Dua Kandidat Presiden-Wapres Bersaing di Sosmed

id Dua Kandidat Presiden-Wapres Bersaing di Sosmed

Jakarta (ANTARA LAMPUNG) - Hasil riset yang dilakukan oleh konsultan komunikasi dan media berbasis digital (Digimed), menyebutkan, kontestasi antara dua pasang kandidat capres-cawapres, Prabowo Subianto - Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla bersaing ketat di sosial media, meskipun keduanya memiliki perbedaan.

Direktur Digimed consulting, Aidil Muladha, di Jakarta, Jumat (4/7), mengatakan, sosial media (sosmed) menjadi instrumen pembentuk opini yang paling banyak digunakan dalam kampanye Pilpres 2014, seperti facebook dan twitter.

Ia menjelaskan, daya tarik pasangan Jokowi-JK terutama terletak pada figur keduanya, yakni dengan kata kunci "Jokowi-JK" sebesar 68 persen di Twitter dan 51 persen di facebook.

Sedangkan, daya tarik utama pasangan Prabowo-Hatta terletak pada karakter yang ditonjolkan, tercermin pada besaran kata kunci 'Indonesia Bangkit' sebesar 74 persen dan di facebook dan 'Presiden Tegas' sebanyak 44 persen.

"Dari hasil riset, persaingan antara kedua kandidat berlangsung sangat ketat," kata Aidil.

Fenomena yang menarik untuk diperhatikan dalam kampaanye melalui sosmed kali ini adalah maraknya kampanye hitam dan fitnah, baik kepada pasangan Jokowi-JK maupun Prabowo Hatta.

Analis Politik Digimed Consulting, yang juga Dosen Universitas Paramadina, Anton Aliabbas, menjelaskan, kampanye hitam dan fitnah untuk pasangan Prabowo-Hatta di Facebook didominasi isu Prahara (27 persen), Presiden Kuda (26 persen) dan Orba (26 persen).

Sementara di twitter, kampanye negatif dan fitnah dengan persentase tertinggi berturut-turut adalah Nazi (25 persen), Orba (17 persen) dan Prahara (13 persen).

Pada pasangan Jokowi-JK, isu yang digunakan adalah kampanye hitam dan fitnah pada sosmed Facebook, yakni kata-kata tua (21 persen), pencitraan (17 persen), capres boneka (14 persen). Di Twitter, isu yang mendominasi adalah kata-kata Tua (22 persen), Komunis (21 persen) dan Pencitraan (19 persen).

Menanggapi hasil riset tersebut, Dosen Swiss German University dan kandidat Doktor dari Murdoch University, Muninggar Sri Saraswati, menuturkan, bahwa ketatnya persaingan antara kedua pasang capres cawapres mengindikasikan dua perubahan dalam sejarah kampanye politik di Indonesia.

"Media sosial sebagai ruang kampanye baru yang dianggap sejajar dengan media tradisional seperti televisi, media cetak dan radio," kata Muninggar.

Selain itu, dikatakan, meningkatnya keterlibatan non-party member seperti konsultan sosmed atau konsultan komunikasi dalam kampanye komunikasi pilpres 2014 juga turut meningkatkan penggunaan sosmed.