Tanggapan Baik-Buruk Layanan Rumah Sakit di Bandarlampung

id Layanan RS di Bandarlampung, RS di Bandarlampung

Tanggapan Baik-Buruk Layanan Rumah Sakit di Bandarlampung

Pasien yang dirawat di salah satu RS di Bandarlampung. (FOTO: Antaralampung/Rika Alfianti)

Bandarlampung (Antaranews Lampung) - Layanan kesehatan bagi semua warga merupakan salah satu hak warga negara dan menjadi kewajiban negara bersama para jajaran kesehatan dan pengelola rumah sakit/klinik kesehatan untuk memenuhinya, termasuk layanan yang diberikan oleh institusi rumah sakit maupun klinik pengobatan baik milik pemerintah maupun swasta yang ada di Kota Bandarlampung, Provinsi Lampung.

Bagaimana layanan itu dirasakan oleh pasien dan keluarga pasien, apa saja yang masih kurang dan sudah baik, serta bagaimana harapan mereka?

               Layanan RSUD Abdul Moeloek
Pascarenovasi dan perluasan sejumlah fasilitas di RSUD Dr H Abdul Moeloek Bandarlampung, fasilitas yang ditawarkan semakin beragam, salah satu contohnya adalah dengan bertambah luas areal parkir pengunjung rumah sakit selaras dengan bertambah gedung-gedung baru, bahkan terdapat fasilitas sistem reservasi BPJS online terbaru.

" Di sini setelah direnovasi, jadinya tambah luas, tapi sayangnya belum ada peta atau maket yang menunjukkan keseluruhan area rumah sakit. Jadi kalau keluarga dari jauh ke sini, harus telepon dulu, baru bisa tahu ruangannya yang mana," ujar Yus (20), salah satu keluarga pasien saat diwawancarai di RS milik Pemerintah Provinsi Lampung itu.

RSUD Dr H Abdul Moeloek belum memiliki arahan peta/maket keseluruhan area rumah sakit lengkap dengan penjelasannya, sehingga ketika keluarga pasien datang ingin menjenguk, setidaknya harus bertanya kepada para petugas rumah sakit atau minta dijemput/diarahkan oleh keluarga lain yang berada di rumah sakit ini.

Paimin(53), salah satu pasien RSUD Dr H Abdul Moeloek yang sedang dirawat karena memiliki penyakit prostat menyatakan bahwa dirinya bersyukur karena penanganan cepat dari pihak rumah sakit saat dirinya ingin dioperasi pagi harinya, walaupun sebelumnya dirinya sempat sulit untuk mendapatkan ruangan sehingga harus memilih tinggal di tempat saudara yang rumahnya tidak jauh dari rumah sakit ini.

"Dapat ruangan kemarin, lalu dioperasi pagi tadi. Alhamdulillah cepat, nggak pake nunggu pas mau operasi. Pas saya datang, suami sudah masuk ruang operasi. Sebelumnya saya pikir pukul 10.00 WIB baru masuk ruang operasi, tapi ternyata lebih cepat," ujar Supriyatin, istri dari Paimin.

Sebelumnya mereka sempat sulit mendapatkan ruangan, dikarenakan RSUD Dr H Abdul Moeloek mengharuskan jika pasien rujukan dari luar Kota Bandarlampung yang sebelumnya di rumah sakit daerahnya menggunakan BPJS Kesehatan, maka harus tetap menggunakan BPJS Kesehatan ketika masuk RSUD Dr H Abdul Moeloek.

Sedangkan Paimin dan Keluarga yang mengetahui bahwa proses pasien yang menggunakan BPJS Kesehatan agak sedikit berbelit, maka dirinya dan keluarga memilih ingin menggunakan sebagai pasien umum yang berbayar. Tetapi hal itu ditolak pihak rumah sakit, sehingga mengharuskan salah satu anak Paimin untuk kembali ke daerah asalnya yaitu Kabupaten Tulang Bawang Barat.

"Sebelumnya mau masuk sebagai pasien non-BPJS Kesehatan, tapi ternyata nggak bisa. Jadi harus pulang lagi, untuk urus berkas di rumah sakit sebelumnya," kata Munir (29), anak Paimin.

