Ketika getah karet tak lagi deras menetes

id Ketika Getah Karet Tak Lagi Deras Menetes

Ketika getah karet tak lagi deras menetes

Harga getah karet di Tulangbawang Barat turun hingga Rp4.000/Kg (Foto : Antaranews com/Dok)

Sekarang saya malas menyadap karet, karena pendapatan sangat sedikit
Bandarlampung (ANTARA) - Petani karet di Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung, berkeluh kesah saat ini, akibat produksi getah karet yang menurun.

"Sekarang saya malas menyadap karet, karena pendapatan sangat sedikit," ujar Saputra, petani karet di Desa Gunungagung, Kecamatan Sekampungudik, Kabupaten Lampung Timur, saat berkumpul bersama puluhan penyadap karet di pangkalan penjualan getah karet setempat, siang itu.

Pangkalan di perempatan jalan desa itu menjadi tempat berkumpul ratusan penyadap karet sambil menunggu para pedagang pengumpul datang, untuk membeli getah karet mereka sepekan sekali.

Penyadap berkumpul secara rutin membawa getah karet hasil sadapan ketika siang hari, akan ditukarkan dengan lembar-lembar rupiah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka.

Namun beberapa bulan terakhir, mereka menghadapi masa sulit karena produksi getah turun hingga 60 persen lebih dibandingkan saat normal akibat musim kemarau saat ini.

"Pendapatan petani saat ini hanya satu kuintal per hektare setiap dua pekan, biasanya bisa empat sampai lima kuintal sepekan," kata dia lagi.

Saputra menjelaskan, saat musim kemarau tanaman karet petani itu menggugurkan daunnya atau 'trek', sehingga tetesan getah pada sayatan kulit batang karet menjadi sangat sedikit.    

"Bahkan banyak tanaman karet itu tidak mengeluarkan getah sama sekali," ujar dia.

I Gusti Putu, petani setempat lainnya, mengatakan, akibat penurunan produksi ini berdampak cukup signifikan terhadap pendapatan petani karet selama musim kemarau.

Harga getah karet juga masih tergolong rendah Rp10.000 per kilogram untuk karet kering, sedangkan karet basah Rp5.000 per kilogram.

Namun rata-rata penyadap setempat menjual dalam kondisi kering, mengingat harganya lebih tinggi setelah melalui proses pembekuan dengan zat asam.

"Biasanya sepekan sekali mendapatkan uang sampai Rp4 juta, namun sekarang hanya Rp1 juta per pekan dari satu hektare tanaman karet," kata dia pula.

Para pedagang pengumpul atau "toke" karet juga mengaku kesulitan mendapatkan pasokan getah karet itu dari petani dalam jumlah besar  selama musim kemarau ini.

"Kami menaikkan harga getah karet untuk bersaing dengan toke lainnya, agar bisa mendapatkan pasokan lebih banyak," kata pengumpul setempat, Harianto.

Ia mengatakan, biasanya dalam dua pekan bisa mendapatkan tiga ton, namun sekarang paling banyak satu ton, dan harus bersaing dengan para pengumpul lainnya.

Selain itu, lanjut dia, pada musim kemarau ini kualitas getah karet justru menurun karena kadar getahnya sedikit.

Jika musim kemarau terus berlanjut, kata dia, produksi getah tanaman karet bisa turun sampai 70 persen dibandingkan dengan saat normal yang biasanya terjadi pada puncak musim kemarau.

"Saat ini petani karet tidak bisa berbuat banyak, hanya menunggu musim penghujan tiba untuk mengembalikan pendapatan seperti semula," kata dia lagi.

Dia juga berharap, harga getah karet dapat bertahan tinggi di pabrik agar pembelian kepada petani juga tinggi, mengingat banyak petani yang enggan menyadap saat kemarau akibat harga yang rendah.
   
                                                  Rutinitas Tahunan
Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Disbunhut) Kabupaten Lampung Timur, Edwin Bangsaratoe menyatakan, penurunan produksi karet saat ini merupakan rutinitas tahunan bersamaaan dengan musim kemarau.

Ia mengemukakan, produksi getah karet akan meningkat ketika musim penghujan tiba setelah daun tanaman kembali bersemi untuk memproduksi getah karet.

Namun dia mengharapkan, para petani karet hendaknya bersabar menunggu tanaman karet kembali pulih, dan pendapatan mereka akan naik kembali seperti sedia kala.

Menurut Edwin, tanaman karet sudah menjadi salah satu komoditas andalan penduduk setempat untuk meningkatkan pendapatan, sehingga membutuhkan dukungan penuh pemerintah agar petani setempat dapat terus membudidayakan tanaman itu.

Ketua Bidang Usaha Kecil dan Menengah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Lampung, Yuria Putra Tubarat menyebutkan, ekspor komoditas pertanian dari provinsi itu ke sejumlah negara menurun dalam beberapa bulan terakhir.

"Ekspor yang mengalami penurunan terutama komoditas pertanian,  seperti karet, kopi, dan kedelai," kata Yuria pula.

Ia menyatakan, penurunan ekspor komoditas pertanian itu adalah akibat musim kemarau panjang selama beberapa bulan terakhir.

Meskipun produksi turun, ia menyebutkan harga sejumlah komoditas pertanian dan perkebunan itu justru mengalami kenaikan.

Yuria mencontohkan harga getah karet basah naik dari Rp6.000 per kilogram menjadi Rp8.000 per kilogram dalam beberapa pekan terakhir.

