AJI Medan: Delapan Kasus Kekerasan Jurnalis di Sumut

id Kekerasan Jurnalis di Sumut, Kekerasan Jurnalis, AJI Medan, AJI

AJI Medan: Delapan Kasus Kekerasan Jurnalis di Sumut

Diskusi Catatan Akhir Tahun: Kondisi Pers di Sumatera Utara yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan bersama Tim Advokasi Pers Sumatera Utara, di Medan, Kamis (29/12).(FOTO: ANTARA Lampung/Ist)

Medan, Sumut (ANTARA Lampung) - Tahun 2016 menjadi tahun berbahaya bagi jurnalis di Indonesia. Berdasarkan catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Medan, ada delapan kasus kekerasan terhadap jurnalis di Sumatera Utara yang terjadi dalam kurun Januari hingga Desember 2016. Dari berbagai kasus tersebut, secara khusus AJI Medan memberi perhatian terhadap kasus penganiayaan sejumlah jurnalis di Medan oleh prajurit TNI AU saat meliput peristiwa bentrokan Sari Rejo, pada 15 Agustus 2016. Seorang jurnalis perempuan bahkan mengalami pelecehan seksual dalam peristiwa tersebut.

Pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Aidil Aditya SH mengatakan, hingga kini tidak ada laporan mengenai sudah sejauh mana proses penyelidikan dan penanganan kasusnya.

"Kami menyesalkan pihak POM TNI AU yang lamban bekerja dan terkesan tidak serius menangani kasus ini. Dalam waktu dekat kami akan menyurati Panglima TNI agar kasus ini dapat segera digulirkan ke pengadilan militer," kata Aidil, dalam Diskusi Catatan Akhir Tahun: Kondisi Pers di Sumatera Utara, yang digelar AJI Medan bersama Tim Advokasi Pers Sumatera Utara, Kamis (29/12).

Lebih lanjut, Ketua AJI Medan, Agoez Perdana menambahkan, pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga keadilan ditegakkan dan para pelaku diberi hukuman setimpal.

"Kasus ini terus kita kawal dan tidak ada kata damai. Kami bersama LBH Medan dan Tim Advokasi Pers Sumatera Utara juga terus berkoordinasi dengan Satgas Penanganan Kekerasan Terhadap Wartawan Dewan Pers dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam penanganan kasus ini," ujarnya.

Selain kekerasan terhadap jurnalis, kata Agoez, masalah ketenagakerjaan jurnalis juga menjadi fokus pihaknya.

"Banyak jurnalis yang status ketenagakerjaannya tidak jelas dan menerima upah sangat tidak layak, bahkan ada yang sama sekali tidak diberikan upah oleh perusahaan media tempatnya bekerja, Untuk itu kami mengajak segenap komunitas jurnalis dan organisasi pers yang ada di Sumatera Utara untuk bersama-sama memperjuangkan upah sektoral pekerja media agar dimasukkan dalam standar Upah Minimum Provinsi," ujarnya.

Dia menyebutkan, upah layak bagi seorang jurnalis seharusnya berada di kisaran minimal 5 sampai 10 persen di atas upah sektor industri. Apalagi, jurnalis merupakan profesi yang bekerja melebihi jam kerja delapan jam per hari.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pers, Stanley Adi Prasetyo mengungkapkan bahwa persoalan upah layak bagi jurnalis sedang dalam pembahasan di Dewan Pers.

"Soal pengupahan memang sedang dalam pembahasan kami. Idealnya jurnalis tidak perlu lagi memikirkan uang transpor atau pun akomodasi, sehingga setiap pemberitaan berlangsung objektif dan independen, karena gajinya sudah mampu menyejahterahkan kehidupannya," kata Stanley.

Sementara itu, isu perkembangan media cyber juga mengemuka dalam diskusi tersebut. Berdasarkan data Dewan Pers, ada sekitar 43 ribuan media cyber yang ada di Indonesia, namun yang terverifikasi Dewan Pers baru sekitar 230 media cyber.

"Untuk meminimalisir banyak media abal-abal, pada 9 Februari 2017 mendatang, Dewan Pers akan memberikan logo khusus dan barcode kepada media yang telah diverifikasi oleh Dewan Pers. Logo dan barcode ini akan terhubung ke situs Dewan Pers. Jadi jika ada masyarakat yang merasa dirugikan dengan pemberitaan media ybs, tinggal scan dan langsung terkoneksi tentang informasi terperinci perusahaan pers yang bersangkutan," kata Stanley.