Upaya melestarikan pangan lokal Maluku

id Pangan lokal

Upaya melestarikan pangan lokal Maluku

Panganan lokal Maluku bakusono berbahan dasar sagu, kelapa, gula merah serta ikan, saat ini cukup diminati masyarakat.

Ambon (ANTARA) - Walang Tahusa Kamal melestarikan pangan lokal Maluku berbahan dasar sagu yang dipadukan dengan bahan alam lainnya.

Pangan lokal bahan dasar sagu dipadukan bahan lainnya menjadi panganan yang bergizi dan tanpa pengawet, dilestarikan kaum ibu dari negeri Morella, kecamatan Leihitu Barat, kabupaten Maluku Tengah.

Koodinator Walang Tahusa Kamal, fuad Azuz, di Ambon, Sabtu,  mengatakan, upaya melestarikan pangan lokal dilakukan kaum ibu dari Morella, agar pangan lokal yang dulunya merupakan makanan yang selalu ada di meja makan, kembali menjadi makanan yang digemari.

Panganan yang dibuat seperti bakusono berbahan dasar sagu, kelapa, gula merah serta ikan, saat ini cukup diminati masyarakat.
Panganan lokal Maluku bakusono berbahan dasar sagu, kelapa, gula merah serta ikan, saat ini cukup diminati masyarakat.

Bakusono di beberapa daerah di Maluku disebut juga karu-karu, sinoli atau kuha, semua berbahan dasar sagu tetapi penyebutannya yang berbeda di setiap daerah.

"Panganan ini proses membuatnya mudah, sagu yang dicampur dengan parutan kelapa dipanggang di atas api, setelah matang digulung dan diberi isi gula merah maupun ikan, " kata Fuad.

Ia menjelaskan,  melestarikan pangan lokal dibuatlah beberapa varian rasa  bakusono seperti gula merah, ikan dan noga, yang dibuat di walang yang berlokasi di kawasam Durian Patah dan Hunuth, kecamatan Teluk Ambon,  kota Ambon.

"Pelestarian ini sekaligus bentuk pemberdayaan bagi kaum ibu yang selama ini belum menemukan konsep dagangan yang tepat, sehingga beta (Saya) mengajak mereka untuk melestarikan pangan yang "back to nature" ," ujarnya.

Usaha ini katanya, diawali Januari 2019 tetapi pemasaran baru dimulai tiga bulan terakhir melalui penjualan secara "online" serta membuka outlet di walang di Durian Patah.

"Tiga bulan terakhir ini kita serius memasarkan, serta melakukan uji coba variasi pangan,ketahanan dan waktu produksi. Saat waktu produksi kita hanya membutuhkan tiga menit untuk cemilan siap dinikmati," katanya.

Pemasaran lanjut Fuad saat ini masih didominasi kota Ambon, tetapi tidak tertutup permintaan dari luar daerah seperti Makassar, Jakarta hingga Medan.

Pihaknya masih berupaya menyiapkan formula pengiriman dan kemasan untuk dikirim, karena panganan ini tahan satu minggu tanpa bahan pengawet.

"Bakusono dijual dengan harga Rp2.500 hingga Rp5.000 per buah. Kita berupaya memberdayakan kamu ibu agar dapur tetap mengepul dan yang terpenting pangan lokal yang sempat hilang ini kembali dinikmati masyarakat Maluku." tandasnya.

Selain bakusono jenis panganan lain yang dibuat seperti sinta (sinoli santan) yang juga terbuat dari sagu, serta saromina.

"Kita terus berinovasi sesuai selera pasar dengan tidak meninggalkan pangan lokal," kata Fuad.