Melawan Korupsi Lewat Seni

id Lawan Korupsi Lewat Seni

Jakarta (ANTARA Lampung) - Seni juga dapat menggugah kesadaran masyarakat untuk mendukung pemberantasan korupsi melalui kegiatan #SeniLawanKorupsi.

"Menyentuh kesadaran publik bahwa yuk kita sama-sama merawat kehidupan kita sendiri merawat peradaban kita untuk lebih baik menjadi manusia adil dan beradab," kata Ketua Umum Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Irawan Karseno.

Setelah konferensi pers #SeniLawanKorupsi di Jakarta, ia menjelaskan permasalahan korupsi saat ini berfokus pada persoalan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang mengalihkan perhatian masyarakat untuk menyuarakan antikorupsi.

"Kita menghindari tunjuk menunjuk individu atau pun institusi tetapi lebih menyentuh kesadaran untuk merawat bersama dengan memerangi sifat-sifat aktivitas korupsi," tuturnya.

Sebagai salah satu ikhtiar memberantas korupsi, DKJ dan Koalisi Seni Indonesia (KSI) bersama 23 lembaga seni di Jakarta telah menggelar serangkaian aktivitas kesenian sebagai awal dari upaya yang berkesinambungan,

Upaya itu seperti pertunjukan musik, pameran seni rupa, wayang orang, "stand up comedy", pembacaan puisi, "dramatic reading", pemutaran film dokumenter yang keseluruhannya memiliki benang merah yakni dukungan terhadap pemberantasan korupsi.

"Seni digunakan membedah anatomi korupsi untuk membangunkan kesadaran betapa penting untuk memberantasnya hingga ke akar kebudayaan kita," ujarnya.

Program kegiatan bertajuk #SeniLawanKorupsi ditampilkan pada Kamis (5/3) di Taman Ismail Marzuki yang diisi oleh berbagai seniman dan komunitas antara lain Butet Kartaredjasa, Agus Noor dan Wayang Orang Bharata.

Kemudian, Kineforum DKJ, Pabrikuktur, ruangrupa, serrum, Card-to-Post dan Creative Circle Indonesia.

Selain itu, petinggi KPK non-aktif Bambang Widjojanto juga membacakan Orasi Darurat Korupsi bertajuk Anatomi Korupsi dan Biaya Sosial yang Mahal.

Perlawanan korupsi para seniman lewat kegiatan itu berbasis aktivisme dan bersifat berkesinambungan yang dilakukan perseorangan maupun kolektif.

"Semoga semua seniman di seluruh daerah juga ikut melawan korupsi lewat seni," katanya.

Senada dengan Irawan, Ketua Pengurus Koalisi Seni Indonesia Abduh Aziz mengatakan pesan antikorupsi akan lebih mudah dipahami masyarakat daripada nasehat yang sering disampaikan dari mulut ke mulut.

"Seni mempunyai peran yang luar biasa. Seni mampu tidak mendikte dam tidak mengajari tapi kadang-kadang melalui caranya yang khas dia (seni) bisa menyentuh kesadaran masyarakat," katanya.

Seni akan mengajak masyarakat ataupun penonton memahami permasalahan korupsi secara visual dan mengambil kesimpulan sendiri, katanya.

Ia berharap kegiatan seni melawan korupsi itu dapat mengembalikan perhatian masyarakat pada kasus korupsi yang merugikan bangsa bukan aktor di tayangan televisi baik KPK atau Polri.

"Jangan cuma terpaku pada KPK dan Polri lihat masalah korupsi dengan lebih mendalam, ini besar sekali dan tidak mungkin lembaga semacam KPK mengatasinya," ujarnya.

Jadi, lanjutnya, hal yang lebih penting adalah mengajarkan publik sehingga mereka mempunyai semangat dan kesadaran untuk melakukan kontrol bersama terhadap korupsi.

"Kita mengajak orang lebih kritis," katanya lagi.

Demikian juga dengan pernyataan dari sebuah komunitas kesenian melalui Direktur Kreatif Pabrikultur Hikmat Darmawan yang mengatakan kegiatan seni juga merupakan representasi melawan korupsi bersama.

"Seni ini cara kita menyatakan kemarahan dan perlawanannya terhadap korupsi," katanya.

Ia mengatakan sikap kritis masyarakat harus tetap dibangun untuk bersama-sama menyuarakan perlawanan terhadap korupsi.

                                     Representasikan Perlawanan Korupsi
Sebanyak 120 karya anak bangsa mempresentasikan perlawanan terhadap korupsi yang dipamerkan pada Kamis (5/3) di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki.

