Sejumlah generasi muda terapkan gaya hidup ramah lingkungan

id sampah

Sejumlah generasi muda terapkan gaya hidup ramah lingkungan

Manfaatkan kantung daur ulang (ANTARA/Mutiara Sari-mg-yoks)

Bandarlampung (ANTARA) - Maraknya kampanye peduli lingkungan yang dilakukan organisasi masyarakat maupun pemerintah membuat sejumlah warga terutama anak muda mulai menerapkan gaya hidup ramah lingkungan, termasuk generasi muda di Bandarlampung.

Sekarang ini kerusakan lingkungan merupakan permasalahan yang cukup serius, terutama permasalahan sampah. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dunia yang terus bertambah, jumlah sampah yang dihasilkan semakin banyak sehingga tidak bisa tertampung di tempat pembuangan akhir, hal ini tentunya merugikan manusia karena dapat menyebabkan banjir, kerusakan ekosistem laut, dan kasus longsor gunung sampah di tempat pembuangan akhir yang memakan korban jiwa.

Dengan banyaknya berita tentang kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari sampah serta banyaknya kampanye peduli lingkungan di media sosial membuat kaum muda menyadari pentingnya menjaga lingkungan serta  dampak dari kerusakan lingkungan, hal ini juga didukung dengan banyaknya produk reusable atau produk yang bisa dipakai berkali-kali dijual di pasaran sehingga menjadi tren sendiri di kalangan anak muda.

Kurnia, salah seorang pemuda di Bandarlampung, mengatakan awalnya sempat tidak peduli dengan permasalahan lingkungan karena biasanya itu permasalahan yang sering terjadi di kota-kota besar, tapi lama kelamaan semua wilayah baik itu kota besar atau perdesaan juga mengalami permasalahan yang sama, yaitu sampah yang menumpuk.

Menurutnya, hal ini ia rasakan di beberapa tahun terakhir, wilayah tempat ia tinggal sering terjadi banjir jika hujan deras tiba dan penyebabnya di antaranya adalah dari tumpukan sampah yang dibuang sembarangan oleh warga sekitar, ada pula yang memanfaatkan lahan kosong milik warga lainnya yang umumnya sang pemilik tidak tinggal di dekat situ sebagai "tempat pembuangan akhir".

Di tempat pembuangan akhir tak resmi itu, kalau musim hujan tiba tumpukan sampah akan mengeluarkan bau tidak sedap dan bisa memicu beragam penyakit.

Ia menjelaskan meski warga sekitar sering membakar sampah di lahan kosong tersebut, tetapi itu bukan solusi karena asap yang ditimbulkan mencemari udara.

Hal tersebut membuat ia tergerak untuk menerapkan gaya hidup ramah lingkungan dengan mengurangi sampah yang dihasilkan. 

Kurnia menjelaskan ia mulai mencari informasi tentang gaya hidup ramah lingkungan di media sosial. Dimulai dari yang paling mudah dulu, yaitu mengganti kantung plastik dengan reusable bag saat berbelanja.

Menurutnya, kegiatan berbelanja adalah kegiatan yang hampir tiap hari dilakukan oleh semua orang dan sudah pasti sampah plastik banyak yang dibuang. 

Berdasarkan data dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia di tahun 2020 menghasilkan 67,8 juta ton sampah dan hampir semuanya merupakan sampah plastik.

Selain menggunakan kantung belanja pakai ulang, Kurnia juga membiasakan dirinya membawa wadah makan dan peralatan makan sendiri jika ia membeli makanan.

Kalau mau jajan ia membiasakan diri untuk menggunakan wadah dan peralatan makan sendiri, kalau pesan makan di ojek online saya pasti selalu memberi catatan tidak usah dikasih sendok plastik.

Selain menggunakan wadah dan alat makan sendiri, Kurnia juga meminimalisasi penggunaan tisu dengan membawa sapu tangan sendiri, menurutnya menggunakan tisu sama saja menebang satu pohon.

Kurnia mengaku sudah enam bulan menerapkan gaya hidup ramah lingkungan ini, awalnya ia tidak terbiasa karena barang bawaannya bertambah banyak, namun ia tetap melakukannya karena tidak ingin memperparah kerusakan lingkungan. 

Melihat gaya hidup yang diterapkan Kurnia tidak sedikit teman-temannya yang tertarik dan mulai mengikuti.

