Kepala BKKBN sebut pendidikan seks usia dini dapat cegah kanker serviks
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan bahwa pendidikan seks di usia dini dapat mencegah kanker mulut rahim (serviks) dan payudara.
"Pendidikan seks yang diberikan di usia dini pada anak dapat mencegah terjadinya kanker mulut rahim, kanker payudara, dan sebagainya, ini karena bisa dicegah di awal ketika kita mengetahui bagaimana cara menjaga kesehatan reproduksi," kata Hasto dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Hal tersebut disampaikan Hasto pada acara pertemuan nasional tim kerja bidang keluarga berencana dan kesehatan reproduksi (KBKR) dalam rangka penyelarasan program dan kegiatan KBKR tahun 2024 yang diselenggarakan di Denpasar, Bali, pada 20-23 Februari 2024.
Ia menjelaskan, pendidikan seks kerap dinilai tabu untuk dibicarakan oleh orang tua kepada anak sebelum mereka dewasa. Padahal, pengenalan seksualitas pada anak diawali dengan mengenalkan organ reproduksi, bukan sekadar hubungan antara pria dan wanita.
"Penting dipahami bersama bahwa pendidikan seksualitas bukan cara berhubungan seks semata, melainkan dalam arti positif yaitu membekali pengetahuan akan kesehatan reproduksi untuk mencegah agar masalah seksualitas tidak terjadi," katanya.
Hasto juga mengutarakan pentingnya terus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kontrasepsi (KB), utamanya KB jangka panjang untuk mengatur jarak kehamilan.
Menurutnya, kegiatan pelayanan kontrasepsi (KB) dengan memanfaatkan momentum dapat meningkatkan kepesertaan KB metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) sekitar 10,05 persen.
"Jadi, ayolah KB momentumnya lebih kepada MKJP, ya," katanya.
Hasto juga menyebutkan pentingnya program KB yang bukan sekadar alat kontrasepsi belaka, tetapi memiliki banyak manfaat, seperti bagaimana persiapan menikah, persiapan kehamilan, bagaimana mengatur jarak kehamilan, dan bagaimana membangun keluarga, serta manfaat KB yang juga mampu mencegah stunting.
Terkait KB MKJP, Hasto menyatakan bahwa metode ini lebih baik karena kegagalannya lebih rendah, sedangkan metode alami dan metode jangka pendek tingkat kegagalannya tinggi.
"Contohnya, kondom yang gampang bocor atau pil KB yang kebanyakan gagalnya, karena lupa minum, dan bisa hamil, apalagi tanpa kontrasepsi yang kemungkinan hamilnya paling tinggi," katanya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN Sukaryo Teguh Santoso juga mengingatkan pentingnya pembinaan, bimbingan teknis, dan fasilitasi harus terus dilakukan pusat dan provinsi dalam rangka meningkatkan kinerja utama Bidang KBKR.
Ia juga menyebutkan pentingnya meningkatkan prevalensi kontrasepsi modern (mCPR), menurunkan unmet need, dan meningkatkan peserta aktif metode kontrasepsi jangka panjang (PA MKJP).
"Meskipun kelahiran menurut umur atau age specific fertility rate (ASFR) 15-19 tahun telah tercapai di tahun 2023, namun masih banyak pasangan usia subur (PUS) yang perlu mendapatkan pendampingan pengaturan jarak kehamilan, jumlah anak yang ideal, dan sosialisasi 4 terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat jarak kelahiran, dan terlalu banyak anak) secara terus menerus," paparnya.
Pendampingan tersebut, lanjut Teguh, berguna agar penurunan angka kematian ibu dan pencegahan terhadap kejadian stunting pada anak dapat sesuai dengan harapan di tahun 2024.
Ia juga menyoroti soal keterbatasan sumber daya manusia, yang sebaiknya diantisipasi dengan strategi cerdas agar dapat mengoptimalkan seluruh kegiatan yang telah direncanakan di tahun 2024.
"Saya juga berpesan agar mitra kerja dan pemangku kepentingan terkait perlu dipetakan dengan baik, agar dapat mendorong pihak swasta dan mitra kerja lainnya berpartisipasi dalam pelaksanaan program-program KBKR dari berbagai aspek," kata Teguh.
