Rendahnya literasi media memudahkan penyebaran komunikasi sesat

id UU KPK, RUU KUHP, gunawan witjaksana, stikom,semarang

Rendahnya literasi media memudahkan penyebaran komunikasi sesat

Pakar komunikasi Drs. Gunawan Witjaksana, M.Si. ANTARA/dokumentasi pribadi/hasil tangkap layar TVRI

Makin celaka lagi, bila seseorang atau sekelompok orang menerima informasi tidak memiliki informasi pembanding, mereka cenderung percaya meskipun informasi tersebut menyesatkan.
Semarang (ANTARA) - Pakar komunikasi dari STIKOM Semarang Gunawan Witjaksana mengatakan tidak imbangnya antara pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan tingkat literasi komunikasi dan media menyebabkan komunikasi menyesatkan mudah tersebar, khususnya melalui media sosial yang tidak jelas penanggung jawabnya.

"Makin celaka lagi, bila seseorang atau sekelompok orang menerima informasi tidak memiliki informasi pembanding, mereka cenderung percaya meskipun informasi tersebut menyesatkan," kata Drs. Gunawan Witjaksana, M.Si. di Semarang, Minggu pagi.
Baca juga: Anak harus dicegah jadi korban-pelaku asusila di media sosial

Gunawan lantas mengemukakan pendapat ahli antropologi budaya Koentjaraningrat bahwa manusia memiliki mentalitet menerabas. Oleh karena itu, perlu diberikan informasi yang seinformatif mungkin sehingga tidak mudah terprovokasi.

Ia mengatakan hal itu ketika merespons gerakan massa di sejumlah daerah yang menolak Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), RUU KUHP, RUU Pertanahan, dan sejumlah rancangan undang-undang lainnya.
Baca juga: Kominfo: Masyarakat Perlu Literasi Media Sosial

Menurut Gunawan yang juga Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang, gerakan massa tidak mungkin spontan, tetapi ada pemicu dan yang menggerakkannya.

"Yang menggerakkan tentu mempunyai bermacam kepentingan, dan enggak mungkin tunggal. Ini tampak dari beraneka ragamnya isu dan tuntutan," kata Gunawan.

Belum lagi, lanjut dia, adanya agenda terselubung yang mulai terkuak, di antaranya terkait dengan pelantikan pasangan calon terpilih pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019, Joko Widodo dan K.H. Ma'ruf Amin, yang dijadwalkan pada tanggal 20 Oktober mendatang.

"Solusinya, dalam jangka pendek, perlu ada pembatasan media sosial (medsos) dan pemberian sanksi tegas yang terpublikasi sehingga membuat jera," kata pakar komunikasi ini.

Dalam jangka panjang, melalui literasi komunikasi dan media, menurut dia, masyarakat awam akan menjadi cerdas.

Ketua STIKOM ini juga berharap para elite berpolitik sesuai dengan konstitusi, undang-undang, dan berbagai peraturan yang berlaku.