Ahli: "Post-Truth" Tidak Akui Kebenaran

id ilustrasi podt truth

Ahli: "Post-Truth" Tidak Akui Kebenaran

Ilustrasi (ist)

...Pascakebenaran merupakan keadaan yang kurang adil karena tidak mengakui kebenaran...
Depok (ANTARA Lampung) - Ahli komunikasi dari Universitas Indonesia Prof Alwi Dahlan mengatakan "post-truth" atau pascakebenaran tidak mengakui kebenaran itu sendiri.

"Saya kira 'post-truth' tidak mengakui kebenaran karena yang terpenting adalah kesepakatan bersama, " ujar Alwi dalam konferensi internasional yang bertajuk Indonesia International Graduate Conference on Communication (Indo-IGCC) di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Selasa (11/7).

Alwi menjelaskan pascakebenaran merupakan keadaan yang kurang adil karena tidak mengakui kebenaran.

Kata "post-truth" atau pascakebenaran itu sering dibicarakan terutama saat terpilihnya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan referendum Brexit yang mengakibatkan Inggris keluar dari Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE).

"Trump dinilai tidak mengerti pemerintahaan, kampanyenya menggunakan isu yang tidak benar seperti menjelekkan Obama. Dalam jajak pendapat juga tidak unggul namun terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat." Intinya, untuk kasus Trump banyak hal yang tidak benar yang dikatakan dianggap hebat dan didukung.

Sedangkan untuk kasus Indonesia, lanjut dia, adanya rasa simpatik yang tinggi pada pemenang Pilkada Jakarta, yang tertuang dalam banyaknya kiriman bunga.

Meskipun demikian, dia mengatakan bahwa "post-truth " merupakan konsep yang penting karena bisa menggoyah kebenaran yang ada.

Ramainya perbincangan di media sosial, kata dia, turut mempengaruhi terjadinya pascakebenaran itu.

"Media sosial yang pada awalnya mempertemukan orang yang sudah lama tidak bertemu, namun sekarang telah beralih fungsi." Dengan adanya pascakebenaran, kata dia, akan menimbulkan sikap yang tidak berdasarkan fakta.

Ketua Panitia Indo-IGCC, Dr Irwansyah, mengatakan konferensi itu menjadi ajang berbagi hasil riset yang dilakukan mahasiswa pascasarjana komunikasi dari berbagai universitas.

Konferensi itu berlangsung di UI Depok pada 11-12 Juli dan diikuti akademisi dari empat negara.

 (ANTARA)