Duka Neneng Bertambah Setelah Tahu Barang di Mesnya Dijarah

id Neneng

Duka Neneng Bertambah Setelah Tahu Barang di Mesnya Dijarah

Neneng menangis karena harta bendanya dalam rumah hilang ketika ditinggal ke pengungsian. (antaralampung/damiri/).

Ko tega sih, kondisi lagi seperti ini (bencana tsunami) malah menjarah

 Lampung Selatan(Antaranews Lampung ) - Neneng Ariah (45), seorang pekerja pada pembenihan udang di Desa Kunjir, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung menyimpan kesedihan yang mendalam dalam pengungsian bencana tsunami Selat Sunda.

Selain kehilangan rumahnya yang tidak jauh dari lokasi kerjanya kurang lebih satu kilometer (km), kesedihan yang menyelimutinya lantaran telah kehilangan harta bendanya yang berada di tempat penginapan (mes) khusus pegawai pembenihan udang.

Neneng bisa ikhlas ketika harta bendanya rusak atau pun hilang akibat hantaman gelombang tsunami yang terjadi pada 23 Desember 2018. Namun kebalikannya dia tidak ikhlas saat harta bendanya hilang karena dijarah oleh orang yang mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Pada Sabtu, 29 Desember 2018 pukul 10.00 WIB, Neneng terlihat berada di sudut depan kamar penginapannya. Neneng sengaja turun dari Gunung Rajabasa setelah empat hari lamanya mengungsi bersama warga sekitar. Ia turun untuk memastikan harta bendanya apakah masih dalam keadaan baik atau masih ada di tempat.

Ia sekitar 30 menit terpaku menatap tempat penginapannya. Neneng bersedih sambil mengeluarkan air matanya sesekali diusap menggunakan kerudungnya. Kesedihan yang membuat Neneng mengeluarkan air mata lantaran dia melihat barang-barangnya sudah tidak ada. Bukan rusak, bukan pula terbawa arus gelombang, namun barang-barangnya hilang dijarah oleh orang yang belum diketahui.

Didampingi suaminya, Hasan (55), Neneng sedikit "ngedumel" kepada suaminya lantaran tidak mengikuti apa yang telah dikatakannya. Sehari pasca-tsunami, Neneng meminta kepada Hasan agar mengambil barang-barangnya untuk dipindahkan.

"Kan saya sudah bilang sama abang, dipindahkan bang. Akhirnya hilang," kata Neneng kepada Hasan.

Hasan yang merasa bersalah, ia tidak menjawab cetusan Neneng. Ia hanya menunduk dengan perasaan bercampur aduk atas bencana tsunami yang juga membuat tubuhnya dan istrinya luka serta rumahnya hancur.

Barang yang berada di kamar dengan ukuran kecil yang sekaligus menjadi dapur itu tidaklah mewah seperti emas maupun lainnya. Barang yang membuat ia sedih itu adalah kompor, tabung gas, lemari, dan uang tunai sebesar lima ratus ribu. Dan bagi Neneng barang itu adalah sangat berharga saat desanya dilanda tsunami.

Neneng menduga barang sederhana itu telah di jarah oleh seseorang. Sebab, jika rusak atau pun hilang karena gelombang tsunami pasti dia sudah menemukan bangkainya.

"Saya sudah cari kemana-mana tapi tidak ada," kata dia sambil mencari di puing-puing berserakan.

Neneng menduga barang-barangnya di jarah oleh seseorang. Sebab, sehari pascakejadian tsunami sebelum ia bersama suaminya mengungsi ke pegunungan, dia menyempatkan diri bersama suaminya memastikan barang-barangnya ada.

Empat hari mengungsi dan memastikan situasi aman, Neneg bersama Hasan turun untuk melihat barangnya. Namun, sesampainya di depan pintu penginapannya ia tidak lagi menemukan barangnya. Yang dilihatnya hanyalah tumpukan bahan kayu dan bahan semen.

"Ko tega sih, kondisi lagi seperti ini (bencana tsunami) malah menjarah," kesal Neneng.

Kecurigaan Neneng bertambah ketika sehari setelah kejadian tsunami sebelum ia mengungsi telah melihat satu orang berpakaian bebas ke luar dari halaman lokasi pembenihan udang. Dengan sigap Neneng mencoba memanggil laki-laki itu namun bukan berhenti justeru laki-laki itu terus berjalan dengan langkah kaki yang cepat.

"Saya panggil mas, mas eh malah jalan aja. Mau saya tidak usah seperti ini lah, masa rumah tidak kena bencana tsunami tapi malah dijarah. Bukannya bantu," kesal Neneng kembali.

Neneng menduka pelaku yang menjarah barangnya adalah orang yang berada tepat tidak jauh dari dibelakang rumahnya. Sebab, kata Neneng, lingkungan yang berada di belakang rumahnya rata-rata tidak terkena gelombang tsunami.

"Kebetulan saya juga lihat dia (laki-laki) jalan ke arah belakang," kata dia menjelaskan.

Neneng tidak bisa berbuat apa-apa lagi, dia bersama Hasan hanya bisa pasrah dan menggerutu kesal. Sambil berkeliling, Neneng mencoba membolak balikan reruntuhan bangunan dengan harapan bisa menemukan barangnya.

Penjarahan itu ternyata tidak hanya menimpa Neneng, penginapan yang berderet bersampingan sebanyak empat pintu itu juga kehilangkan barang-barang milik tiga rekan Neneng; dua di samping kanan dan satu di samping kiri.

Belum diketahui barang apa yang hilang di tiga kamar tersebut. Karena pemilik kamar saat itu sedang tidak berada di lokasi. Mereka sedang berada di pengungsian tepatnya di pegunungan Rajabasa. Bahkan, tiga orang yang memiliki kamar tersebut belum tahu jika barangnya telah hilang.

"Belum tahu mereka, mereka ada di pengungsian," kara Neneng menerangkan.

Saat tsunami, Neneng bersama suaminya selamat dari amukan gelombang yang mencapai kurang lebih setinggi lima belas meter itu. Namun Neneng mengalami luka-luka di betis, dengkul hingga di jempol kaki kanannya.

Selain itu, suaminya juga mengalami luka-luka lecet akibat hantaman gelombang yang mengenai bagian kaki, tangan dan tubuhnya. Saat terjadinya tsunami, Hasan terpental terdorong oleh gelombang maupun reruntuhan

"Alhamdulillah selamat, cuma hanya luka di bagian sini," kata Hasan menunjukkan lukanya.