Kenapa KPK Geledah Kantor Kemenhut ?

id Korupsi Kemenhut

Jakarta (ANTARA Lampung) - Kenapa Komisi Pemberantasan Korupsi sampai harus melakukan penggeledahan kantor Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup? Adakah pejabatnya melakukan korupsi? 

Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah kantor Kementerian Kehutanan dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi tukar-menukar kawasan hutan di kabupaten Bogor dengan tersangka Direktur Utama PT Sentul City sekaligus komisaris utama PT Bukit Jonggol Asri Kwee Cahyadi Kumala.

"Penyidik KPK melakukan penggeledahan terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi tukar-menukar kawasan hutan di kabupaten Bogor di Kementerian Kehutanan," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa (16/12).

Ruangan yang digeledah berada di bagian Direktorat Jenderal Planologi Kemenhut.

"Saya belum mendapatkan hasil penggeledahan," ujar Johan.

KPK sebelumnya sudah beberapa kali memanggil Dirjen Planologi Kemenhut Bambang Soepijanto dalam kasus yang sama.

KPK menyangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya dengan ancaman pidana penjara 1-5 tahun dan denda Rp50 juta--Rp250 juta.

Selanjutnya KPK juga menyangkakan dugaan perbuatan merintangi penyidikan berdasarkan pasal 21 No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut mengenai setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa maupun para saksi dengan ancaman pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun dan atau minimal Rp150 juta dan maksimal Rp600 juta.

Dalam dakwaan bupati Bogor Rachmat Yasin disebutkan bahwa kawasan hutan seluas 2.754 hektare rencananya akan dijadikan pemukiman berupa kota satelit Jonggol City, padahal pada lahan itu terdapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) atas nama PT Indocement Tunggal Prakarsa dan PT Semindo Resources sehingga hanya dapat diberikan kawasan seluas 1.668,47 hektar.

Cahyadi Kumala pada Januari 2014 bertemu secara pribadi di Sentul City dan Rachmat Yasin meminta sejumlah uang kepada Cahyadi Kumala sehingga pada 30 Januari 2014, Cahyadi Kumala memberikan cek senilai Rp5 miliar kepada Yohan Yap.

Yohan Yap bersama dengan Robin Zulkarnaeng, Heru Tandaputra pada Februari 2014 memberikan Rp1 miliar kepada Rachmat Yasin di rumah dinas, dilanjutkan pemberian pada Maret 2014 sebesar Rp2 miliar. Atas pemberian uang itu, M Zairin pun membuat konsep rekomendasi dengan memasukkan surat pernyataan dari PT BJA, rekomendasi gubernur dan surat Dirjen Planologi mengenai klarifikasi rekomendasi 4 Maret 2014 sebagai dasar hukum agar rekomendasi segera diterbitkan.

Surat rekomendasi tukar-menukar lahan atas nama PT BJA pun diterbitkan pada 29 April 2014 namun masih ada sisa komitmen yang belum diberikan sehingga pada 7 Mei 2014, Yohan Yap dan Zairin akan memberikan uang Rp1,5 miliar kepada Rachmat Yasin dan kemudian KPK menangkap keduanya.