survei Polling Institute mencatat sebanyak 29,1 persen pengguna ojek online (ojol) akan tetap memakai ojol sebagaimana biasanya, meski tarifnya naik menyusul kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Direktur Eksekutif Polling Institute Kennedy Muslim dalam paparannya secara daring di Jakarta, Minggu, menjelaskan bahwa pilihan untuk tetap menggunakan ojol sebagaimana biasanya itu jadi opsi utama, disusul oleh opsi untuk menggunakan sepeda motor pribadi.

"Opsi untuk tetap menggunakan ojol sebagaimana biasanya itu memang tertinggi, ada 29,1 persen. Ini menunjukkan bahwa betapa tergantungnya masyarakat urban dengan transportasi ojek online," katanya.

Respons tertinggi kedua jika kenaikan tarif ojol diberlakukan, lanjut Kennedy, adalah menggunakan sepeda motor pribadi sebanyak 26,6 persen diikuti tetap menggunakan ojol dan kombinasi motor sendiri sebesar 14 persen, menggunakan motor sendiri/angkutan umum 5,3 persen, atau menggunakan angkutan
umum 5,3 persen.

"Memang kita melihat mereka yang beralih ke angkutan umum masih sangat kecil, rata-rata di bawah enam persen," katanya.

Lebih lanjut, Kennedy mengemukakan kenaikan tarif ojol juga mengancam mitra ojol itu sendiri. Misalnya, dengan kenaikan tarif sebesar Rp2.000 per perjalanan, sekitar 25 persen pengguna mundur dan beralih ke moda lain.

Adapun jika kenaikan tarif mencapai sekitar Rp4.000 per perjalanan, maka kemungkinan ada sekitar 72 persen pengguna yang tidak akan menggunakan ojol lagi.

Oleh karena itu, meski mayoritas mitra driver setuju/sangat setuju dengan kenaikan tarif, namun demikian konsekuensi logis sebagai dampak kenaikan tarif mendapat respons yang sangat bertolak belakang oleh mitra driver.

"Mayoritas cenderung menitikberatkan pada volume order yang tidak berkurang tanpa ada kenaikan tarif, 53,1 persen. Atau bahkan cukup besar kalangan mitra yang lebih menginginkan tarif diturunkan agar order lebih banyak, 21,1 persen," katanya.