Kreasi sampah bawa Mama Kereway keliling dunia

id Kreasi sampah bawa Mama Kereway keliling dunia

Punggungnya sudah mulai membungkuk, langkah kakinya pun tak sekuat kala ia muda dulu, namun siapa sangka jari jemarinya begitu terampil merangkai kerajinan cendera mata khas Papua yang bernilai ekonomi tinggi.

Semangatnya terus berkobar untuk berkarya, baginya sumber daya alam Papua terlalu kaya, sehingga sayang jika dibiarkan begitu saja.

Ia adalah Ester Kerewai, wanita 70 tahun, pendiri dan pemilik Galeri "Mansinam Art" di Jalan Merdeka Manokwari, Provinsi Papua Barat.

Wanita yang akrab dipanggil Mama Kerewai adalah satu dari sekian seniman perempuan asli Papua yang masih eksis dan siap bersaing, meski usianya telah senja.

Hasil karyanya puluhan kali menghiasi pameran dan festival budaya di Papua dan Papua Barat, di penjuru Indonesia, serta beberapa negara di Benua Asia, Afrika, Australia serta Eropa.

Ketekunan serta keyakinan wanita ini patut menjadi inspirasi bagi seluruh anak-anak Papua yang kini masih terombang-ambing dalam kondisinya sebagai pengangguran di negeri ini.

Ia mulai menggeluti wiraswasta bidang aksesoris pernak-pernik ini sejak tahun 1992 sembari menjalankan kewajibanya sebagai guru.

Ratusan karya terlahir dari jari-jemarinya, dari kalung, pas bunga, anting, penghias dinding, gantungan kunci hingga boneka cantik.

Siapa menyangka, karya-karya cantik yang ia hasilkan itu hanya terbuat dari sampah-sampah alam seperti kulit kerang, buah pinang kering, dan bahan alam tak terpakai lainya.

Bahan-bahan ini mudah didapat di Manokwari dan sebagian besar pulau-pulau di Papua maupun Papua Barat.

Imajinasinya tak pernah habis, idenya terus mengalir untuk membuat karya baru. Alhasil, pernak-pernik cantik buatannya mampu menembus pasar dan menarik minat pembeli yang cinta akan keindahan serta keunikan.

Seluruh provinsi di Indonesia telah ia tapaki, Belanda, Jerman, Tokyo (Jepang), Tiongkok, Perancis, Jenewa, Belgia serta beberapa negara di dunia bukan tempat yang asing bagi pensiunan guru Sekolah Dasar di Manokwari itu.

"Kecuali Sumatera Utara, saya belum pernah ke sana. Saya berulang kali keluar negeri untuk mengikuti pameran, saya pernah dua kali ke Belanda, pernah juga Belgia, Jerman, Tokyo (Jepang), Tiongkok, Paris, Jenewa dan beberapa negara lain di dunia," ungkapnya.

Wanita 12 bersaudara ini bersyukur atas kekayaan alam Papua ini, karena dengannya telah membuatnya mudah memperoleh bahan untuk mengaktualisasikan ide kreatifnya, tanpa harus membelinya dari luar Papua dengan modal yang begitu besar.

Menurutnya, siapa pun bisa menekuni profesi yang kini menjadi sumber penghidupan bagi Ester ini.

"Selain bahan mudah didapat, proses pembuatannya tidak sulit, modalnya pun sangat murah," kata dia lagi.

Untuk merangkai hasil karya cantik dan bernilai ekonomi itu, Ester hanya membutuhkan beberapa alat, diantaranya lem tembok, benang pancing, serta bor kecil. Peralatan ini mudah diperoleh di Manokwari.

Ester, terbilang sosok perempuan Papua yang cukup berprestasi, sejak ia menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat hingga sekolah lanjutan di Kaimana serta sekolah guru di Fak-fak, ia selalu menempati peringkat teratas.

Nilai mata pelajaran keterampilannya, sejak SD terus menonjol. Ia pun hidup dalam lingkungan keluarga dan dunia pendidikan yang mampu membentuk mental dan semangatnya.

Hal inilah yang membuat wanita ini berani maju dan bersaing melalui keterampilan yang sudah diperoleh, sejak ia masih duduk di bangku sekolah rakyat yang didirikan Belanda saat itu.

Ia pun tergolong cerdik dalam menghadapi persaingan pasar, Ester tak ingin menjual karyanya dengan harga mahal. Hal itu ia lakukan agar perputaran uang lebih cepat dan tidak mengalami kerugian.

"Saya ingin karya saya cepat laku, sehingga saya menjualnya dengan harga yang mudah dijangkau masyarakat. Untuk boneka kecil tanpa kemasan seperti ini saya menjual dengan harga Rp5 ribu, kalau sudah dikemas plastik bening saya jual Rp10 ribu, yang paling mahal seperti hiasan dinding dan kalung dengan harga Rp50 ribu per buah," imbuhnya Tak hanya bernilai uang, aktivitas ini pun ia nikmati sebagai hiburan agar dapat terus memacu semangatnya.

Pada usianya yang semakin lanjut, Ester mencari bahan baku kerajinan tanganya sendirian, adakalanya ia membeli bahan baku dari anak-anak kecil yang sudah dia pesan sebelumnya.

Kepada putra-putri Papua, Ester perpesan, agar mereka ?bergegas menyiapkan diri, sebab, perdagangan bebas sudah di depan mata. Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) menuntut masyarakat, untuk siap dengan kreativitas masing-masing.

"Tidak semua orang harus jadi pegawai negeri maupun kerja di perusahaan, sumber daya alam kita masih banyak, siapa yang mau memanfaatkannya," tuturnya.

Selama ini, Ester pun sudah mulai merintis pembinaan terhadap beberapa mama-mama Papua. Ia berharap kreativitas ini terus berlanjut.

"Orang Eropa sangat tertarik dengan pernak-pernik Papua. Ini peluang," tuturnya.

Ada satu impian Ester, yang saat ini belum terwujud, ia ingin menjual karyanya di negeri Tiongkok.

Tiongkok, ia pilih, sebab perputaran uang di negeri itu sangat cepat. Namun, Ester belum memiliki koneksi di negeri tersebut.

Ya, bahan-bahan dari daur ulang sampah telah membawanya berkeliling dunia, meski masih ada impian yang belum terwujud.