Munir menambahkan, dikarenakan keterbatasan ruangan kelas III untuk pasien BPJS Kesehatan, dan adanya peraturan bahwa di dalam ruangan rawat inap hanya boleh satu keluarga yang menemani pasien, sehingga ketika dirinya dan keluarga lain yang datang dari luar kota ingin menginap, harus rela tidur di depan pintu ruangan, dengan beralaskan tikar yang dibawa sendiri dari rumah.

"Biasanya kalau malam kan menginap di sini, bareng keluarga yang lain. Setidaknya ada empat orang di sini nemenin pasien, tidurnya ya di depan pintu ruangan malah kadangan nggak tidur, karena nggak ada tempat. Baru paginya, pas sudah ada yang gantiin, baru bisa tidur di rumah saudara," katanya lagi.

Ia berharap akan lebih baik apabila pihak rumah sakit menyediakan tempat khusus bagi para keluarga pasien, terutama yang datang dari luar kota datang ingin menginap menemani pasien. Bila ada, itu sangat memudahkan para keluarga pasien yang tidak bisa masuk ke dalam ruangan rawat inap, sehingga tidak ada keluarga pasien yang tertidur di depan pintu rungan maupun di koridor-koridor rumah sakit.

Rusmiati(50), salah satu keluarga pasien yang sedang dirawat inap dikarenakan penyakit prostat mengungkapkan bahwa dirinya menginginkan adanya penyuluhan tambahan rumah ke rumah masyarakat dari pihak rumah sakit maupun pemerintah daerah, dikarenakan dirinya mengaku sempat kebingungan berkas apa saja yang perlu dibawa untuk memenuhi proses pendaftaran.

"Seharusnya ada penyuluhan buat masyarakat, supaya tahu prosesnya. Terkadang kan masyarakat ada yang ggak tahu. Apalagi kalau ada sistem proses baru, jadi harapannya pihak rumah sakit maupun pemerintah daerah lebih peduli untuk mengadakan penyuluhan berkala kepada masyarakat," katanya pula.

Setelah pembaharuan (renovasi) beberapa gedung, dan perluasan lahan yang dilakukan oleh RSUD Dr H Abdul Moeloek, di Jl Dr Rivai No. 6 Penengahan, Tanjung Karang Pusat, Kota Bandarlampung, beberapa pasien menganggap sikap tanggap dokter dan perawat lebih baik dari sebelumnya. Meskipun begitu, masih ada hal-hal yang belum terpenuhi dan dikeluhkan oleh para pasien maupun keluarganya.

Menurut Ati (42), keluarga pasien ICU yang berasal dari Bekri, Lampung Tengah, sikap tanggap dari rumah sakit, untuk di ruang ICU sudah sangat baik.

"Pelayanan dari rumah sakit sudah baik sekali, dokter dan perawatnya juga tanggap. Bapak saya masuk itu dari kemarin, langsung dilayani, sampai sekarang koordinasi dengan keluarga juga lancar dan baik. Selain itu, karena bapak saya kan pasien ICU, jadi memang nggak bisa kalau penanganannya lama. Untuk kebersihan juga sangat dijaga sekali," ujar Ati.

Hal yang sama juga disampaikan oleh salah satu suami dari pasien kanker serviks yang dirawat di Ruang Kenanga selama 12 hari. Dia menuturkan bahwa selama 12 hari istrinya dirawat, untuk penanganan dan check-up rutin istrinya, semuanya baik. Dokter dan perawatnya juga dinilai sudah cukup tanggap dalam menangani.

"Sudah baik. Dari awal datang dirujuk dari Puskesmas Pringsewu sampai 12 hari di sini sudah cukup tanggap, ya mungkin kalau lewat jadwal, tidak terlalu lama. Selain itu yang mungkin agak lambat karena istri saya juga sedang menunggu rujukan ke RS Darmais Jakarta, sampai sekarang belum selesai. Tapi saya maklum, karena kan di sini memang banyak pasiennya, jadi kita harus ngantre untuk diurusi semua berkas dan kebutuhannya," ujarnya lagi.

