Setelah tertunda dua tahun, negosiasi keanekaragaman hayati PBB dimulai

id CBD, Kehati, COP15,Keanekaragaman Hayati

Setelah tertunda dua tahun, negosiasi keanekaragaman hayati PBB dimulai

JAKARTA,28/12 - LAPORAN PUBLIK COP15. Peserta mengikuti acara Laporan Publik Atas Hasil COP-15 UNFCCC oleh Indonesia Civil Society Forum for Climate Justice di Jakarta, Senin (28/12). Acara itu membahas dampak hasil dari Cop-15 dan langkah ke depan yang harus diambil oleh pemerintah Indonesia menyikapi hasil yang dinilai gagal itu. FOTO ANTARA/Fanny Octavianus/09.

Sorong (ANTARA) -
Negosiasi keanekaragaman hayati PBB mulai berlangsung di Jenewa pada Senin (14/3) waktu setempat, setelah tertunda dua tahun guna menuntaskan kesepakatan global melindungi alam dengan lebih baik untuk disetujui akhir Tahun 2022 di COP15, Kunming, China.
 
Sekretaris Eksekutif Konvensi Keanekaragaman Hayati Elizabeth Maruma Mrema dalam konferensi pers pembukaan negosiasi di Jenewa yang diikuti secara daring dari Sorong, Selasa mengatakan negosiasi itu berjalan lebih dari dua minggu guna mengejar ketertinggalan pembentukan kerangka kerja global melindungi keanekaragaman hayati yang tertunda karena pandemi COVID-19.
 
Negosiasi yang berlangsung dari 14 hingga 29 Maret tersebut juga akan menetapkan tanggal berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi PBB untuk Keanekaragaman Hayati (Conference of Parties 15/COP15) di Kunming, China, yang seharusnya telah berlangsung 2020.
 
Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity/CBD) mengatakan pembicaraan di Jenewa akan memainkan peran penting dalam menyelesaikan "kerangka kerja transformatif pasca-2020 yang ambisius" untuk disetujui di COP15.
 
Draf dokumen tersebut menguraikan sekitar 20 target untuk Tahun 2030, termasuk ambisi tingkat tinggi untuk melindungi setidaknya 30 persen habitat darat dan air di Bumi.
 
Isu lain yang juga mengemuka untuk dibahas terkait mengurangi jumlah pupuk dan pestisida yang dibuang ke lingkungan dan memotong setidaknya 500 miliar dolar AS per tahun subsidi yang berbahaya bagi lingkungan.
 
Laporan para ahli Keanekaragaman Hayati PBB (IPBES) di 2019 telah menyebutkan perkiraan satu juta spesies akan musnah di dekade mendatang.
 
Sedangkan laporan para ahli perubahan iklim PBB (IPCC) pada akhir Februari lalu telah memperingatkan bahwa sembilan persen dari semua spesies dunia kemungkinan akan "berisiko tinggi" mengalami kepunahan jika pemanasan dibatasi pada target ambisius Pemufakatan Paris, yaitu 1,5 derajat Celcius.
 
Sebelumnya ANTARA mencoba mengonfirmasi keikutsertakan Indonesia untuk melindungi setidaknya 30 persen habitat darat dan air di Bumi pada Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong, namun hingga berita diturunkan belum mendapat banyak keterangan.
 
Ia mengatakan Indonesia cukup berhati-hati untuk mengikuti komitmen ambisius melindungi 30 persen habitat darat dan laut tersebut, karena tentu berat untuk mencapai target tersebut di akhir 2030.