Kurnia selalu menjelaskan kepada teman-temannya kalau lingkungan sudah rusak pasti tidak akan bisa diperbaiki, jika bisa pun akan memakan waktu yang sangat lama dan pihak yang dirugikan sudah pasti manusia.

Hal yang sama juga dilakukan pemuda lainnya yaitu Anjani, selain menggunakan barang yang bisa dipakai berulang ia membiasakan diri untuk memilah-milah sampah yang akan dibuang ke tempat sampah khusus.

Anjani, seorang mahasiswi mengaku awalnya ia sama seperti mahasiswa lain tidak menggubris keberadaan tempat sampah yang ada di kampusnya dan tetap membuang sampah tidak sesuai dengan kategori, sampai suatu saat karena penasaran akhirnya ia mencari pentingnya mengkategorikan sampah di internet.

Lantas setelah mengetahui pentingnya membuang sampah sesuai kategori, jadi tergerak untuk melakukannya, apalagi melihat berita sampah plastik yang menumpuk padahal sampah plastik masih bisa didaur ulang, tapi tidak bisa karena sudah tercampur dengan sampah lain.

Anjani juga menerapkan kebiasaan mengkategorikan sampah di rumahnya, ia memberitahu orang tua dan adiknya agar membuang sampah sesuai kategori, bahkan ia menerapkan sistem “jadwal membuang sampah”.

“Sistem jadwal membuang sampah ini saya adaptasi dari orang Jepang, saya mengetahuinya setelah menonton salah satu youtuber Jepang, di situ ia menjelaskan kalau sistem pembuangan sampah di Jepang menggunakan jadwal.

Sistem “jadwal membuang sampah” yang ia maksud adalah dalam satu hari ia hanya akan membuang satu kategori sampah, misalnya pada hari Senin ia menjadwalkan untuk membuang sampah berkategori daur ulang, maka hari berikutnya ia akan membuang sampah berkategori bahan kimia.

Menurutnya, walaupun di Indonesia sistem ini belum diterapkan tetapi setidaknya ia dapat membantu petugas sampah dalam memilah sampah. 

Anjani menjelaskan awal ia menerapkan memilah sampah dirumahnya, anggota keluarganya masih saja membuang sampah dengan asal tetapi ia tetap mengingatkan hingga akhirnya mereka terbiasa, bahkan ada tetangganya yang mengikuti kebiasaan Anjani.

Sama dengan Kurnia dan Anjani yang menerapkan gaya hidup ramah lingkungan, Nayla yang juga merupakan pemudi di Bandarlampung menerapkan gaya hidup ini dengan mendaur ulang pakaian bekasnya.

Nayla mendaur ulang pakaian bekasnya untuk dijadikan barang lain seperti tas, ikat rambut atau pajangan. Kegiatan ini mulai ia lakukan sejak pandemi COVID-19.

Sejak pandemi COVID-19 ini banyak sekali orang-orang di media sosial yang memposting berbagai macam tutorial, tutorial mendaur ulang pakaian ini yang sedang viral.

Nayla menjelaskan sebelumnya ia memang sudah tahu tentang berita limbah tekstil yang dihasilkan oleh pabrik pakaian fast fashion yang mencemari air, ia pun juga sudah mengurangi berbelanja pakaian di toko-toko fast fashion.

Dia mengaku sudah dari tahun kemarin mengurangi belanja baju merk fast fashion dan beralih ke merk lokal.

Fast fashion sendiri adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan koleksi busana murah mengikuti tren yang diproduksi dalam waktu cepat. Sejak tahun 2019 kemarin bermunculan berita miring mengenai industri fast fashion ini, mulai dari pencemaran lingkungan dan perbudakan.

Selain pabrik fast fashion yang menghasilkan limbah, ternyata sampah pakaian bekas juga dapat mencemari lingkungan. Maka dari itu kegiatan mendaur ulang pakaian menjadi tren terutama di kalangan anak muda.

Walaupun masih ada kain yang terbuang, setidaknya dengan mendaur ulang pakaian ini bisa meminimalisir sampah pakaian, ujar Nayla.

Nayla mengaku kegiatan mendaur ulang pakaian ini merupakan kegiatan yang cocok dilakukan dimasa pandemi COVID-19, selain menjaga lingkungan kegiatan ini bisa menjadi ide bisnis bagi anak muda.***