Jaminto (51), keluarga pasien tumor rujukan dari Liwa, Lampung Barat yang sudah dari hari Senin siang ke RSUD Dr H Abdul Moeloek mengatakan bahwa memang pelayanan bagi pasien di rumah sakit tersebut sudah cukup cepat dan tanggap, baik saat rujukan pertama maupun rujukan yang kedua ini. Akan tetapi untuk rujukan yang kedua ini, Jaminto merasa kecewa terhadap kurang koordinasi dan informasi dari pihak rumah sakit terhadap keluarga pasien. Pasalnya, pada rujukan yang kedua ini, ia dikejutkan akan hasil operasi istrinya saat pertama kali bertandang dan melakukan operasi.

"Memang untuk pelayanan pertama, saya akui, rumah sakit ini sudah cukup cepat dan tanggap, baik pada saat istri saya pertama datang maupun yang kedua ini. Hari ketiga langsung dioperasi sama dokter. Saya berterima kasih sekali malah. Tapi, saat kemarin saya dikasih tahu bahwa ternyata operasi yang pertama dilakukan itu masih belum semua tumornya diambil, saya merasa kesal. Saya pikir, kan, waktu pertama operasi itu sudah semua tumornya diambil, kalau nggak dikasih tahu dari awal 'kan saya jadi merasa gimana, ya, nggak bisa ngomong lagi lah, kaget saya," ujar Jaminto pula.

Jaminto merasa hal tersebut adalah krusial yang seharusnya dia, sebagai suami, tahu informasi tersebut. Kalau dia, sebagai suami, orang terdekat yang dimiliki oleh istrinya tidak tahu informasi tersebut, bagaimana dia bisa merawat istrinya dengan baik sesuai dengan kondisi istrinya yang sebenarnya.

"Yang pertama kemarin itu sudah dioperasi. Setelahnya saya pulang, minta berobat jalan, pas drop lagi, saya ke rumah sakit ini lagi, sekalian buka selang. Waktu kemarin saya dikasih tahu, ternyata belum diangkat semua tumornya, tapi saya nggak dikasih tahu, makanya langsung pusing kepala saya. Kalau dari pihak rumah sakit, katanya takut saya marah. Seharusnya kan, jangan gitu, bilang aja kondisinya masih lemah, belum bisa diangkat semua, pake selang dulu, karena masih lemah, setelahnya ke sini lagi kalau sudah sebulan untuk angkat semua tumornya, begitu kan enak," katanya lagi.

"Dari kemarin saya kepikiran ini, informasi yang nggak jelas ini saja yang saya sesalkan. Padahal untuk penanganan awal saya merasa sudah tanggap dan cepat. Administrasi juga saya akui cepat di sini, karena saya juga memaklumi, banyak rujukan yang datang ke sini. Sampai yang kedua ini, saya tolong banget sama perawatnya, tolong dijaga banget istri saya, anggep kayak keluarga, jangan sampai disia-siakan," ujarnya lagi.

Selain itu, pelayanan untuk ambulans, Jaminto merasa harus ditingkatkan, karena dia dan istri ke rumah sakit mencarter (sewa) angkot. "Ini aja saya naik angkot, karena ambulans nggak bisa katanya. Sudah berusaha ngurus, tapi katanya kalau ke Lampung Barat kejauhan. Jadi saya nyater aja," ujar Jaminto.

               Layanan RS Swasta
Selain di RS milik pemerintah itu, sejumlah pasien dan keluarga pasien pada beberapa RS swasta di Bandarlampung juga menyampaikan penilaian mereka atas layanan yang dialami.

Sejumlah pasien RS swasta terkenal di Bandarlampung mengaku cukup puas dengan pelayanan yang diberikan pihak rumah sakit. Walaupun demikian, terdapat kritik dan saran yang diberikan oleh pasien dan penunggu pasien mengenai kebijakan rumah sakit ini.

Pasien cuci darah (hemodialisa) di rumah sakit ini, contohnya, mengaku puas dengan pelayanan yang diberikan para perawat, seperti tindakan tanggap ketika pasien meminta pergantian jadwal cuci darah.

