AJI-IJTI Lampung gelar diskusi publik 21 tahun UU Pers

id Lampung, aji, ijti

AJI-IJTI Lampung gelar diskusi publik 21 tahun UU Pers

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandarlampung bersama Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Pengurus Daerah (IJTI Pengda) Lampung menggelar Diskusi Publik “21 Tahun UU Pers: Jurnalis Masih dalam Bayang-bayang Kekerasan.” Diskusi berlangsung virtual melalui zoom dan live streaming via akun Youtube AJI Bandarlampung, Selasa (22/9/2020), pukul 13.00-15.00 WIB. (ANTARA/HO/AJI Bandarlampung)

Pers yang bekerja untuk kepentingan publik justru seringkali mendapatkan perlakuan tak patut
Bandarlampung (ANTARA) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandarlampung bersama Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Pengurus Daerah (IJTI Pengda) Lampung menggelar Diskusi Publik “21 Tahun UU Pers: Jurnalis Masih dalam Bayang-bayang Kekerasan.” Diskusi berlangsung virtual melalui zoom dan live streaming via akun Youtube AJI Bandarlampung, Selasa, pukul 13.00-15.00 WIB.

Ketua AJI Bandarlampung Hendry Sihaloho mengatakan, diskusi tersebut memperingati 21 tahun UU 40/1999 tentang Pers. Pada 23 September mendatang, UU 40/1999 yang selama ini menjadi payung hukum bagi kebebasan pers dan perlindungan jurnalis, tepat berusia 21 tahun. Namun, kelahiran UU itu tak menghentikan kasus kekerasan terhadap jurnalis.

“Catatan Advokasi AJI Indonesia, setidaknya ada 53 kasus kekerasan sepanjang April 2019-Mei 2020. Kekerasan fisik menjadi jenis kekerasan terbanyak. Di Lampung, hingga September 2020, tercatat empat kasus yang terkait kebebasan pers,” kata Hendry.

Selain kekerasan, pemidanaan terhadap jurnalis masih terjadi. Padahal, sudah ada nota kesepahaman antara Dewan Pers dan Polri. Salah satunya adalah kasus yang menimpa Diananta Putra Sumedi, jurnalis Banjarhits.id/Kumparan.com. Kasus Diananta sudah diperiksa Dewan Pers, namun polisi tetap memprosesnya. Diananta kemudian divonis 3 bulan 15 hari penjara dalam sidang 10 Juni 2020.

“Tak hanya pemidanaan, serangan digital yang menyasar jurnalis dan peretasan situs media juga menjadi ancaman. Serangan ini bagian dari pengekangan kebebasan pers dan bentuk represi terhadap kebebasan berpendapat,” ujarnya.
Baca juga: Perlindungan jurnalis hadapi pandemi COVID-19


Hal senada disampaikan Ketua IJTI Lampung Hendri Yansah. Dia menyatakan bahwa banyaknya jurnalis di Lampung yang mengalami kekerasan merupakan persoalan serius. Hal ini menjadi catatan buruk terhadap kebebasan pers. Padahal, dalam Pasal 4 UU 40/1999 tentang Pers disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.

“Setelah lahirnya UU Pers sejak 21 tahun lalu, masih banyak ditemukan kekerasan terhadap pers. Terbaru, kekerasan terhadap jurnalis Indosiar/SCTV Biro Lampung Ardhy Yohaba pada 28 Agustus 2020,” kata Hendri.

Dia menambahkan, secara hukum, pekerjaan jurnalis mendapat perlindungan. Namun, praktiknya aktivitas jurnalistik para jurnalis justru tak jarang dihalang-halangi, bahkan mendapat kekerasan. Tindakan tersebut jelas melanggar UU Pers dan mengancam kebebasan pers.

“Pers memiliki peran penting dalam kehidupan bermasyarakat. Pers yang bekerja untuk kepentingan publik justru seringkali mendapatkan perlakuan tak patut,” ujarnya lagi.

Diskusi Publik bertajuk “21 Tahun UU Pers: Jurnalis Masih dalam Bayang-bayang Kekerasan” menghadirkan sejumlah narasumber. Mereka antara lain Polda Lampung, Pemimpin Redaksi Tribun Lampung Andi Asmadi, dan Deputi GM Radar Lampung TV Hendarto Setiawan. Bagi yang tertarik mengikuti diskusi sila registrasi melalui link: https://docs.google.com/forms/d/1fbIjmod58CL5kjUmn8X6crW0QOAK5n9pXFllJ08mmoE/viewform?edit_requested=true.

Baca juga: AJI kecam keras pelaku pengeroyokan Jurnalis di Aceh Barat