Oegroseno: Aparat Hukum Harus Konsekuen Jalankan KUHAP

id Jalankan KUHAP

Jakarta (ANTARA Lampung) - Anggota Tim Sembilan bentukan Presiden Joko Widodo, Komjen Pol (Purn) Oegroseno meminta para penegak hukum menjalankan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) secara konsekuen sebelum melakukan perubahan terhadap undang-undang tersebut.

"KUHAP tidak dijalankan secara murni dan konsekuen. Sebelum melakukan koreksi, kita harus tahu bagaimana penegakan hukum yang benar sesuai KUHAP," ujar Oegroseno dalam diskusi publik bertajuk "Gelar Perkara: Pemidaan yang Dipaksakan", yang diadakan di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Cikini, Jakarta, Jumat (15/5).

Oegroseno mencontohkan penerapan pasal 184 ayat (1) KUHAP tentang alat bukti sah yang bisa dibawa ke pengadilan yang meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk serta keterangan terdakwa.

Dalam praktiknya, kata mantan wakapolri tersebut, justru yang dibawa ke pengadilan adalah keterangan tersangka, yang sama sekali tidak diperlukan sebagai alat bukti,  dan dibuat seolah-olah menjadi keterangan terdakwa.

"Inilah yang bisa memicu polemik tersangka. Para penegak hukum, mulai dari polisi, jaksa, hingga hakim masih melakukan tindakan persis seperti belum diterapkannya KUHAP," tutur mantan kapolda Sumatera Utara ini.

Lalu, Oegroseno menekankan pentingnya aparat hukum mematuhi prosedur penggeledahan sebuah tempat sebagai bagian dari penyidikan, yang harus memiliki izin dari pengadilan.

"Aparat hukum tidak boleh melakukan penggeledahan sebelum ada keterangan dari pihak pengadilan," ujar kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Polri periode 2012--2013 ini.

Ada pun hal ini sesuai dengan Pasal 33 ayat (1) KUHAP yang menyatakan, dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat penyidik dalam melakukan penyidikan dapat mengadakan penggeledahan rumah yang diperlukan.

Walau begitu, Oegroseno mengakui ada beberapa hal di KUHAP yang perlu direvisi terutama terkait penahanan. Menurut dia, seseorang yang masih dalam penyidikan tidak perlu ditahan, kecuali tertangkap tangan dengan bukti yang cukup atau ada keterangan dari pihak pengadilan.

"Tidak perlu ditahan di tingkat penyidikan, biar nantinya hakim yang memutuskan kapan seharusnya ditahan, Dengan begitu tidak perlu banyak ruang tahanan di kantor polisi," ujar dia.

Berdasarkan KUHAP Bab 5 pasal 20 ayat (1) disebutkan bahwa untuk kepentingan penyidikan, penahanan bisa dilakukan atas perintah penyidik tanpa adanya izin pengadilan.  
  
Pada ayat (2), untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan. Kewenangan hakim baru disebutkan pada ayat (3), untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.

Selanjutnya, Oegroseno menambahkan, ketika seseorang dalam tahanan, maka yang bertanggung jawab atas dirinya adalah Kemmenterian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan bukan penyidik.

"Jika seseorang sudah dalam tahanan, dia juga berhak mendapatkan perlindungan atas hak-hak asasi manusianya," ujar dia.

Dia pun berharap jika memang KUHAP harus diamandemen, perubahan tersebut haruslah yang terbaik.

"Kalau memang mau dikoreksi, harus dikoreksi dengan totalitas. Harus ada kemauan untuk melakukan perubahan dalam sistem penegakan hukum, baik dari sisi polisi, jaksa dan pihak pengadilan, sehingga negara lain percaya bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki kepastian hukum," katanya.