Flight Birds Indonesia rekomendasikan penguatan pengawasan satwa liar

id Lampung,Bandarlampung,Pemkot Bandarlampung,Flight,Ilegal ,Burung ilegal

Flight Birds Indonesia rekomendasikan penguatan pengawasan satwa liar

Kepala Badan Karantina Pertanian Donni Muksydayan dalam diskusi terkait burung-burung Sumatera dalam tekanan. Bandarlampung, Kamis (21/12/2023). (ANTARA/Dian Hadiyatna)

Bandarlampung (ANTARA) - Direktur Eksekutif Flight Protecting Indonesian Birds Marison Guciano merekomendasikan penguatan tindakan pencegahan dan pengawasan terhadap perdagangan satwa liar khususnya burung.

"Tindakan pencegahan seperti patroli di habitat burung harus di tingkatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan," kata Guciano di Bandarlampung,  Kamis.

Kemudian, lanjut dia, pengawasan lebih ketat terhadap para pedagang burung ilegal dan perubahan perilaku konsumen perlu dilakukan serta disosialisasikan dengan masif sehingga dapat meminimalisirnya.

"Identifikasi spesies yang akurat juga penting untuk menentukan di mana spesies yang dilindungi terlibat dan untuk menentukan dari mana spesies tersebut berasal," kata dia.

Dia mengatakan bahwa analisis penyitaan menunjukkan bahwa burung Perenjak (Prinia) dan burung Cinenen (Tailorbird) merupakan burung yang paling banyak disita dan diikuti oleh burung madu (Sunbird).

 “Spesies yang tidak dilindungi ini akan menghadapi penurunan populasi jika penangkapan dan perdagangan tidak diatur," kata dia.

Semntara itu, Kepala Badan Karantina Pertanian Donni Muksydayan, mengakui bahwa perdagangan satwa ilegal yakni burung liar asal Sumatera, sudah menjadi ancaman serius selama bertahun-tahun.

"Kami mencatat rentang waktu dari Januari 2018 hingga Agustus 2023, aparat penegak hukum di Pelabuhan Bakauheni, Lampung dan Pelabuhan Merak, Banten mencegat setidaknya 252 pengiriman ilegal dengan total burung yang disita sebanyak 204.329 ekor," kata dia.

Menurutnya, meskipun upaya penyitaan dan penegakan hukum terus dilakukan, perdagangan ilegal burung liar Sumatera ke Jawa belum menunjukkan tanda tanda penurunan yang signifikan.

"Pelabuhan Bakauheni, Lampung dan Pelabuhan Merak, Banten, adalah dua titik rawan dalam penyelundupan burung liar Sumatera ke Pulau Jawa," kata dia.

Dia mengatakan bahwa dalam kurun waktu  November 2019 hingga kini tercatat 
23 kasus perdagangan liar masuk ke pengadilan dengan total 30 pelanggar.

"Dimana hukumannya yakni denda tertinggi sebesar Rp100 juta dan  penjara paling lama 16 bulan. Namun pada Undang-Undang Karantina No. 21 (2019) yang telah diperbarui dengan hukuman paling berat yaitu 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar, yang menyoroti pentingnya hal ini bagi burung yang dilindungi dan tidak dilindungi," kata dia.