"Saya pernah minta ganti jadwal cuci darah karena alasan pribadi dan dilayani dengan senang hati," ujarnya.
   
Menurut keterangannya, karena keterbatasan mesin pencuci darah di rumah sakit, jadwal cuci darah harus diikuti dengan baik.

"Mesin di sini jumlahnya sekitar 20 unit, sedangkan pasiennya lumayan banyak dan masing-masing sudah dapat giliran cuci darah. Kalau saya minta ganti, pasti susah atur ulang jadwalnya. Untungnya para perawat tetap membolehkan saya ganti jadwal," katanya lagi.

Seorang pasien lainnya menambahkan, selain pelayanan para perawat, ia juga puas dengan kebijakan pemberian makanan tambahan bagi pasien cuci darah.

Kendati demikian, kebijakan pemberian makanan tambahan ini tidak akan berlaku lagi mulai tanggal 21 Januari 2019. Beberapa pasien mengeluhkan hal ini, namun ada juga yang merasa tidak keberatan.

"Saya tinggal di luar Kota Bandarlampung dan dapat jadwal cuci darah jam tujuh pagi. Proses cuci darahnya sekitar 4 jam, pastinya ada rasa lapar selama itu. Kalau harus masak dulu sebelum berangkat, saya takut kesiangan," ujarnya pula.

Pasien lain yang keberatan namanya disebutkan, mengatakan lauk yang diberikan pihak rumah sakit tidak pernah ia makan karena ia mengidap penyakit darah tinggi.

"Semua pasien diberi nasi, daging atau ikan, tempe atau tahu, sayur, dan buah atau puding, sedangkan yang nggak bisa makan daging banyak di sini. Saya sendiri gak bisa makan daging karena punya penyakit darah tinggi," ujarnya pula.

Seorang pasien yang lain mengatakan, ia tidak keberatan jika pihak rumah sakit tidak memberikan makanan, namun sebagai gantinya ia memilih diberikan obat anemia dan vitamin yang dikonsumsi para pasien cuci darah.

"Di rumah sakit ini obat anemia dan vitamin berbayar dan tergantung resep dokter. Harusnya sih, kita dapat itu sebagai bagian dari proses cuci darah," katanya lagi.

Ia juga mengatakan cukup sering mengeluarkan uang untuk biaya perawatannya walaupun merupakan pengguna BPJS, karena jadwal praktik dokter yang merawatnya bersamaan dengan jadwal ia cuci darah.

"Dokter saya praktik setiap hari Senin, Kamis, dan Sabtu. Senin dan Kamis jadwal saya cuci darah, sedangkan Sabtu pasien tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Kalau saya sudah pakai BPJS Kesehatan untuk cuci darah, maka saya harus bayar pribadi untuk berobat ke dokter saya. Begitu juga sebaliknya. Jadi, saya termasuk pasien yang sering mengeluarkan uang dibanding pasien cuci darah yang lain," katanya lagi.

Ia juga menyayangkan adanya kebijakan BPJS Kesehatan yang mengharuskan pasien dirawat selama dua malam jika harus melakukan transfusi darah. Padahal, menurutnya, transfusi darah bisa dilakukan pada saat cuci darah.

"Pasien cuci darah yang mau transfusi darah harus rawat inap dua malam kalau mau pakai BPJS. Sangat tidak efektif karena transfusi bisa dilakukan saat cuci darah," katanya pula.

Berbeda dengan layanan di RS swasta lain di Bandarlampung.

Situasi arus lalu lintas yang padat di salah satu jalan protokol Kota Bandarlampung, depan RS swasta ini mulai berangsur padat ketika jam besuk pasien dibuka.

Tepat pukul 11.00 WIB, antrean panjang kendaraan roda empat menuju halaman rumah sakit mulai memadati jalan di depannya. Kepadatan kendaraan yang memenuhi area jalan RS ini berlanjut pada pukul 16.00 WIB ketika jam besuk pasien dan jam pulang kantor berlangsung bersamaan.

Padat kendaraan menuju halaman RS yang dekat dengan pasar ini, menimbulkan rasa tidak nyaman bagi keluarga pasien yang ingin menurunkan anggota keluarganya di Drop Zone Area.

