Jakarta (ANTARA Lampung) - Pemberian grasi yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo kepada Eva Bande, seorang aktivis lingkungan hidup dan agraria yang juga anggota individu Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dari Sulawesi Tengah disambut oleh Walhi.
Walhi, menurut Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Nasional Walhi menyambut baik komitmen Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada Eva Bande.
"Kami mendorong agar pemberian grasi juga diberikan kepada dua orang petani lainnya, yakni Arief Bennu dan I Nyoman Swarna yang telah dikriminalisasi dengan menggunakan dasar tuntutan hukum pasal 160 KUHP juncto 55," ujarnya lagi.
Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Nasional Walhi menyatakan bahwa grasi Presiden Jokowi yang diberikan kepada Eva Bande bukanlah sebagai sebuah justifikasi bagi pemerintah bahwa Eva Bande telah melakukan kejahatan. Apa yang telah dilakukan oleh Eva Bande bersama kawan-kawan petani adalah sebuah jalan perjuangan untuk mendapatkan keadilan atas hak-haknya dalam pengelolaan sumber-sumber agraria yang selama ini telah dirampas oleh kekuatan modal yang difasilitasi oleh pemerintah.
"Pemberian grasi ini mesti ditempatkan sebagai sebuah pembuktian bagi pemerintah untuk mengoreksi sistem hukum yang memberikan legitimasi kepada negara melakukan kriminalisasi terhadap warga negara yang melakukan perjuangan atas keadilan agraria dan lingkungan hidup" ujar Direktur Walhi Nasional itu pula.
Pada peringatan Hari Hak Asasi Manusia, 10 Desember 2014, kami mendesak agar selain memberikan grasi, negara harus merehabilitasi nama baik, harkat dan martabat Eva Bande, petani dan semua pejuang agraria yang telah menjadi tahanan politik (tapol) agraria. Rehabiltasi menjadi hak bagi semua pejuang agraria dan lingkungan hidup atas tindakan negara menggunakan kewenangannya untuk membukam perjuangan rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan keadilan agraria.
"Teah sekian lama, aktivis pembela lingkungan hidup dan aktivis agraria telah 'distigma' sebagai penjahat, pelaku kriminal dan penghambat pembangunan serta penghambat pertumbuhan ekonomi. Bahkan stigma lain, aktivis dan masyarakat yang dikriminalisasi, seringkali dituduh oleh negara sebagai perambah hutan dan perusak lingkungan," kata Abetnego pula.