Pajak sektor pertambangan terdampak krisis global

id menkeu, pajak pertambangan, krisis global

Pajak sektor pertambangan terdampak krisis global

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Selasa (24/9/2019). ANTARA/AstridFaidlatulHabibah

Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan krisis global mempengaruhi penerimaan pajak dari sektor pertambangan yang mengalami kontraksi paling dalam hingga Agustus 2019 sebesar 16,3 persen dibandingkan sektor lain.

“Kalau tadi saya sampaikan pelemahan ekonomi dunia yang mempengaruhi harga komoditas terlihat sekali dari penerimaan pajak pertambangan yang terkontraksi 16,3 persen,” katanya di Jakarta, Selasa.

Menkeu mengatakan hal tersebut sangat jauh jika dibandingkan dengan penerimaan pajak dari sektor pertambangan pada akhir Agustus 2018 yaitu tumbuh hingga 71,6 persen.

“Krisis global tidak berubah malah menunjukkan suatu konsistensi perlemahan hingga akhir Agustus 2019 dan terkonfirmasi dari harga komoditas yang mengalami perlemahan, batu bara terutama yang mengalami penekanan cukup dalam,” ujarnya.

Selain dialami oleh sektor pertambangan, penerimaan perpajakan dari sektor industri pengolahan juga mengalami penurunan sebesar 4,8 persen dibandingkan periode yang sama pada 2018.

“Penerimaan perpajakan dari sektor konstruksi dan real estate juga turun menurun 1,5 persen,” katanya.



Meski demikian, Menkeu menjelaskan bahwa masih ada sektor yang mengalami pertumbuhan pada penerimaan pajaknya yaitu perdagangan yang tumbuh 1,5 persen. Namun pertumbuhan tersebut tetap lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada 2018 yakni 26,7 persen.

Selain itu, sektor jasa keuangan turut mengalami pertumbuhan yang positif pada penerimaan perpajakannya yaitu 7,7 persen hingga akhir Agustus 2019 dan ini juga lebih tinggi dari pertumbuhan pada 2018 yakni 5,7 persen.

“Sektor transportasi dan pergudangan juga tumbuh 20,7 persen atau lebih tinggi dari 2018 yaitu hanya 11 persen,” ujarnya.

Sedangkan untuk penerimaan perpajakan secara keseluruhan hingga akhir Agustus 2019 sebesar Rp920,2 triliun atau tumbuh 1,4 persen namun lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama pada 2018 yaitu sebesar 16,5 persen.

Realisasi penerimaan perpajakan tersebut telah mencapai 51,5 persen dari target APBN 2019 yakni Rp1.786,4 triliun tapi hal itu tetap lebih rendah dibanding realisasi penerimaan perpajakan sampai akhir Agustus 2018 dan 2017 yaitu mencapai 56,1 persen dan 52,9 persen dari APBN.

Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hingga akhir Agustus 2019 tercatat sebesar Rp268,2 triliun atau tumbuh 11,6 persen dibandingkan periode yang sama pada 2018, namun PNBP pada 2018 tercatat tumbuh 24,3 persen.

Menkeu merinci, PNBP dari Sumber Daya Alam (SDA) yang berupa minyak dan gas, SDA non-migas, dan Badan Layanan Umum (BLU) mengalami kontraksi masing-masing 6,50 persen, 9,10 persen, dan 7,10 persen.

“Terlihat tahun ini terjadi pelemahan. Kita bandingkan pertumbuhan penerimaan PNBP dan pajak lebih rendah dari tahun lalu. Ini menunjukkan perlemahan ekonomi membuat pembayar pajak membayar lebih rendah dari dua tahun berturut-turut,” kata Menkeu.