Mahasiswa Demo Tolak RUU Pilkada

id ruu, demo, tolak, mahasiswa, lampung tuu adipura

Kami menolak RUU Pilkada karena mencederai demo"krasi yang telah 10 tahun lebih berlaku."
Bandarlampung, (ANTARA LAMPUNG) - Mahasiswa Lampung melakukan aksi demo untuk menolak Rancangan Undang Undang Pemilihan Kepala Daerah yang akan mengembalikan pemilihan kepala daerah kepada DPRD.
        
"Kami menolak RUU Pilkada karena mencederai demokrasi yang telah 10 tahun lebih berlaku," kata koordinator lapangan aksi demo mahasiswa Lampung itu, Reynaldo Sitanggang, saat menggelar aksi di Tugu Adipura Kota Bandarlampung, Kamis.
        
Dia menegaskan bahwa sudah hampir 10 tahun pilkada dilakukan secara langsung, dan selama itu juga banyak plus minus pesta demokrasi yang sejauh ini berlangsung serta terus menjadi perdebatan di kalangan elite politik.
        
Ia mengungkapkan berbagai permasalahan yang mengemuka dalam pilkada itu, mulai dari gesekan sosial di masyarakat, penyalahgunaan kekuasaan, sampai biaya politik yang nomminalnya terbilang tidak sedikit sehingga dianggap menguras keuangan daerah.
        
"Jika kita melihat Konstitusi Indonesia dalam pasal 18 ayat 4 UUD 1945 menyebutkan gubernur, bupati dan wali kota dipilih secara demokratis," kata anggota Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND).
        
Aksi mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Peduli Demokrasi (GERPEDO) itu, menurut dia, semua pihak harus memahami arti demokrasi dengan menerapkan pemilihan langsung pemimpin oleh rakyat.  
   
Jika kepala daerah dipilih DPRD, maka ini merupakan mundurnya demokrasi di Indonesia, katanya pula.
        
Menurut dia, apabila dalam pemilihan kepala daerah secara langsung masih terdapat berbagai macam masalah, seharusnya diperbaiki terutama dari segi sistemnya.
        
Selanjutnya di mengingatkan, dalam UUD 1945 dalam pasal 64 ayat 1 dan pasal 7 ditegaskan, Indonesia menganut sistem Presidensial bukan Parlementer, sehingga kepala negara dan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat bukan oleh parlemen.
        
"Artinya kepala negara dan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat bukan parlemen," kata dia.
        
Menurutnya, tidak ada jaminan akan hilang praktik "money politic", jika kepala daerah dipilih oleh DPRD justru melahirkan praktik politik uang yang lebih terstruktur.
        
Penyebabnya adalah hanya berputar di kalangan elite politik dan hanya siapa yang memiliki modal besar serta siapa yang memiliki kekuasaan di parlemen yang bisa menjadi kepala daerah.
        
"Secara tidak langsung hak-hak rakyat secara konstitusional hilang," katanya lagi.
        
Dia menyatakan, negara ini juga harus melihat kembali sejarah ke belakang, pada saat perjuangan penegakan demokrasi dan reformasi tahun 1998 ketika rezim otoriter Orde Baru (Orba) berkuasa, ratusan nyawa hilang berjuang demi demokrasi ditegakkan.
        
Jangan sampai itu kembali terjadi, ratusan nyawa hilang saat terjadi aksi demo prodemokrasi, ujarnya.
        
Ia mengingatkan bahwa kebijakan politik yang dibuat oleh pemerintah bersama DPR harus benar-benar untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi ataupun golongan.