Mereka-Reka Arah Koalisi Partai Demokrat

id Mereka, Reka Arah Koalisi Partai Demokrat, Capres, Cawapres, Koalisi, Pilpres, Capres, PD, Presiden, Logo, Lambang, Mercy, SBY, Edy Baskoro, Yudhoyono

 Mereka-Reka Arah Koalisi Partai Demokrat

Lambang Patai Demokrat. (Google,co.id).

Bisa saja Rapimnas memutuskan lain dari sikap dan pernyataan ketua umumnya itu."
Depok (Antara) - Konvensi calon presiden Partai Demokrat berakhir dengan terpilihnya Dahlan Iskan sebagai pemenang, Jumat (16/5). Pagelaran ini  gagal memunculkan satu kandidat yang bisa menyaingi capres Joko Widodo maupun Prabowo Subianto.

Elektabilitas peserta konvensi rata-rata hanya dua persen. Bahkan Dahlan Iskan sebagai pemenang, elektabilitasnya hanya 17,8 persen.

Elektabilitas peserta konvensi Partai Demokrat (PD) yang rendah, mengakibatkan Menteri BUMN Dahlan Iskan yang muncul sebagai pemenang konvensi tidak otomatis diusung menjadi capres partai tersebut. Elektabilitas Joko Widodo 40 persen dan Prabowo 35 persen, ini kan sangat jauh sekali, kata  Ketua Harian PD Syarief Hasan.

Perolehan suara pada Pemilihan Umum Legislatif 9 April lalu yang hanya 10,19 persen dan hasil konvensi capres yang tidak menggembirakan, menurut Syarief, menempatkan PD pada  posisi tidak mudah. Apabila ingin membangun koalisi, maka partai ini harus menggandeng partai lain yang perolehan suaranya mencapai 14 persen.

Partai Demokrat (PD) jadi tidak mungkin mengajukan capres. Peluang yang ada jika membangun koalisi adalah mengajukan cawapres. Namun masalahnya konvensi digelar untuk mencari capres, katanya. Kalaupun berkoalisi atau membangun poros baru juga sulit mengusung capres.

Pasalnya, suara PD hanya 10 persen. "Kalau kita ajak partai lain untuk memenuhi PT berarti kan mengajak partai yang besar. Berarti yang 14 persen. Karena PD hanya 10 persen tentu capres menjadi jatah partai yang suaranya lebih besar,¿ katanya.

Namun PD berharap ada capres yang tertarik mengambil cawapres dari peserta konvensi capres PD. "Karena kapasitas para capres dari konvensi ini sudah cukup bagus maka mungkin kami sarankan untuk ambil dari daftar yang ada di peserta konvensi," ujarnya.

Keputusan soal sikap PD menghadapi pilpres akan ditentukan pada rapat pimpinan nasional 18 Mei yang bakal membahas  tiga opsi yang kini masih dimiliki oleh Demokrat, yaitu bergabung dengan salah satu poros koalisi, membentuk poros baru, atau netral di luar pemerintahan.

Terkait peluang membangun koalisi dengan Partai Golongan Karya, Syarief berpendapat kemungkinan itu bisa saja terjadi. Penjajakan koalisi dua partai tersebut juga terus dilakukan "Mudah-mudahan kesamaan platform yang bisa kita bangun bersama. Timnya kan sudah ada," katanya.

Meski Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono telah menyatakan koalisi bersama Partai Golkar adalah hal yang tak mudah, namun menurut Wasekjen PD Ramadhan Pohan, opsi yang paling rasional adalah mengajak  partai tersebut.

Ramadhan berpendapat, Golkar-lah yang sedang memegang kunci koalisi selanjutnya. Hanura juga bisa diajak dalam penggalangan poros baru untuk mengusung capres alternatif. "Tiga puluh persen rakyat ingin ada capres alternatif. Kalau ada partai yang minat, ayo kita duduk bersama," kata dia.

PD juga akan rela hati apabila capres konvensinya tak menjadi capres dan hanya jadi cawapres. Ini karena Demokrat menyadari elektabilitas calonnya terpaut jauh dari capres yang lebih dulu beredar, yakni Joko Widodo dari PDIP, dan Prabowo dari Gerindra.

Namun, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono mengakui, sangat sulit untuk membentuk poros baru saat ini, termasuk misalnya membentuk poros antara Golkar dengan Partai Demokrat.

Alasannya, percuma membentuk poros baru kalau tidak bisa mengalahkan elektabilitas dua poros yang ada yaitu Jokowi dan Prabowo. Jika ada tokoh alternatif yang bisa menyaingi, bahkan mengalahkan dua bakal capres yang ada maka poros baru relevan dibentuk. "Jika tidak maka sebaiknya memilih saja salah satu poros yang ada," ujarnya. Dari berbagai hasil survei, tidak ada tokoh alternatif yang bisa diandalkan.

Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie  memang telah menyatakan akan bergabung ke dalam poros PDIP pada Pilpres  9 Juli mendatang. Namun sikap ARB belum mewakili Partai Golkar sebagai institusi. Pasalnya, masalah arah ke mana Partai Golkar akan berkoalisi pada Pilpres nanti akan ditentukan pada Rapimnas 18 Mei ini.

