Pengamat: Konflik Rusia-Ukraina diyakini pengaruhi sektor persenjataan Indonesia

id konflik Rusia Ukraina,krisis Rusia Ukraina,persenjataan Indonesia,senjata buatan Rusia

Pengamat: Konflik Rusia-Ukraina diyakini pengaruhi sektor persenjataan Indonesia

Anggota TNI AU berjaga di depan tiga jet tempur Sukhoi SU-27 dan SU-30 dari Skadron Udara 11 Lanud Sultan Hasanuddin di Bandara Hang Nadim Batam, Kepulauan Riau, Selasa (30/10/2018). Tiga pesawat Sukhoi, satu helikopter EC-725 Caracal dan satu pesawat angkut Hercules disiagakan di Bandara Hang Nadim Batam selama satu minggu dalam rangka pelaksanaan Operasi Tangkis Petir Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) untuk menjaga wilayah udara NKRI khususnya Kepulauan Riau. ANTARA FOTO/M N Kanwa/foc.

Jakarta (ANTARA) - Konflik antara Rusia dan Ukraina yang memuncak dalam beberapa minggu terakhir diyakini oleh beberapa pengamat dapat mempengaruhi sektor persenjataan di Indonesia.

Oleh karena itu, para pengamat mendorong Indonesia menyiapkan langkah-langkah antisipasi terutama jika krisis politik Rusia dan Ukraina berubah jadi konflik bersenjata.

Pengamat Pertahanan Binus University Curie Maharani Savitri menyampaikan Indonesia merupakan salah satu pengguna senjata buatan Rusia sehingga konflik itu dapat mempengaruhi pengadaan senjata sekaligus perawatan dan pemeliharaannya.

“Krisis akan berlangsung lama dan itu mempengaruhi pengadaan, terutama spare part senjata,” kata Curie saat acara diskusi yang disiarkan oleh kanal Youtube Semar Sentinel di Jakarta, Selasa.

Pengamat lainnya, yang merupakan salah satu pendiri Jakarta Defence Studies (JDS) Ade Marboen menyampaikan sejumlah senjata buatan Rusia yang dimiliki Indonesia di antaranya mencakup kendaraan tempur, pesawat tempur, artileri, helikopter serbu, dan peluru kendali.

“Yang paling terkenal itu tentu Sukhoi,” kata Marboen saat acara diskusi.

Marboen menilai ketegangan antara Rusia dan Ukraina dapat menghambat pemeliharaan dan perawatan sistem persenjataan Indonesia terutama yang dibuat oleh Rusia.

Oleh karena itu, ia mengusulkan pemerintah menjalin komunikasi dengan negara sesama pengguna senjata Rusia terutama untuk memikirkan langkah-langkah mengantisipasi dampak krisis.

“Harus ada pendekatan ke sana, kita dapat mencoba jalur-jalur diplomatik pertahanan maupun diplomasi negara untuk bisa istilahnya menitip perawatan Sukhoi ke sana (Rusia.),” terang Marboen.

Ia menegaskan hambatan dan tantangan yang mungkin terjadi jika konflik Rusia dan Ukraina memanas itu perlu segera diantisipasi oleh pemerintah.

“Ini artinya harus ada upaya lebih untuk membiayai semua tantangan dan hambatan ini serta kerja sama yang baik dari wakil rakyat di DPR serta komunikasi publik yang baik,” tambah dia.

Hasil analisis Binus University terhadap 12 negara menunjukkan India, Vietnam, dan Bangladesh merupakan pengguna terbanyak senjata Rusia.

Dari 12 negara yang diteliti itu, ada 9 negara meningkatkan ketergantungannya pada Rusia selama periode 2008-2020, dan tiga di antaranya yaitu India, Vietnam, dan Thailand, sebut Curie saat menyampaikan hasil kajian.

Sementara itu, Indonesia jadi satu dari tiga negara yang paling banyak mengurangi ketergantungannya pada Rusia.

Di samping Indonesia, ada Bangladesh dan Malaysia.

Curie menyampaikan pada 2008 kendaraan tempur buatan Rusia di Indonesia mencapai 38 persen dari total unit yang ada. Namun, jumlah itu berkurang jadi 20 persen pada 2020.

“Untuk artileri 2008 Indonesia punya 16 persen dari Rusia, sekarang 8 persen. Helikopter serbu yang sebelumnya 100 persen, sekarang turun jadi hanya 36 persen,” sebut Curie.