FSGI : Kemendikbud diminta tak gunakan slogan "Merdeka Belajar"

id FSGI,Federasi Serikat Guru Indonesia,Merdeka Belajar,Slogan Merdeka Belajar

FSGI : Kemendikbud diminta tak gunakan slogan "Merdeka Belajar"

Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo, dalam telekonferensi di Jakarta, Ahad (19/7). (ANTARA/Indriani)

Karena kalau seandainya ini tidak dilakukan maka pendidikan Indonesia tersandera oleh PT Sekolah Cikal. Jangan sampai Merdeka Belajar diperdagangkan oleh Kemendikbud, kata dia
Jakarta (ANTARA) - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) merekomendasikan agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak menggunakan slogan "Merdeka Belajar" dalam kebijakannya.

"FSGI juga mendesak Kemendikbud untuk membatalkan penggunaan 'Merdeka Belajar' di berbagai program Kemendikbud dan mencabut Surat Edaran No 1/2020 serta Permendikbud No 22/2020," ujar Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Minggu.

Merdeka Belajar merupakan kebijakan yang diluncurkan oleh Mendikbud Nadiem Anwar Makarim pada Desember 2019. Namun berdasarkan informasi dari Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI) Kemenkumham, Merdeka Belajar telah terdaftar sebagai paten dari PT Sekolah Cikal beralamat di Jalan TB Simatupang, Cilandak, Jakarta Selatan, per 22 Mei 2020. Pendaftaran merk Merdeka Belajar sendiri telah diajukan sejak 1 Maret 2018.

"Karena kalau seandainya ini tidak dilakukan maka pendidikan Indonesia tersandera oleh PT Sekolah Cikal. Jangan sampai Merdeka Belajar diperdagangkan oleh Kemendikbud," kata dia.

Baca juga: Kemendikbud pastikan tak ada kenaikan UKT saat pandemi COVID-19

Ketua Dewan Pengawas FSGI, Retno Listyarti, mengatakan negara seharusnya tidak kalah dengan perusahaan.

"Kita dibingungkan dengan kondisi seperti ini. Kami mempertanyakan Merdeka Belajar karena istilah tersebut telah dipatenkan. Apakah bentuk dipatenkan, dimerk dagangkan atau hak cipta, karena semua itu memiliki UU tersendiri," jelas Retno.

Dia menjelaskan penggunaan Merdeka Belajar yang sudah dipatenkan tersebut dapat diperkenankan, dengan catatan pemilik merk terdaftar memberikan lisensi ke pihak lain untuk menggunakan merek tersebut, baik sebagian maupun seluruh jenisnya.

"Berarti pihak Kemendikbud maupun Sekolah Cikal itu harus memohonkan untuk mencatatkan kepada menteri terkait Kemenkumham dan dikenai biaya.

Perjanjian lisensi tadi dicatat oleh menteri dan diumumkan, jadi harus masuk berita resmi merk tersebut," terang Retno.

Baca juga: Lampung tunggu instruksi Kemendikbud buka sekolah di era normal baru

Retno menjelaskan Sekolah Cikal sebetulnya memang bisa memberikan lisensi kepada Kemendikbud. Namun timbul pertanyaan, jika itu didaftarkan dan ekslusif tidak mungkin diberikan secara cuma-cuma kepada pihak lain.

"Kecuali Kemendikbud bisa buktikan bahwa Merdeka Belajar-nya tidak sama dengan Sekolah Cikal," katanya.

Retno menjelaskan istilah Merdeka Belajar sudah diperkenalkan oleh Ki Hadjar Dewantara. Akan tetapi sampai saat ini, tidak ada keturunan Ki Hadjar Dewantara yang mempatenkan maupun berniat mendaftarkan istilah itu.

Penggunaan istilah yang identik dengan Sekolah Cikal tersebut pada kebijakan negara, secara tidak langsung menguntungkan yang memiliki merk tersebut. Selain itu, penggunaan istilah yang sama dengan pihak lain, juga menunjukkan kurangnya kreativitas dari pembuat kebijakan.