Mempertahankan Lok Baintan (Bagian 2)

id Mempertahankan Lok Baintan (Bagian 2)

"Di sini lengkap. Apa saja ada," kata Ibu Lia (40 tahun), pedagang di pasar terapung Lok Baintan sambil merapikan buah-buahan yang ada di perahunya.

Dengan bangga dan semangat, dia menjelaskan bahwa pasar terapung di Desa Lok Baintan, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan ini, pengunjung atau pembeli bisa mendapatkan berbagai kebutuhan.

Bahkan kebutuhan pangan seperti beras bisa dengan mudah diperoleh. Pakaian dan peralatan rumah tangga juga tersedia. Di pasar terapung ini pula, sayuran dan berbagai buah-buahan tampak segar dalam tumpukan di atas perahu atau dalam bahasa Banjar disebut "jukung".

Sebagai pasar tradisional, seluruh aktivitas pasar terapung  dilakukan di atas air Sungai Martapura dengan menggunakan perahu atau  sampan. Lokasi ini dapat ditempuh sekitar 1 jam dari Kota Banjarmasin melalui jalur sungai tersebut menggunakan perahu bermotor atau biasa disebut. "klotok".

Transaksi di pasar ini dimulai sekitar pukul 06 hingga sekitar pukul 09.00 Wita. Ratusan pedagang, umumnya perempuan, menjajakan dagangan berupa kebutuhan sehari-hari dari atas perahu atau sampan. Pembeli juga berada di atas sampan.

Sebagai bagian dari wilayah Kalimantan Selatan, Kabupaten Banjar banyak memiliki sungai. Itulah sebabnya disebut wilayah "seribu sungai".

Sungai Martapura merupakan salah satu yang terbesar di Kalimantan Selatan. Dengan wilayah yang terdapat banyak sungai, maka lalu lintas antarwilayah dan antarpermukiman harus melalui air.

Sungai menjadi bagian kehidupan masyarakat di provinsi ini. Perekonomian masyarakat juga sangat tergantung pada keberadaan sungai.  

Salah satunya adalah munculnya pasar terapung.  Entah kapan pasar terapung ini mulai ada. Namun kalau dilihat dari munculnya interaksi kebutuhan ekonomi, sejak berabad-abad lalu. Mungkin sejak ada kehidupan manusia di daerah ini, benih pasar  terapung mulai ada.

Dari data dan informasi yang ditelusuri, dulu banyak sekali pasar terapung di Kalimantan Selatan. Dalam sejarah Kerajaan Banjar, pasar terapung digambarkan memiliki peran sangat penting dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Hal itu karena transportasi melalui sungai adalah satu-satunya jalan yang bisa ditempuh untuk menuju wilayah lain.

Dalam sejarah disebutkan pula bahwa pasar terapung Lok Baintan mempunyai keterikatan nilai historis yang erat dengan Kesultanan Banjar. Keberadaan pasar terapung yang tersohor hingga ke mancanegara itu sudah ada ketika Kesultanan Banjar atau Kerajaan Banjar.

Kedekatan ini semakin bertambah erat karena pusat ibu kota Kerajaan Banjar pernah dipindahkan ke Pemakuan (Pemangkuan)  di Kecamatan Sungai Tabuk, tak jauh dari Lok Baintan. Lok Baintan, kemudian daerah Pemakuan dan Sungai Tabuk dulu termasuk wilayah Kerajaan Banjar atau sekarang wilayah Kabupaten Banjar.

Semula pasar ini terdapat di darat, namun karena pedagang dan pembeli kebanyakan tinggal di anak Sungai Martapura, transaksipun pindah ke atas perahu, karena lebih praktis.
   
                                                        Pamor
Popularitas pasar terapung Lok Baintan hingga saat ini sampai negara lain. Beberapa pedagang mengakui sering ada turis asing yang berkunjung ke sini dengan menaiki perahu motor atau "klotok". Tak jarang mereka berfoto-foto, berbincang atau berdialog dengan pedagang dan pembeli. mereka juga kadang berbelanja buah-buahan.

Cukup banyak turis ke sana karena Lok Baintan paling populer dibanding pasar terapung lainnya. Namun sejarah terus berkembang. Kini pasar terapung tinggal beberapa saja yang masih eksis. Hal itu karena adanya perkembangan di daratan.

Di saat sungai masih menjadi alat transportasi utama masyarakat, tampaknya di situlah pasar-pasar terapung tetap berjaya. Namun ketika daratan mulai bisa ditembus jalan untuk sepeda motor dan kendaraan roda empat, pasar terapung mulai kehilangan pamor. Pengangkutan hasil perkebunan dan pertanian yang semula melalui sungai, bisa dilakukan dengan jalan darat.

