Sosiolog: Kelas Bawah Maknai Kenaikan Salahi Amanah

id bbm nai,wong cilek,salahi amanah,mogon masal

Sosiolog: Kelas Bawah Maknai Kenaikan Salahi Amanah

Ilustrasi - Demo Kenaikan BBM (Foto Antara)

Atau lebih tepatnya kepercayaan yang diberikan oleh mereka, yakni rakyat kelas bawah seperti petani, buruh dan nelayan serta pedagang kaki lima."
Jakarta, (ANTARA Lampung) - Sosiolog Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina menyatakan kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak  akan dimaknai oleh masyarakat kelas bawah sebagai tindakan menyalahi amanah.
        
"Atau lebih tepatnya kepercayaan yang diberikan oleh mereka, yakni rakyat kelas bawah seperti  petani, buruh dan nelayan serta pedagang kaki lima," katanya di Jakarta, Selasa.
        
Memberikan ulasan atas perkembangan terbaru itu, ia mengaku sedih ternyata pemerintah masih saja bersikukuh untuk menaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
        
Pada Senin (17/11) malam Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi.
        
Presiden mengumumkan bahwa harga premium ditetapkan dari Rp6.500 menjadi Rp 8.500, sedangkan harga solar ditetapkan dari Rp 5.500 menjadi Rp7.500.
        
Dari perspektif sosiologis, kata dia, tindakan tersebut ini akan dimaknai oleh masyarakat kelas bawah, pendukung terbesar Jokowi untuk menjadi Presiden, sebagai tindakan menyalahi amanah yang pernah disampaikan saat kampanye lalu.
        
"Rakyat kelas bawah itu akan berefleksi dari ingatan

kolektif mereka bagaimana Jokowi juga mempunyai suara dan ideologi yang sama ketika melawan kebijakan SBY untuk menaikkan harga BBM," kata anggota peneliti Kelompok Studi Perdesaan Universitas Indonesia (UI) itu.
        
Begitupun, kata dia, tindakan yang dilakukan oleh partai pengusung Jokowi, PDIP, menunjukkan banyak sekali aksi-aksi di parlemen yang mereka lakukan sebagai wujud ketidaksepakatan mereka terhadap kebijakan tersebut.
        
Dengan adanya kebijakan menaikkan BBM itu, katanya, rakyat akan menilai bahwa tindakan yang dilakukan oleh Jokowi dahulu hanya tindakan untuk membangun citra saja, sebagai alat untuk mencapai kekuasaan.
        
"Setelah berkuasa, kepentingan kelas bawah hanya dijadikan sebatas jargon saja," katanya.  
   
Ia mengatakan bahwa pemerintah harus meninjau ulang kebijakan ini, karena dampaknya terhadap masyarakat kelas

bawah sangat parah, yakni semakin menjerumuskan mereka pada perangkap kemiskinan (poverty trap).
        
Presiden, katanya, seharusnya sadar akan pesan yang diamanatkan oleh peraih nobel di bidang ekonomi bahwa mengelola negara bukan seperti mengelola perusahaan, yakni tidak terjebak pada tujuan efisiensi.
        
Ia merujuk pada Prof Mubyarto (alm), ekonom Indonesia dari Universitas Gadjah Mada (UM) Yogyakarta yang sangat disegani, yang menyatakan dengan gamblang bahwa ekonomi, bukan merupakan ekonomi "an-sich", akan tetapi adalah ekonomi politik (political economy).
       
"Atau dengan kata lain, bagaimana kebijakan ekonomi itu dikonstruksi dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan untuk pencapaian keadilan dan kesejahteraan bersama," kata Sekretaris Program Sosiologi Unas itu.
        
Menurut dia, presiden juga perlu belajar dari Presiden AS Obama, yakni bagaimana Obama mendapatkan dukungan yang luas dari rakyat AS ketika "bersitegang" dengan kongres di parlemen, ketika kubu Republik menolak  kebijakan sosial dia dalam bidang kesehatan.
        
Lainnya, kata dia, adalah tindakan Obama baru-baru ini, yakni melakukan peningkatan jumlah subsidi bagi petani.
        
"Sekali lagi, saya kira langkah pemerintah kita menaikkan harga BBM sangat tidak tepat," demikian Nia Elvina.