"Melalui sosial media, kita mengabarkan siapa yang mau berpartisipasi ya sekitar dua hari kita kumpul 120 karya dari hari Sabtu dan Minggu," kata Sekretaris Jenderal Umum Creative Circle Indonesia (CCI), sebuah komunitas kesenian yang juga menggagas pameran itu, Dikti Satya, di Jakarta.

Ia mengatakan kegiatan seni itu terbuka untuk umum yang ingin berpartisipasi dalam memerangi korupsi.

"Memang Creative Circle Indonesia menjadi wadah bagi partisipan dari periklanan, dari mahasiswa dan umum untuk menyumbangkan karyanya," ujarnya.

Ia mengatakan pihaknya menyuarakan informasi untuk mengumpulkan karya itu melalui media sosial seperti twitter dan facebook.

"Kita sangat terbuka untuk umum, jadi mereka kirim ke kita, kita sangat menghargai, kita tidak mengkurasi. Kita sangat menghargai antusiasme dalam mendukung anti korupsi ini," katanya.

Kemudian, masyarakat dapat mengirimkan karyanya melalui email untuk dapat dicetak dan dipamerkan kepada khalayak umum.

"Kita minta kirim karya itu melalui email dengan spek yang layak tayang kemudian kita 'print' (cetak)," katanya.

Pameran yang terselenggara atas kerja sama dengan Dewan Kesenian Jakarta yang memfasilitasi siapa pun yang mau ikut menyuarakan antikorupsi lewat karya kerajinan tangan seperti lukisan, fotografi, seni rupa, olah digital, karikatur dan kartu pos.

"Kelebihan dari visual kita bisa lebih berwarna dan beragam memberikan pesan," katanya.

Ia berharap melalui pameran itu masyarakat memperoleh gambaran memprihatinkannya permasalahan korupsi dalam negeri dan menghindari tindakan korupsi dalam kehidupan.

"Masyarakat dapat memahami dulu apa korupsi itu, lingkungan kita sangat korup pahami lagi sebenarnya korup itu bukan hanya duit, tetapi juga waktu tempat, kepentingan dan banyak lagi," ujarnya.

Ia mengatakan karya masyarakat itu menampilkan kejujuran dan kebenaran dari kondisi korupsi yang melanda bangsa.

"Dengan kita semakin sering menyuarakan anti korupsi, orang akan sadar diingati terus kondisi korupsi di bangsa kita sudah bahaya dan kritis," katanya.

Umumnya, karya yang ada dipamerkan pasti menampilkan gambar tikus, kata-kata 'korupsi', warna merah, dan kata 'pahlawan'.

Salah satu karya ilustrasi di pameran itu menampilkan gambaran sekelompok masyarakat seperti petani dan nelayan dikepung oleh ribuan orang bermuka tengkorak yang merupakan koruptor.

Koruptor itu menyudutkan masyarakat untuk mengambil uang rakyat untuk kepentingan diri sendiri tanpa menghiraukan penderitaan rakyat, ujarnya.

"Nilai kejujuran dari ilustrasi ini sangat kuat bahwa laten korupsi masih sangat mengancam kita," katanya.

Ketua Umum Dewan Kesenian Jakarta Irawan Karseno mengatakan pameran karya anak bangsa itu merupakan wadah visual yang kreatif untuk memerangi korupsi.

"Pameran ini menyampaikan pesan anti korupsi lebih kreatif biar lebih nyaman dan lebih tertancap di kesadaran publik," katanya.

Karya-karya itu bersifat komunikatif, sehingga mudah dipahami dan dinikmati oleh publik, katanya.

Karya lainnya adalah cermin yang bertuliskan "Korupsi kok elu sih" dan "Jangan biarkan Ayo dilawan" sehingga ketika bercermin setiap orang akan diingatkan untuk menghindari korupsi.

"Karya ini lebih imajinatif, kreatif, lebih gaya, anak muda siapa punya karya silakan ikut sampaikan aspirasinya," ujarnya pula.

Kemudian, anggota Koalisi Seni Indonesia Hikmat Darmawan mengatakan pameran itu mewakili perasaan masyarakat yang geram terhadap korupsi.

Pameran itu juga mewakili kebudayaan generasi muda di mana banyak anak muda berpartisipasi menampilkan karyanya dan semakin kreatif sesuai dengan perkembangan zaman seperti olah digital dan fotografi

"Ini mewakili 'youth culture',  mereka ramai ikut berpartisipasi sepanjang digerakkan ide sama dan semangat sama dan dibantu teknologi," katanya.

Ia berharap gerakan antikorupsi melalui kegiatan seni semakin banyak digalakkan hingga seluruh daerah di Indonesia.