Alasan banyak pengungsi di Selayar dipicu trauma tahun 1992

id bnpb, kabupaten selayar, gempa laut flores, tsunami,pengungsi

Alasan banyak pengungsi di Selayar dipicu trauma tahun 1992

Tangkapan layar Pelaksana tugas Kapusdatinkom Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam konferensi pers daring BNPB diikuti dari Jakarta, Jumat (17/12/2021). (Antara/Devi Nindy)

Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memaparkan alasan banyaknya pengungsi di Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan setelah gempa Laut Flores dengan magnitudo 7,4 terjadi Selasa (14/12) dipicu trauma gempa dan tsunami tahun 1992.

Pelaksana tugas Kapusdatinkom Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam konferensi pers daring BNPB diikuti dari Jakarta, Jumat melaporkan pengungsi gempa Laut Flores, Nusa Tenggara Timur bertambah menjadi 5.064 jiwa.

"Data per hari ini untuk korban jiwa nihil, tetapi ada satu orang luka berat, 97 luka ringan dan 5.064 warga mengungsi," ujar Abdul.

Abdul mengatakan pengungsi tercatat terdapat di dua Kabupaten. Sekitar 266 orang berada di Flores, Nusa Tenggara Timur dan sisanya berada di Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan.

Dia mengatakan khusus pada fenomena banyaknya pengungsi di Kabupaten Selayar, hal ini dikarenakan adanya sisi traumatis masyarakat setelah menghadapi gempa besar dan tsunami di tahun 1992.

Hal tersebut juga menimbulkan dampak traumatis yang sama terhadap masyarakat di Kabupaten Sikka dan Kabupaten Maumere, NTT.

"Dampak negatif akibat gempa dan tsunami nya itu ada sisi traumatis sehingga masih mengungsi," ujar Abdul.

Dia mengatakan Kabupaten Selayar sangat dekat dengan episenter gempa Laut Flores bermagnitudo (M) 7,4 yang mengguncang di hari Selasa (14/12). Sehingga dampak gempa terhadap kerusakan di wilayah tersebut cukup signifikan.

BNPB melalui Kedeputian Tanggap Darurat dan Kedeputian Logistik dan Peralatan telah turun langsung ke lapangan guna menghimpun jumlah rumah yang mengalami kerusakan.

Abdul merekomendasikan bagi warga yang bangunannya tidak terdampak kerusakan terutama pada dinding, plafon maupun tiang rumah untuk bisa kembali ke rumah masing-masing dengan tidak mengurangi kewaspadaan, serta bisa kembali beraktivitas.