Paradigma baru Indonesia di SEA Games 2021

id SEA Games 2021,Desain Besar Olahraga Nasional,Kontingen Indonesia

Paradigma baru Indonesia di SEA Games 2021

Lifter Rahmat Erwin Abdullah berpose menggunakan official jersey untuk SEA Games 2021 saat peluncurannya di Jakarta, Kamis (28/4/2022). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/tom.

Jakarta (ANTARA) - Indonesia berencana mengikutkan 476 atlet pada SEA Games 2021 yang akan dimulai 12 Mei di Hanoi, Vietnam.

Mereka akan bertanding dan berlomba dalam 32 dari total 40 cabang olahraga yang dikompetisikan di Vietnam. Ke-32 cabang ini dianggap berpotensi meraih medali.

14 cabang di antaranya masuk Desain Besar Olahraga Nasional (DBON): angkat besi, atletik, balap sepeda, bulu tangkis, dayung, menembak, panahan, pencak silat, renang, senam, taekwondo dan wushu.

Sedangkan 18 cabang lainnya tak masuk DBON: tinju, voli indoor, voli pantai, boling, catur, jujitsu, judo, tenis, triathlon, sepak takraw, kickboxing, sepak bola, esport, anggar, basket, gulat, selam, vovinam, golf, dan futsal.

Jumlah 476 atlet ini hampir separuh dari 837 atlet yang diturunkan Indonesia dalam SEA Games 2019 di Filipina.

Berkompetisi dalam 56 cabang olahraga pada SEA Games 2019 itu, Indonesia finis urutan keempat dalam daftar perolehan medali dengan 72 medali emas, 84 medali perak dan 111 medali perunggu, di bawah tuan rumah Filipina, Vietnam dan Thailand.

Kini, dalam SEA Games Vietnam yang semestinya digelar tahun lalu namun urung karena pandemi, jumlah atlet Indonesia berada di bawah Thailand yang berencana mengirimkan 871 atlet, Filipina 656 atlet, Malaysia 612 atlet, dan tuan rumah Vietnam yang menurunkan atlet terbanyak, 965 orang.

Sebenarnya hampir semua peserta SEA Games 2021 menurunkan jumlah atlet pesertanya, namun Indonesia adalah salah satu yang paling besar memangkas kontingennya.

Padahal dalam banyak parameter, Indonesia lebih besar dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, termasuk Thailand yang mendominasi sepuluh SEA Games dan tuan rumah Vietnam.

Luas wilayah Indonesia yang mencapai 1,9 juta km persegi hampir empat kali lipat Thailand dan enam kali lipat Vietnam. Indonesia juga berpenduduk paling banyak mencapai 267 juta atau empat kali lipat Thailand dan hampir tiga kali lipat Vietnam.

Produk domestik bruto (PDB) Indonesia yang menurut Bank Dunia pada 2020 mencapai 1,05 triliun dolar AS juga dua dan tiga kali lipat dari masing-masing Thailand dan Vietnam yang mendominasi SEA Games belakangan ini.


Berikut: SEA Games sebagai sasaran antara Indonesia
Sasaran antara

Semua indikator itu membuat Indonesia yang menjadi satu-satunya negara Asia Tenggara yang masuk G20 memang layak berpredikat pemimpin kawasan.

Dan perhelatan seperti SEA Games kerap menjadi simbol atau representasi "kebesaran" dan "kepemimpinan" internasional, selain menjadi panggung dalam mana pencapaian nasional dikomunikasikan kepada dunia dan kawasan.

Kuantitas kontingen yang sesuai dengan kapabilitas nasional juga kerap menjadi cara lain sebuah negara melihat signifikansi sebuah kompetisi olah raga.

Khusus era pandemi, ajang multicabang olahraga tak lagi semata arena kompetisi sport, namun juga arena dalam bagaimana umat manusia merayakan sukses melawan pandemi COVID-19 seperti terjadi pada Olimpiade Tokyo 2020 dan Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022.

Tapi Indonesia tampaknya tak ingin terpaku kepada simbolisme semacam itu, sebaliknya ingin menempatkan arena olahraga kompetisi seperti SEA Games sebagai ajang meninggikan kualitas, seperti ditekankan para pemangku kebijakan nasionalnya.

Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali sendiri menegaskan keikutsertaan Indonesia dalam SEA Games 2021 hanya untuk solidaritas kepada tuan rumah Vietnam dan komunitas olahraga Asia Tenggara sehingga Indonesia tak perlu mengirimkan terlalu banyak atlet.

Penundaan SEA Games seharusnya digelar tahun lalu akibat lonjakan kasus COVID-19 di Vietnam telah membuat anggaran persiapan dan keberangkatan SEA Games menjadi terbatas.

Tapi, seperti disebut Zainudin, SEA Games memang hanya menjadi sasaran antara pembinaan prestasi olahraga nasional atau evaluasi menuju Asian Games. Meski begitu, Zainudin mengingatkan atlet yang terpilih mewakili Indonesia ke SEA Games 2021 harus mempersembahkan medali.

SEA Games Vietnam juga bisa disebut sebagai titik awal dalam mengubah paradigma seleksi pengiriman atlet untuk ajang multicabang internasional yang menurut Zainudin akan dilakukan lebih ketat lagi dengan menggunakan parameter terukur dan berdasarkan data.

Artinya, hanya cabang olahraga dan atlet yang dapat meraih medali saja yang akan diberangkatkan. Langkah ini ditempuh sebagai upaya pemerintah mengubah paradigma pembinaan olahraga prestasi Indonesia yang menempatkan Olimpiade sebagai target utama, sedangkan SEA Games dan Asian Games hanya menjadi sasaran antara.


Selanjutnya: Langkah yang patut diapresiasi
Patut diapresiasi

Faktanya, dalam sebelas SEA Games terakhir, kontingen yang besar tidak menjamin Indonesia menjadi nomor satu atau bahkan nomor dua di kawasan, kecuali SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang.

Padahal sejak pertama mengikuti SEA Games pada 1977, Indonesia hampir selalu nomor satu kecuali pada 1985 dan 1995 yang keduanya diadakan di Thailand di mana Indonesia menduduki urutan kedua dalam daftar perolehan medali.

Ini mungkin berkaitan dengan bagaimana cabang-cabang olahraga dibina dan dikembangkan, termasuk oleh hadir tidaknya kompetisi-kompetisi yang kredibel di dalam negeri.

Dengan mengirimkan atlet dalam jumlah lebih kecil, Indonesia berusaha tak terlalu ambisius di mana target pun dipasang pada peringkat empat seperti dicapai pada SEA Games 2019 di Filipina.

Indonesia pun juga menjadi terlihat tak ingin menampilkan citra terbesar di kawasan, walau postur ekonomi dan demografi, bahkan spektrum pengaruh ekonomi dan politik globalnya, adalah yang terbesar di Asia Tenggara.

Namun pilihan menitikberatkan kualitas yang salah satunya berpijak kepada rekam jejak prestasi atlet, memang harus diapresiasi. Yang dibutuhkan saat ini adalah memastikan orientasi ini sinambung dengan semua level olahraga prestasi nasional sehingga para pelaku olahraga prestasi Indonesia sama-sama menempatkan kualitas di atas segalanya.

Paradigma ini harus diterapkan baik dalam kerangka event-event hilir seperti SEA Games, Asian Games dan Olimpiade atau kejuaraan-kejuaraan internasional, maupun dalam kerangka event-event hulu di dalam negeri, termasuk Pekan Olahraga Nasional (PON) yang acap menemui masalah klasik yang berkaitan dengan kompetisi yang sehat.

Dengan konsisten di hulu dan hilir, maka atlet yang dihasilkan dari kompetisi nasional pun menjadi benar-benar teruji sehingga menjadi jaminan berprestasi dalam event-event internasional, sampai Olimpiade.

Jika atmosfer seperti ini berkembang menjadi budaya, maka patut dikenalkan dalam SEA Games sehingga upaya-upaya seperti meniadakan nomor atau cabang olahraga yang malah masuk Olimpiade tak lagi dilakukan. Sebaliknya memasukkan nomor atau cabang baru harus sangat terukur, bukan semata dipandang sebagai kesempatan menambang medali.

Pada akhirnya, SEA Games Vietnam bisa menjadi pembuktian bahwa paradigma yang meninggikan kualitas memang serius dijalankan Indonesia.

Tapi berhasil atau tidak, orientasi kualitas dengan menomorsatukan rekam jejak prestasi harus menjadi nafas dalam cara Indonesia membina atlet dan menyelenggarakan kompetisi olah raga apa pun di dalam negeri, termasuk PON.