Derap pembangunan jalan darat mampu menembus wilayah terisolasi yang didiami penduduk dan selama ini hanya bisa ditembus melalui transportasi sungai. Pada saat itulah jual-beli bisa langsung dilakukan di daratan. Karena itu, pedagang pengumpul di Lok Baintan banyak yang menjual dagangannya di daratan, apalagi kemudian muncul pasar tradisional di daratan.

Kalau sebelumnya "jukung" adalah alat transportasi untuk menuju wilayah permukiman lainnya, kini beberapa wilayah sudah bisa ditembus dengan sepeda motor.

Karena itu, keberadaan atau eksistensi pasar terapung Lok Baintan kini menghadapi tantangan baru mengingat sudah banyak pasar terapung yang tidak lagi bisa bertahan akibat kecenderungan penjual dan pembeli ke pasar di daratan.

Surutnya popularitas pasar terapung tak hanya terjadi di Kabupaten Banjar, tetapi juga di Kota Banjarmasin. Karena itu, Pemerintah Kota Banjarmasin melalui Dinas Pariwisata berupaya menyelamatkan objek wisata pasar terapung dari kepunahan. Misalnya, melalui penyelenggaraan kegiatan dan pengembangan wisata air.

Pemerintah Kota Banjarmasin dikabarkan akan membangun pasar terapung tradisional yang selama ini berada di Sungai Barito, di muara Sungai Kuin ke Sungai Kerokan di Jalan Zafi Zam-Zam.

Gagasan membangun pasar terapung buatan tersebut bertujuan untuk memudahkan wisatawan yang ingin menyaksikan pasar terapung tanpa harus jauh-jauh ke Muara Kuin di Sungai kuin, anak Sungai Barito. Selain itu juga ingin melestarikan dan terus membina para pedagang pasar terapung yang kini terus berkurang.

Apalagi pasar terapung merupakan salah satu wisata andalan Kalsel. Bila tidak dijaga kelestariannya dikhawatirkan akan menghilang tergerus oleh pasar-pasar modern.

Kini masa depan pasar terapung ini disandarkan sepenuhnya kepada tekad pemerintah setempat karena jika pasar terapung punah, bukan hanya pedagangnya yang kehilangan, namun juga pemerintah mengingat pasar terapung menjadi ikon wisata daerah ini.

Turis asing pun akan gigit jari dan hanya akan menikmati suasana pasar terapung di negara lain. Eksotisme pasar terapung kini berada di titik yang perlu mendapat perhatian serius. Tanpa ada perhatian lebih serius, pasar terapung hanya akan menjadi romatisme masa lalu.

Ketika hal seperti itu (surutnya popularitas) ditanyakan kepada para pedagang, mereka pun  hanya pasrah dan berharap tetap bisa berjualan di pasar ini.

"Di sini tidak ada apa-apa. Aman-aman saja" kata Ibu Siti.

Pedagang ini mengatakan, berjualan di pasar terapung juga aman dari gangguan, misalnya, preman. "Kalau ada yang macam-macam sama kami, pasti kita pukul pakai ini," katanya sambil menunjuk dayung, alatnya mengayuh sampan.

Tidak ada kekhawatiran apa-apa di kalangan pedagang. "Kami sih mengalir saja seperti air ini," katanya.

Dia bercerita, kalau musim kemarau, air Sungai Martapura memang agak surut. Namun hal itu tak mengganggu aktivitas dan transaksi di pasar terapung ini. Sebaliknya, kalau musim hujan, air sungai tinggi. Hal itu pun tidak membuat mereka khawatir atau terganggu.

Apakah tidak takut melintasi sungai besar dan dalam, dia mengakui bahwa tantangan yang dihadapi tidak lagi dirasakan berat karena sudah merupakan kebiasaaan atau rutinitas selama puluhan tahun. Rutinitas itu menyebabkan para pedagang di sini seolah merasa tidak ada beban apa-apa.

"Kalau yang jatuh (dari jukung) ke sungai, ya .. pernah ada kejadian," katanya yang menambahkan cerita bahwa kalau jatuh ke sungai, "jukung"  akan terbalik dan muatan berupa dagangan akan berhamburan lalu terbawa arus sungai.

"Tetapi itu jarang sekali terjadi," katanya pula. Wilayah yang bersungai-sungai membuat warga Banjar ahli mengarungi sungai dengan hanya menggunakan sampan dalam perjalanan panjang menyusuri sungai.

Sungai seperti sahabat dekat dan nafas kehidupan sehari-hari masyarakat setempat. Karena itu, pasar terapung Lok Baintan dari dulu hingga saat ini tidak terlalu jauh berbeda situasi dan kondisinya.

Kalau saja pasar terapung ini bisa terus dipertahankan dan dikemas menjadi objek wisata yang semakin menarik kunjungan wisatawan, tidak saja berimplikasi positif bagi terhadap pedagangnya dan perekonomian daerah, namun juga merupakan sebuah kebanggaan atas  keberhasilan mempertahankan tradisi dan warisan yang sudah ada sejak beberapa abad lalu.