Seperti diutarakan oleh Romiyah (54), salah satu keluarga pasien, "Kalau menurut saya yang kurang untuk RS ini ya halaman depannya itu, kurang luas pas mau nurunin pasien harus ngantre dulu enggak bisa cepet diturunin ke UGD."

Hal senada juga dikatakan oleh Selpi (51). Menurutnya yang menjadi salah satu keluhan bagi keluarga pasien adalah masalah macet di drop zone pasien dan juga kurang memadai lahan parkir yang disedikan oleh rumah sakit ini.

Menurutnya, kemacetan yang terjadi akibat adanya pertemuan antara kendaraan kolega pasien yang ingin membesuk dan kendaran yang membawa pasien ke drop zone.

Namun keluhan akibat kepadatan kendaraan yang masuk ke area rumah sakit tidak hanya berasal dari keluarga pasien di drop zone area.

Keluhan juga muncul dari beberapa pengendara yang setiap hari melintas di jalan depan RS ini.

Menurut salah satu pengendara motor Julian (25), kepadatan kendaraan pembesuk atau menurunkan pasien yang masuk ke area rumah sakit sangat menggangu kelancaran kendaraan bermotor yang lewat, karena arus lalu lintas di sekitar rumah sakit tersendat dan macet.

"Ya, kalau saya kan setiap harinya berangkat balik kerja lewat sini. Macet aja pas jam 11.00 WIB sama pas jam 16.00 WIB, kalau dibilang ganggu ya nganggu. Soalnya arusnya kan jadi enggak lancar waktu tempuh ke tempat kerja juga jadi nambah lama," ujarnya lagi.   

Akan tetapi selain permasalahan drop zone yang dirasa kurang cepat, karena area depan RS ini yang kurang luas, ada beberapa keluhan lain yang diutarakan oleh keluarga pasien.

Keluhan yang sering diutarakan adalah lambat respons rumah sakit terkait pasien yang menggunakan BPJS Kesehatan.

"Kalau kata saya selain masalah itu tadi yang jadi salah satu keluhan buat kita ya masalah BPJS Kesehatan yang dulunya cepet sekarang lambat," ujar Ratno (56).

Penurunan mutu pelayanan pasien BPJS Kesehatan di RS ini mengejutkan keluarga pasien, karena beberapa keluarga pasien mengutarakan bahwa pelayanan rumah sakit terhadap pasien BPJS Kesehatan sebelumnya sangat memuaskan, karena segala pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit terbilang cukup baik, akan tetapi bagi pengguna BPJS Kesehatan sedikit lambat.

"Dulu ibu saya berobat pakai BPJS Kesehatan di sini cepet, sekarang pas anak saya mau pakai BPJS Kesehatan lama, tidak seperti dulu. Semua sih oke bersih, ramah, teratur, nyaman. Tapi, ya itu BPJS Kesehatan saja yang buat kurang," ujar Selpi (51).

Dengan adanya berbagai keluhan yang disampaikan oleh beberapa keluarga pasien maupun pengendara sepeda motor yang melintas, mengenai beberapa kekurangan dan kelemahan layanan di rumah sakit yang meliputi kurang baik fasilitas parkir yang disediakan rumah sakit, halaman depan rumah sakit dan area drop zone yang kurang luas, dan keluhan menurun mutu pelayanan terhadap pasien BPJS Kesehatan.

Karena itu banyak pihak yang meliputi keluarga pasien maupun pengendara di jalan depan RS ini mengharapkan adanya respons cepat dari rumah sakit agar permasalahan-permasalahan yang ada dapat terselesaikan dengan cepat.

Menurut warga sekitar, adanya RS di wilayah dekat rumah mereka dapat membantu dalam menangani anggota keluarga yang sakit dan butuh pengobatan cepat, sehingga warga masyarakat yang datang ke rumah sakit dapat berobat dengan nyaman dan pengguna jalan dapat beraktivitas dengan lancar.

(Tim peliput: Dwi Agustina Sakti, Niluh Savitri Rahajeng, Rika Alfianti, dan Ruth Intan Sozometa, dirangkum dan diedit oleh Budisantoso Budiman)