Kejujuran Ujian Nasional Jadi Langka

id Kejujuran UN

Jakarta (ANTARA Lampung) - Setiap kali pelaksanaan ujian nasional sekolah, baik tingkat SMP maupun SMA, hampir selalu diwarnai isu terjadinya kebocoran soal dan berbagai kecurangan lainnya.

Entah apa penyebabnya, ujian nasional menjadi momok yang menakutkan bagi siswa, sehingga banyak di antara mereka yang menggunakan cara-cara yang tidak baik, seperti membeli kunci jawaban soal hingga kerja sama saat pelaksanaan UN.

Bahkan pada pelaksanaan Ujian Nasional 2015, yang tak lagi memperhitungkan hasilnya sebagai penentu kelulusan pun, isu kebocoran soal UN masih terjadi.

Sosiolog Musni Umar mengatakan kejujuran telah menjadi barang langka, entah itu saat pelaksanaan UN maupun ujian biasa.

"Ini disebabkan pola pikir pragmatis yang hanya mementingkan hasil praktis dan mengesampingkan proses," kata Musni.

Hal tersebut juga didukung oleh lingkungan yang menuntut hasil, yang kurang menghargai proses.

Pada saat pelaksanaan UN 2015, sebanyak 30 "booklet" soal UN diunggah ke Google Drive. Diduga pelakunya adalah perusahaan percetakan. Soal-soal tersebut digunakan di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Nangroe Aceh Darussalam.

Musni menjelaskan kecurangan telah mengakar dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat. Padahal ketidakjujuran pada pelaksanaan ujian di sekolah, sangat berpengaruh pada perilaku korupsi seseorang di kemudian hari.

"Perilaku korupsi adalah cermin ketidakjujuran. Kalau ketidakjujuran dipupuk sejak muda, bukan tidak mungkin di kemudian hari akan melahirkan para koruptor," tandas Musni Umar.

Musni Umar menyesalkan banyaknya kasus kecurangan yang terjadi pada saat pelaksanaan ujian nasional, padahal UN tidak lagi menjadi penentu kelulusan. Hanya mempunyai fungsi pemetaan dan pertimbangan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi negeri, itupun tak mutlak.

"Ketidakjujuran menunjukkan sudah hilangnya pondasi dasar dalam kehidupan bermasyarakat."
 
Hal itu yang menyebabkan sikap jujur menjadi sulit dan jarang ditemui di masyarakat.

Dia juga menambahkan laporan mengenai kasus kecurangan yang terjadi saat UN merupakan fenomena gunung es.

"Sebenarnya banyak sekali kasus ketidakjujuran yang tidak terungkap," kata dia.

Jalan keluar dari permasalahan itu, lanjut Musni, adalah menggaungkan kembali tentang pentingnya kejujuran dalam kehidupan bermasyarakat.

Para pejabat harus proaktif menggaungkan kembali makna kejujuran sesungguhnya. Meski demikian, Musni pesimis dengan moral para pejabat di Tanah Air.

                                                        Benih Ketidakjujuran
Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat, Elviana, mengatakan pelaksanaan UN yang diselenggarakan sejak 2003 malah menyemai benih ketidakjujuran.

Pasalnya, UN dijadikan sebagai penentu kelulusan sehingga membuat banyak peserta ujian menghalalkan segala cara.

Diperparah dengan target yang diberikan daerah, sehingga sekolah malah menghalalkan cara yang tidak bermoral.

Kecurangan selalu terjadi pada saat pelaksanaan UN. Padahal, UN diawasi pengawas dari perguruan tinggi, polisi hingga adanya kamera pengawas.

"Sebaiknya Kemdikbud melakukan moratorium UN. UN telah menimbulkan memori buruk bagi anak," cetus politisi PPP itu.

Kecurangan hampir terjadi setiap tahun. Misalnya pada UN 2014, di Medan untuk mendapatkan kunci jawaban, siswa dibebankan biaya Rp50.000. Lalu kebocoran soal pada pelaksanaan UN 2014 di Surabaya.

Anehnya pula, ketika ada yang melaporkan kecurangan malah dijauhi dan dimusuhi. Seperti yang dialami oleh Siami, ibu dari Al, siswa kelas VI SD Negeri Gadel II pada 2011.

Siami melaporkan contek massal yang terjadi di sekolah tersebut saat ujian akhir sekolah bertaraf nasional (UASBN). Ironisnya, Siami malah dimusuhi dan dijauhi guru dan wali murid, padahal Siami hanya menyampaikan kebenaran.

                                                            Sejak Dini
Ernita Lusiana dalam jurnalnya yang dipublikasikan pada 2012 yakni "Membangun Pemahaman Karakter Kejujuran Melalui Permainan Tradisional Jawa Pada Anak Usia Dini Di Kota Pati", menyatakan penanaman pondasi karakter kejujuran harus ditanamkan sejak usia dini.

Salah satu media yang tepat digunakan dalam implementasi pendidikan membangun karakter kejujuran adalah melalui metode bermain.

Permainan yang bisa digunakan adalah permainan tradisional anak yang sudah cukup lama berkembang di negeri ini yang sarat dengan nilai budaya bangsa.

Mendikbud Anies Baswedan menilai sikap jujur merupakan perbuatan wajar dalam tatanan kehidupan masyarakat.

"Yang normal itu jujur, yang tidak normal baru ketidakjujuran," kata dia.

Oleh karena itu, pelaksanaan UN jujur sudah semestinya. Meskipun demikian, Anies meminta masyarakat untuk tidak ragu melaporkan kecurangan pada pelaksanaan UN.

"Masyarakat jangan ragu untuk melaporkan kecurangan UN. Bisa telepon ke layanan pengaduan UN yakni 177 atau mengirimkan pesan singkat ke 1771," imbuh Mendikbud.

Anies menambahkan soal UN merupakan dokumen negara yang rahasia dan siapa yang membocorkan soalnya bisa dikenakan sanksi pidana.

Hal itu sesuai dengan Permendikbud 5/2015 pasal 23 ayat 5, yang mana disebutkan siapa yang membocorkan soal UN bisa dikenakan sanksi pidana.

"Sudah tidak zamannya lagi, masyarakat takut melaporkan kecurangan yang terjadi pada UN," tandas Anies.

Anies mengklaim, laporan kecurangan pada UN SMA/SMK 2015 turun drastis, jika dibanding tahun-tahun sebelumnya. Meski pada pelaksanaan UN berbasis komputer, yang baru pertama kali diujicobakan, mengalami berbagai kendala.

Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2015, Anies menekankan mengenai gerakan pencerdasan dan penumbuhan generasi berkarakter Pancasila dalam pendidikan. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta jujur.