Kapan Kemkes terbitkan surat penundaan pencabutan obat kanker ?

id Obat kanker

Kapan Kemkes terbitkan surat penundaan pencabutan obat kanker ?

Ilustrasi obat (Pixabay)

Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia (IKABDI) dr. A. Hamid Rochanan, SpB-KBD, MKes meminta Kementerian Kesehatan melakukan langkah konkrit terkait penundaan keputusan pencabutan beberapa obat terapi target kanker.

Pasalnya menurut Hamid, belum ada langkah konkrit terkait penundaan keputusan pencabutan beberapa obat terapi target kanker yang dijanjikan langsung oleh Menteri Kesehatan Nila Moeloek dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan DPR pada 11 Maret lalu.

Belum adanya surat sebagai tindak lanjut RDPU itu membuat pasien kanker tak bisa mendapatkan obat yang menjadi haknya.

"Kami para ahli bedah digestif yang sehari-hari berinteraksi langsung dengan pasien kanker kolorektal merasa terpanggil melihat pasien tidak mendapatkan haknya atas obat dari BPJS Kesehatan karena belum ada edaran dari Kementerian Kesehatan untuk membatalkan keputusannya mencabut beberapa obat targeted therapy untuk kanker, termasuk kanker kolorektal," kata Hamid melalui siaran pers IKABDI, Jakarta, Selasa.

Hamid menjelaskan bahwa IKABDI sudah berkomunikasi dengan para pejabat berbagai tingkatan di Kementerian Kesehatan mempertanyakan tidak adanya sosialisasi khusus mengenai penundaan pencabutan beberapa obat targeted therapy kanker.

Menurut Hamid, karena pembatalan itu sudah berlaku melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan pada 1 Maret 2019, maka harus ada surat pembatalan yang bisa menjadi pegangan.

"Ketika Menteri Kesehatan dalam RDPU dengan Komisi IX pada Senin 11 Maret 2019 mengatakan akan menunda pelaksanaan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/707/2018, seharusnya ada sosialisasi dalam bentuk surat tertulis kepada rumah sakit-rumah sakit agar mereka punya pegangan untuk meresepkan obat yang sudah dicabut oleh surat yang berlaku sejak 1 Maret 2019 itu," kata Hamid.

Hamid menerangkan sekalipun dokter sudah meresepkan obat terapi target untuk diberikan kepada pasien, tapi pada kenyataannya pihak rumah sakit dan BPJS tidak memberikan obat tersebut.

"Bu Menteri mengatakan bahwa pasien akan tetap dilayani dengan kondisi seperti sebelum adanya surat pencabutan itu. Namun kenyataannya berdasarkan informasi di lapangan, dari 30 RS yang menangani pasien kanker kolorektal hingga pekan ini ada sekitar 75 pasien yang tidak terpenuhi haknya untuk dilayani dengan semestinya," kata Hamid.

Ketidakjelasan komunikasi mengenai penundaan pencabutan ini membuat pasien kesulitan untuk mendapatkan obatnya.