"Bisa saja Rapimnas memutuskan lain dari sikap dan pernyataan ketua umumnya itu," kata Agung Laksono.
                               Platform yang sama
Partai Demokrat memang belum menentukan arah koalisinya, namun Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, hanya ingin berkoalisi dengan parpol yang memiliki platform sama. "Bukan cek kosong, harus jelas betul platformnya," katanya.

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku dirinya sudah sangat paham tentang masalah yang ada di bangsa ini. Karenanya, partai yang akan berkoalisi dengan Partai Demokrat (PD) harus bisa duduk bersama membahas solusi masalah bangsa dengan Demokrat.

"Memimpin negara tidak sama dengan memimpin organisasi apapun. Tidak seperti memimpin perusahaan, diperlukan kesiapan kemampuan dan juga tanggung jawab untuk mengatasi masalah dan memajukan negeri ini," ujarnya.

Menurut SBY, Partai Demokrat tak mungkin bergerak dalam satu kubu yang tak tepat. PD tak mungkin memilih berkoalisi jika apa yang ditawarkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. PD baru akan mengambil sikap resmi di Rapimnas 18 Mei ini.

"Insya Allah di waktu yang akan datang bakal berubah. Pada tanggal 18 Mei kami harus mendengar suara PD sungguhpun saya sudah memiliki opsi, tetapi juga harus mendengarkan aspirasi dari para pimpinan. Itulah yang saya inginkan, biarkan rakyat tahu harus seperti itu," katanya.

Hasil rapimnas nantinya akan menentukan arah politik PD, termasuk kemungkinan partai ini memilih menjadi oposisi. Menurut anggota Dewan Pembina PD Hayono Isman, pilihan menjadi oposisi tidak tertutup bagi Demokrat, karena program ekonomi yang ditawarkan capres Jokowi dan capres Prabowo Subianto tidak sesuai dengan PD.

Dalam pidatonya pada debat konvensi capres, SBY menekankan bahwa Demokrat siap menjadi oposisi apabila gagal menemukan partai yang memiliki kesamaan platform. Ia menyebutkan, Demokrat masih terbuka pada semua kemungkinan. Komunikasi politik juga terus dilakukan untuk memetakan peta koalisi dan mendapatkan keputusan yang tepat.

SBY tidak ingin partainya menjadi partai oportunis yang berbondong-bondong mendukung capres atau partai tertentu tanpa alasan yang jelas. Ia memastikan bahwa Demokrat hanya akan berkoalisi dengan akal sehat, memilih tandem koalisi yang memiliki platform jelas, rasional, dan sejalan dengan misi yang diperjuangkan oleh partainya.

"Kami tak akan mendukung bila platformnya berbeda. Lebih baik kami di luar (pemerintahan), mandiri, berjuang dari sisi yang lain," ujarnya.

Hayono sependapat dengan SBY  bahwa ada keterbatasan gerak Demokrat menyusul hasil pemilu legislatif yang hanya meraih 10 persen suara. Namun hal itu tidak sama sekali menutup  peluang PD yang tetap merupakan partai besar.

"Saya pikir apa yang beliau katakan adalah benar adanya karena secara faktual suara PD di pileg hanya 10 persen, ada keterbatasan tapi bukan berarti sama sekali tertutup, kita lihat tanggal 18 Mei di rapim nanti. Artinya tidak semata-mata mencari kursi. Ada 3 pilihan dan pilihan itu harus dicermati," katanya.

Namun demikian, Hayono menyebutkan bahwa Demokrat tetap menunggu komunikasi politik yang dilakukan SBY dengan kedua parpol yang mengusung capres Jokowi dan Prabowo.

"Kalau cawapres  patut dipertimbangkan diambil dari peserta konvensi. Memang elekbilitasnya tidak tinggi tapi kualitasnya dapat diandalkan," ujarnya.

Saat ini ada dua poros koalisi yang mendekati final. PDI Perjuangan telah sepakat berkoalisi dengan Partai Nasdem. PDI-P masih melakukan komunikasi politik dengan sejumlah partai lain termasuk Partai Kebangkitan Bangsa yang diprediksi akan berkoalisi dengan partai berlambang banteng moncong putih itu.

Sementara itu Partai Gerindra yang bertekad membentuk koalisi besar masih wara-wiri melakukan komunikasi dengan sejumlah partai papan tengah. Keputusan koalisi dengan Partai Persatuan Pembangunan sempat menimbulkan riak di internal partai pimpinan Suryadharma Ali tersebut.

Partai Keadilan Sejahtera menyatakan membuka peluang besar untuk berkoalisi dengan Gerindra. Siapa lagi yang akan bergabung dengan Gerindra?

Golkar, sejauh ini terbilang tak terlalu agresif membangun barisan koalisinya. Partai pimpinan Aburizal Bakrie ini masih membuka kemungkinan koalisi dengan partai mana pun.

Dari ketiga poros yang mungkin terbentuk ini, ke mana Demokrat akan mengarahkan  pilihannya?  Berkoalisi dengan partai lain, membentuk poros sendiri, ataukah menjadi oposisi? Jawabannya mungkin akan muncul segera setelah rapimnas.