MK Tolak Permohonan Uji KUHP

id MK, KUHP

MK Tolak Permohonan Uji KUHP

Mahkamah Konstitusi (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Jakarta (ANTARA Lampung) - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan nomor perkara Nomor 83/PUU-XV/2017 yang diajukan oleh seorang dosen bernama Sugihartoyo.
         
"Amar putusan mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat di Gedung MK Jakarta, Rabu.
         
Mahkamah menilai permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum dan menyatakan Pasal 374 KUHP yang digugat oleh Pemohon tidaklah bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
         
Dalam pertimbangan hukumnya Mahkamah berpendapat bahwa penempatan tindak pidana penggelapan dalam jabatan sebagai delik biasa merupakan suatu bentuk perlindungan hukum oleh negara terhadap warga negara dari segala kemungkinan penyalahgunaan jabatan.
         
Karena penempatannya sebagai delik biasa, mahkamah menilai bahwa KUHP sesungguhnya memperkecil ruang bagi siapapun untuk melakukan penggelapan dalam jabatan yang sedang diembannya.
        
"Pada saat yang sama, penempatan tindak pidana penggelapan dalam jabatan sebagai delik biasa sangat tidak beralasan untuk dinilai atau ditempatkan sebagai norma yang bersifat diskriminatif," ujar Hakim Konstitusi Saldi Isra membacakan pertimbangan hukum Mahkamah.
         
Menurut Mahkamah hal ini disebabkan karena kualifikasi tindak pidana tersebut hanyalah berhubungan dengan penentuan kelompoknya, tidak berhubungan dengan pembedaan pemberlakuan terhadap orang tertentu yang didasarkan atas perbedaan ras, suku, jenis kelamin, warna kulit, ataupun agama.
         
Sementara itu Mahkamah menjelaskan bila permohonan Pemohon dikabulkan maka yang akan terjadi adalah ketidakpastian hukum.
         
Hal dikatakan Mahkamah berdasar pada pertimbangan bahwa pelapor dalam setiap tindak pidana haruslah korban yang mengalami kerugian materiil.
         
Sebelumnya Pemohon mendalilkan haknya terlanggar dengan berlakunya Pasal 374 KUHP yang dinilai Pemohon tidak jelas dan menimbulkan multitafsir.
         
Pemohon menyebutkan bahwa kerugian yang dialaminya spesifik, antara lain bahwa status pemohon saat ini sebagai tersangka melalui penyidikan Kepolisian Daerah Jawa Timur karena dijerat dengan Pasal 374 KUHP.
         
Sedangkan menurut Pemohon, pelapor tidak memiliki legal standing dalam hal tindak pidana penggelapan dalam jabatan.

ANTARA