Publik tolak JHT BPJS Ketenagakerjaan

id audit BPJS,pelayanan kesehatan,rumah sakit, audit BPJS Ketenagakerjaan

Jakarta (Antara Lampung) - Kebijakan baru terkait pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menuai penolakan dari publik, kata Direktur Komunikasi Change.org Indonesia Desmarita Murni.
        
Dalam kurun waktu kurang dari 24 jam petisi penolakan yang diunggah dalam laman tersebut telah mendapat dukungan dari ribuan orang. Hal ini, ujar Desmarita Murni melalui keterangan tertulisnya.
        
"Dalam waktu kurang dari 24 jam sejak petisi penolakan kebijakan tersebut diunggah, sudah lebih dari 37 ribu netizen memberikan dukungan. Jumlah ini terus bertambah," kata Desmarita.
        
Petisi tersebut dibuat oleh Gilang Mahardika asal Yogyakarta dengan judul "Membatalkan Kebijakan Baru Pencairan Dana JHT 10 Tahun" dan diunggah ke laman www.change.org/BPJS.
        
Petisi tersebut ditujukan kepada BPJS Ketenagakerjaan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hanif Dakhiri dan Presiden Joko Widodo.
        
Dalam petisi tersebut, Gilang menerangkan bahwa dirinya yang sudah bekerja selama lima tahun lebih memutuskan untuk menjadi wiraswasta dan merasa percaya diri karena akan mendapatkan tambahan modal dari JHT miliknya di BPJS Ketenagakerjaan yang iurannya telah dia bayarkan selama bekerja.
        
"Bulan Mei 2015 saya sudah resmi berhenti bekerja, saya mengajukan pencairan JHT saya pada bulan Juni 2015 yang ternyata ditolak karena perusahaan terakhir tempat saya bekerja belum menutup akun BPJS Ketenagakerjaan saya," ujarnya.
        
Akhirnya dia meminta pihak perusahaan untuk menutup akun BPJS-nya, setelah itu Gilang diberi kepastian oleh seorang petugas BPJS bahwa JHT miliknya bisa dicairkan pada awal Juli 2015.
        
Namun pada tanggal 1 Juli 2015, alih-alih akan mendapatkan uang JHT untuk modal usaha, akhirnya harus berakhir dengan mengunyah pil pahit karena permintaan pencairan JHT ditolak akibat peraturan baru yang diterapkan mulai 1 Juli 2015.
        
Peraturan tersebut menyatakan bahwa pencairan dana JHT bisa dilakukan setelah masa kepesertaan sepuluh tahun yang hanya bisa diambil 10 persen saja dan sisanya bisa dicairkan setelah usia 56 tahun.
        
"Pada waktu itu saya tidak sendiri, banyak peserta BPJS TK lain yang saat itu juga berniat mencairkan dana JHT-nya hanya bisa gigit jari," ujarnya.
        
Setelah itu munculah sejumlah komentar dari penandatangan petisi, diantaranya menyesalkan kurangnya sosialisasi terkait perubahan kebijakan ini.
        
"Adalah hak peserta BPJS untuk mengatur keuangannya sendiri, perubahan yang begitu cepat dan tanpa sosialisasi yang baik akan membuat banyak plan yang sudah dibuat nasabah jadi berantakan," kata Rangga Immanuel dari Jakarta.
        
"Duit-duit kita kok mau di ambil susah banget...!" kata Ratna Kusuma salah seorang penandatangan petisi.
        
"Gaji saya dipotong setiap bulan, mengapa tidak boleh saya ambil. Seharusnya BPJS memudahkan karyawan yang mau jadi pengusaha dengan modal yang selama ini disimpan sedikit demi sedikit," ujar Syakur Abdul.