Menag: Indonesia tidak terima pernikahan sesama jenis

id menteri agama, lukman hakim saifudin, pernikahan sesama jenis,

Menag: Indonesia tidak terima pernikahan sesama jenis

Ribuan orang memenuhi Market Street saat mengikuti Gay Pride Parade di San Francisco, California, 28 Juni 2015, dua hari setelah Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat melegalkan pernikahan sesama jenis di 50 negara bagian. (AFP PHOTO / Josh Edelson)

...Saya pikir itu sesuatu yang sulit terjadi di negara seperti Indonesia ini. Indonesia masyarakatnya sangat religius. Jadi negara dan masyarakat Indonesia memandang bahwa pernikahan itu tidak hanya peristiwa hukum semata...
Jakarta (ANTARA Lampung) - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan pernikahan sesama jenis tidak dapat diterima di Indonesia karena masyarakat Indonesia dianggapnya sebagai warga negara yang religius.

"Saya pikir itu sesuatu yang sulit terjadi di negara seperti Indonesia ini. Indonesia masyarakatnya sangat religius. Jadi negara dan masyarakat Indonesia memandang bahwa pernikahan itu tidak hanya peristiwa hukum semata," kata Menag Lukman di Jakarta, Kamis.

Lebih lanjut dikatakannya, pernikahan itu juga peristiwa sakral bahkan bagian ibadah. Maka nilai-nilai agama tidak bisa dipisahkan dari peristiwa pernikahan itu lantaran menjadi peristiwa sakral bagian dari ibadah.

"Karenanya negara sulit untuk bisa menerima atau bahkan melegalkan pernikahan sesama jenis itu," kata dia.

Sebelumnya, Ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengatakan pengakuan pernikahan sesama jenis di Amerika Serikat tidak akan berpengaruh besar kepada Indonesia.

"Pelegalan pernikahan LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) tidak berpengaruh ke kita. Nilai budaya dan agama kedua negara berbeda. Karena itu, tidak tepat membawa isu itu ke Indonesia," katanya.

Menurut Saleh, pernikahan LGBT bukan hanya mengganggu tatanan kehidupan sosial, tetapi lebih dari itu juga mengganggu keyakinan dan nilai-nilai spiritual masyarakat.

"Terbukti, belum ada satu agama pun yang melegalisasi pernikahan sejenis. Hal itu dikarenakan hampir semua agama memandang pernikahan sebagai suatu ikatan suci dan sakral antara dua orang manusia yang berbeda jenis kelamin," kata dia.

Pernikahan, kata dia, sejatinya adalah tradisi dan ajaran agama. Kalau tidak memakai tradisi dan ajaran agama tentu tidak ada pernikahan.

Kalau hanya sekedar hidup serumah, kata dia, banyak ditemukan di berbagai tempat. Tetapi karena belum ada ikatan lewat ajaran dan tradisi agama maka antara laki-laki dan perempuan yang hidup serumah tetap tidak dianggap menikah.

Tradisi dan ajaran agama, lanjut Saleh, identik dengan pernikahan. Maka setiap pernikahan tidak boleh melanggar ajaran-ajaran suci agama.

Kalau mau menjalin hubungan antarsesama jenis, kata dia, maka itu tidak bisa diformalkan dan dilegalkan. Hubungan seperti itu bukanlah pernikahan dan tidak bisa dicatatkan atas nama agama.

"Perlu diingat bahwa pernikahan adalah ranah agama dan bukan ranah negara. Tugas negara hanya memfasilitasi dan mencatatkan pelaksanaannya. Pencatatan diperlukan untuk menertibkan administrasi dan data kependudukan. Oleh karena itu, negara semestinya tidak mencatatkan suatu pernikahan yang menyalahi prinsip-prinsip ajaran agama," kata Saleh.