"Pendidikan seks yang diberikan di usia dini pada anak dapat mencegah terjadinya kanker mulut rahim, kanker payudara, dan sebagainya, ini karena bisa dicegah di awal ketika kita mengetahui bagaimana cara menjaga kesehatan reproduksi," kata Hasto dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Hal tersebut disampaikan Hasto pada acara pertemuan nasional tim kerja bidang keluarga berencana dan kesehatan reproduksi (KBKR) dalam rangka penyelarasan program dan kegiatan KBKR tahun 2024 yang diselenggarakan di Denpasar, Bali, pada 20-23 Februari 2024.
Ia menjelaskan, pendidikan seks kerap dinilai tabu untuk dibicarakan oleh orang tua kepada anak sebelum mereka dewasa. Padahal, pengenalan seksualitas pada anak diawali dengan mengenalkan organ reproduksi, bukan sekadar hubungan antara pria dan wanita.
"Penting dipahami bersama bahwa pendidikan seksualitas bukan cara berhubungan seks semata, melainkan dalam arti positif yaitu membekali pengetahuan akan kesehatan reproduksi untuk mencegah agar masalah seksualitas tidak terjadi," katanya.
Hasto juga mengutarakan pentingnya terus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kontrasepsi (KB), utamanya KB jangka panjang untuk mengatur jarak kehamilan.
Menurutnya, kegiatan pelayanan kontrasepsi (KB) dengan memanfaatkan momentum dapat meningkatkan kepesertaan KB metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) sekitar 10,05 persen.
"Jadi, ayolah KB momentumnya lebih kepada MKJP, ya," katanya.
Hasto juga menyebutkan pentingnya program KB yang bukan sekadar alat kontrasepsi belaka, tetapi memiliki banyak manfaat, seperti bagaimana persiapan menikah, persiapan kehamilan, bagaimana mengatur jarak kehamilan, dan bagaimana membangun keluarga, serta manfaat KB yang juga mampu mencegah stunting.
Terkait KB MKJP, Hasto menyatakan bahwa metode ini lebih baik karena kegagalannya lebih rendah, sedangkan metode alami dan metode jangka pendek tingkat kegagalannya tinggi.
"Contohnya, kondom yang gampang bocor atau pil KB yang kebanyakan gagalnya, karena lupa minum, dan bisa hamil, apalagi tanpa kontrasepsi yang kemungkinan hamilnya paling tinggi," katanya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN Sukaryo Teguh Santoso juga mengingatkan pentingnya pembinaan, bimbingan teknis, dan fasilitasi harus terus dilakukan pusat dan provinsi dalam rangka meningkatkan kinerja utama Bidang KBKR.
Ia juga menyebutkan pentingnya meningkatkan prevalensi kontrasepsi modern (mCPR), menurunkan unmet need, dan meningkatkan peserta aktif metode kontrasepsi jangka panjang (PA MKJP).
"Meskipun kelahiran menurut umur atau age specific fertility rate (ASFR) 15-19 tahun telah tercapai di tahun 2023, namun masih banyak pasangan usia subur (PUS) yang perlu mendapatkan pendampingan pengaturan jarak kehamilan, jumlah anak yang ideal, dan sosialisasi 4 terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat jarak kelahiran, dan terlalu banyak anak) secara terus menerus," paparnya.
Pendampingan tersebut, lanjut Teguh, berguna agar penurunan angka kematian ibu dan pencegahan terhadap kejadian stunting pada anak dapat sesuai dengan harapan di tahun 2024.
Ia juga menyoroti soal keterbatasan sumber daya manusia, yang sebaiknya diantisipasi dengan strategi cerdas agar dapat mengoptimalkan seluruh kegiatan yang telah direncanakan di tahun 2024.
"Saya juga berpesan agar mitra kerja dan pemangku kepentingan terkait perlu dipetakan dengan baik, agar dapat mendorong pihak swasta dan mitra kerja lainnya berpartisipasi dalam pelaksanaan program-program KBKR dari berbagai aspek," kata Teguh.