Washington (Antara/Xinhua-OANA) - Bakteri patogen, termasuk yang berkaitan dengan radang atau iritasi kulit, telah ditemukan hidup di Stasiun Antariksa AS, demikian satu studi yang dilakukan oleh badan antariksa AS, NASA.
"Di mana ada manusia, di sana ada bakteri, di ruang angkasa sekalipun," kata NASA di dalam satu pernyataan, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu siang. "Temuan dalam studi ini membantu NASA menetapkan landasan bagi pemantauan kebersihan stasiun antariksa tersebut, yang pada gilirannya akan membantu menangani kesehatan astronot pada masa depan."
Gravitasi yang sangat rendah diketahui mempengaruhi bakteri, dan pendapat saat ini ialah gravitasi sangat rendah tidak mendukung kelangsungan hidup bakteri secara umum, tapi sebagian spesies yang bisa bertahan mungkin menjadi lebih ganas.
Berbagai stusi sebelumnya mengenai stasiun antariksa telah menggunakan teknik mikrobiologi tradisional, yang membudi-dayakan bakteri dan jamur di laboratorium, untuk menilai susunan komunitas mikroba.
Kasthuri Venkateswaran dari Jet Propulsion Laboratory NASA (JPL) dan rekannya sekarang telah menggunakan teknologi pengurutan DNA untuk dengan cepat dan tepat mengidentifikasi mikro-organisme yang ada di stasiun antariksa.
Tim tersebut membandingkan sampel dari satu filter udara dan satu kantung vakum dari stasiun antariksa dengan debu dari dua ruang kebersihan JPL --yang merupakan lingkungan laboratorium yang sepenuhnya bersih dan terkendali.
Hasil mereka memperlihatkan bakteri yang berkaitan dengan kulit manusia, Actinobacteria, merupakan bagian yang lebih besar dari komunitas mikroba di stasiun antariksa dibandingkan di ruang bersih, yang mereka katakan dapat disebabkan oleh ketentuan kebersihan yang lebih ketat dan mungkin diterapkan di Bumi.
Mereka juga menemukan Corynebacterium dan Staphylococcus --dua jenis lain patogen yang kebanyakan tidak berbahaya di Bumi tapi dapat mengakibatkan infeksi yang menimbulkan radang atau iritasi kulit-- ada di stasiun antariksa tersebut.
Namun para peneliti itu tidak menangani bahaya dari patogen itu di lingkungan tertutup atau resiko infeksi kulit pada astronot.
"Mempelajari komunitas mikroba di stasiun antariksa membantu kami lebih memahami keberadaan bakteri di sana, sehingga kami dapat mengidentifikasi spesies yang berpotensi merusak peralatan atau menimbulkan bahaya bagi kesehatan astronot," kata Venkaterswaran. "Itu juga membantu kami mengidentifikasi daerah yang memerlukan pembersihan lebih teliti."
Menurut badan antariksa AS tersebut, penelitian semacam itu juga akan penting bagi misi antariksa jangka-panjang, seperti perjalanan NASA ke Planet Mars.
Berita Terkait
Harga CPO di Jambi Rp12.055 per kilogram
Sabtu, 27 April 2024 21:11 Wib
Pengelola Tanah Lot Tabanan sajikan pagelaran budaya dan ular suci
Sabtu, 27 April 2024 21:06 Wib
Nokia perbarui jaringan 5G XL Axiata di Jawa Tengah
Sabtu, 27 April 2024 21:01 Wib
Cegah DBD, Polres Lampung Barat lakukan fogging di pemukiman warga
Sabtu, 27 April 2024 20:53 Wib
Polisi bersama petugas Puskesmas berantas nyamuk penyebab DBD di Pesisir Barat
Sabtu, 27 April 2024 13:28 Wib
Indonesia jadi satu-satunya negara Asia Tenggara di semifinal Piala Asia U-23
Sabtu, 27 April 2024 13:12 Wib
Surya Paloh: Nasdem buka kemungkinan usung Anies di Pilkada DKI
Sabtu, 27 April 2024 10:26 Wib
Real Madrid kokoh di puncak klasemen
Sabtu, 27 April 2024 8:23 Wib