LSM : Destinasi wisata rawan eksploitasi seksual

id Wisata, hotel, Toba Samosir

LSM : Destinasi wisata rawan eksploitasi seksual

Keindahan pemandangan Danau Toba dari kawasan Tarabunga Balige, Kabupaten Toba Samosir. (Hisar Sitanggang/ANTARA LAMPUNG)

Jakarta (Antara Lampung) - Penelitian dari lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang penghapusan eksploitasi seksual anak, Ecpat Indonesia, menyebutkan sejumlah destinasi wisata di Indonesia rawan terjadi eksploitasi seksual anak.


"Praktik kekerasan dan eksploitasi seksual anak yang dilakukan sejumlah wisatawan berlangsung di sejumlah destinasi wisata dan memanfaatkan fasilitas pariwisata," kata Koordinator Ecpat Indonesia Ahmad Sofian kepada wartawan di Jakarta, Kamis.


Dia menjabarkan penelitian yang dilakukan Ecpat (Ending the Sexual Exploitation of Children) di 10 kabupaten Indonesia menunjukkan empat di antaranya sangat rawan terhadap eksploitasi seksual anak.


Jakarta Barat, Garut, Lombok, dan Teluk Dalam Nias sangat rawan terjadi perdagangan seks anak, pornografi anak, perkawinan anak, serta prostitusi anak.


Sementara lima kabupaten lain yakni Kepulauan Seribu Jakarta, Karang Asem Bali, Kefamenanu Nusat Tenggara Timur, Toba Samosir Sumatera Utara, dan Bukit Tinggi Sumatera Barat mendapat catatan warna kuning dalam tindak kejahatan eksploitasi seksual anak.


Sedangkan Gunung Kidul sebagai kabupaten yang menjadi destinasi wisata yang sudah melakukan langkah-langkah perlindungan anak.


"Dari 10 destinasi wisata yang kami survei hanya satu yang bagus, yaitu Gunung Kidul. Di sana dilakukan langkah pencegahan eksploitasi anak, ada organisasi masyarakatnya, pemda melakukan pencegahan," kata Sofian.


Dia menerangkan 10 destinasi wisata yang dipilih hanya sampel survei yang dipilih berdasarkan destinasi wisata populer hingga yang belum terlalu dikenal.


Sofian mengemukakan wisatawan mancanegara maupun wisatawan lokal sangat mudah melakukan kejahatan seksual terhadap anak karena anak-anak dalam lingkungan tempat wisata tidak terlindungi.


Dia menjabarkan ada wisatawan yang memang berniat untuk melakukan kejahatan seksual anak saat berkunjung, dan ada juga yang tidak berniat seperti itu namun ditawarkan oleh oknum setempat untuk melakukan kejahatan seksual anak komersial.


Sofian menyebut wisatawan yang melakukan kejahatan seksual anak tidak sampai 1 persen dari seluruh pelancong, namun kemungkinan terjadinya kekerasan seksual anak sangat lebar.


Menurut dia, destinasi wisata di Indonesia belum memiliki kebijakan perlindungan anak sementara pemerintah terus melakukan promosi pariwisata yang menyedot banyak pengunjung.


Ecpat mengutip data Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM yang mendeportasi 107 orang dari berbagai bandara di Indonesia yang diduga pedofil.


Data Ecpat juga mengemukakan ada 13 pedofil warga negara asing yang ditolak masuk ke Indonesia dan telah dideportasi. Sebanyak 11 WNA tersebut berasal dari Australia, satu dari Afrika Selatan, dan satu dari China.