Sutan Bhatoegana Merasa Dizalimi

id Kasus Sutan Bhatoegana

Jakarta (ANTARA Lampung) - Mantan Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana merasa dizalimi karena dituntut 11 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK.

"Saya 'nggak' melihat sebelas, atau berapa tahunnya. Saya ingin menyampaikan pesan moral saja bahwa saya dizalimi. Kalau masalah hukuman itu ya nanti, maksud saya saya dizalimi dibikin tersangka yang tidak ada bukti apa-apa. Di sana (dibilang dan kawan-kawan), satupun kawan-kawan tidak ada kita, satu bukti pun tidak ada, keterangan saksi tidak ada," kata Sutan seusai sidang pembacaan tuntutan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (27/7).

Pada sidang tersebut, JPU KPK menuntut Sutan agar dipenjara selama 11 tahun ditambah denda Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan dan pencabutan hak politik selama 3 tahun karena dinilai terbukti menerima suap dan gratifikasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan sejumlah pengusaha terkait jabatan Sutan sebagai anggota DPR.

"Tetap dituntut begini kan zalim namanya. Maksud saya seharusnya, kalau benar, itu benar; kalau salah, itu salah. Yang kita harapkan kalau saya benar dibebaskan, jangan hanya gara-gara untuk mempertahankan satu institusi yang kita dukung bersama, nanti dibilang melemahkan, jangan begitu," ungkap Sutan.

Ia mengaku yakin akan bebas.

"Saya yakin Insya Allah saya tidak bersalah, saya bebas Insya Allah," ujar Sutan.

Sedangkan pengacara Sutan, Eggi Sudjana mengatakan bahwa bila hakim memutuskan Sutan bersalah maka pihaknya akan mengadukan ketua majelis hakim Artha Theresia dan anggota ke Komisi Yudisial.

"Kalau sampai hakim memutuskan bersalah kita akan ajukan ke KY. Kalau tetap putus bersalah, biar diazab nanti sama Allah," kata Eggi.

Dalam perkara ini, JPU KPK menilai Sutan dinilai terbukti bersalah melakukan dua perbuatan pidana berdasarkan dua dakwaan yaitu dakwaan pertama primer berasal dari pasal 12 huruf a UU No. 31 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan dakwaan kedua lebih subsidair yaitu pasal 11 UU No. 31 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dalam dakwaan pertama, Sutan dinilai terbukti menerima uang 140 ribu dolar AS (sekitar Rp1,6 miliar) dari mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Waryono Karno terkait pembahasan dan penetapan APBN-Perubahan tahun Anggaran 2013.

"Peristiwa tersebut tidak terlepas dari pertemuan sebelumnya dimana waryono meminta terdakwa untuk mengawal atau mengendalikan rapat R-APBN Perubahan 2013 agar berjala cepat dan tidak bertele-tele. Di samping itu ada rekaman antara Waryono Karno dan Rudi Rubiandini dan rekaman di restoran Endogin di Hotel Mulia, sehingga dapat dipandang perbuatan terdakwa menerima hadiah," kata jaksa KPK.

Jaksa menilai Sutan dengan sadar menerima uang, sehingga dapat disimpulkan ada kehendak Sutan melanggar larangan atau kode etik sebagai penyelenggara negara yang diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi Sutan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan terkait jabatan.

Sedangkan untuk dakwaan kedua, jaksa hanya menilai bahwa Sutan terbukti melakukan perbuatan dalam dakwaan lebih subsidair, yaitu penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

Sutan setidaknya menerima empat hadiah dari pihak lain terkait jabatannya yaitu menerima satu unit mobil Toyota Alphard 2.4 AT Tipe G warna hitam dari Dikretur PT Dara Trasindo Eltra pada Oktober 2011; menerima uang tunai Rp50 juta sebagai bentuk perhatian dari mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik melalui Waryono Karno; menerima uang tunai 200 ribu dolar AS dari mantan Kepala Satuan Kerja Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini pada 26 Juli 2013 melalui anggota Komisi VII Tri Yulianto; serta menerima satu unit tanah dan bangunan di Jalan Kenanga Raya No 87 Tanjungsari kota Medan dari Saleh Abdul Malik selaku Komisaris PT SAM Mitra Mandiri melalui istri Sutan, Unung Rusyatie.

"Hadiah atau janji itu diduga diberikan karena kekuasaan atau kewenangan terdakwa atau menurut pikiran orang yang memberikan terkait dengan jabatan terdakwa," ujar jaksa.

Terhadap tuntutan tersebut, Sutan dan pengacaranya akan mengajukan nota pembelaan (pledoi)  pada Senin, 11 Agustus 2015 pukul 13.00 WIB.