Menurut dia, pasokan komoditas itu akan kembali naik bila musim kemarau berakhir, mengingat tanaman pertanian itu akan pulih seiring dengan tercukupi pasokan air.

Namun secara alami, perlu proses pada tanaman itu untuk dapat memulihkan produksi komoditas tersebut.

Dia menjelaskan bahwa pasokan komoditas perkebunan untuk ekspor bertumpu pada produksi dari petani, sehingga saat produksi petani meningkat maka nilai ekspor juga akan meningkat.

"Sebagai pedagang, kami mengharapkan produksi komoditas itu terus naik agar jumlah ekspor pun meningkat," kata dia lagi.

Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung mencatat nilai ekspor komoditas dari provinsi ini pada Agustus 2012 sebesar 286,8 juta dolar Amerika Serikat (AS), atau mengalami penurunan 177,1 juta dolar AS (38,18 persen) dibandingkan ekspor Juli mencapai 463,9 juta dolar AS.
       
                                                                 Perluasan Tanaman    
Minat petani untuk membudidayakan tanaman karet di Kabupaten Lampung Timur terus bertambah, dan menjadi salah satu komoditas unggulan di daerah ini.

"Jumlah petani karet terus bertambah, karena harganya cukup tinggi saat ini," kata salah satu petani di Kecamatan Sekampungudik, Mustofa.

Menurut dia, tanaman karet lebih mudah perawatannya dibandingkan dengan komoditas lain yang rawan serangan hama dan penyakit, seperti kakao dan lada.

Harga getah karet, kata dia, saat ini bertahan Rp10.500 per kilogram untuk getah kering, sedangkan getah karet basah pada kisaran Rp5.000 sampai Rp6.000 per kilogram.

Petani setempat lainnya, Jalaludin mengatakan, banyak petani setempat yang beralih membudidayakan tanaman karet beberapa tahun belakangan ini karena nilai ekonominya cukup tinggi.

"Harga getah karet dua tahun ini cukup stabil, sehingga banyak petani yang membudidayakannya meskipun tiga tahun sebelumnya sempat anjlok harganya," ujar dia lagi.

Namun beberapa bulan terakhir, produksi getah karet sedang turun akibat musim kemarau.

Diperkirakan tak akan lama lagi, kondisi itu akan berakhir, sehingga produksi kembali meningkat seperti sediakala.

Selama musim kemarau, para petani menyadap karet saat malam hari sampai pagi hari, untuk menghindari terik sinar matahari yang membuat produksi getah sedikit karena akan membeku sebelum menetes.

Pemerintah Kabupaten Lampung Timur mengupayakan perluasan tanaman karet itu, agar menjadi salah satu komoditas unggulan penduduk di daerahnya.

Kepala Kantor Penanaman Modal Lampung Timur, Mulyanda mengatakan, potensi pengembangan tanaman karet itu di daerah tersebut masih luas, sehingga diharapkan populasi tanaman itu terus bertambah.

Menurut dia, komoditas karet merupakan salah satu andalan petani untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, selain ikut memacu pembangunan daerah melalui sektor perkebunan.

"Pengembangan perluasan ini membutuhkan campur tangan investor yang berminat menanamkan modal di sini," kata dia lagi.

Dia mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir tanaman karet terus diminati oleh petani setempat, karena memiliki prospek yang cukup cerah dan perawatannya lebih mudah dibandingkan tanaman lain yang rentan terserang hama.

"Banyak petani yang beralih menanam komoditas ini karena dinilai lebih menghasilkan," kata dia lagi.

Kepala Disbunhut Lampung Timur, Edwin Bangsaratoe, menyatakan saat ini penambahan luas tanaman karet mencapai 713 hektare.

Luas tanaman karet sebelumnya mencapai 5.199,75 hektare, kemudian bertambah menjadi 5.913 hektare atau terjadi penambahan sekitar 713,37 hektare.

"Total produksi getah karet saat ini mencapai 714,37 ton per tahun," ujar dia lagi.

Luas tanaman perkebunan itu, tersebar hampir di 24 kecamatan se-Kabupaten Lampung Timur, seperti Kecamatan Jabung seluas 95 hektare, Pasirsakti 65 ha, Batangharinuban 150 ha, dan Ramanutara seluas 72 ha.

Lalu di Kecamatan Purbolinggo seluas 45 hektare, Waybungur 40,5 ha, Batanghari 284 ha, Metrokibang 320,5 ha, Sekampung 678,75 ha, dan Bumiagung seluas 45,5 ha.

Selain itu, di Kecamatan Labuhanmaringgai seluas 51,5 ha, Bandarsribhawono seluas 184 ha, Matarambaru seluas 43 ha, Pekalongan seluas 175 ha, dan Kecamatan Sukadana seluas 383,5 ha.

Sebagian besar tanaman karet petani itu merupakan tanaman yang belum menghasilkan, mengingat baru dibudidayakan sehingga belum berdampak signifikan terhadap peningkatan produksi karet di Lampung Timur.

Saat tanaman karet diminati petani, dan diproyeksikan menjadi komoditas andalan dan unggulan di Kabupaten Lampung Timur, ketika produksi dan harganya turun, akan berdampak luas bagi daerah ini.

Petani karet Lampung Timur pun berharap kemarau segera berakhir, sehingga tetesan getah karet menjadi normal kembali, untuk menambah penghasilan sehari-hari sebagai penopang kehidupan mereka.