SDA Selewengkan Sisa Kuota Haji 2010--2012

id Kasus SDA, Korupsi Haji, KPK

Jakarta (ANTARA Lampung) - Jaksa penuntut umum KPK menyebutkan bahwa Suryadharma Ali menyalahgunakan sisa kuota haji periode 2010--2012, sehingga memberangkatkan 1.771 orang jemaah haji dan memperkaya jemaah tersebut karena tetap berangkat haji meskipun kurang bayar hingga Rp12,328 miliar.

"Memperkaya 1.771 jemaah yang diberangkatkan tidak sesuai nomor antrean sejumlah Rp12,328 miliar yang terdiri dari 161 orang jemaah haji pada 2010 senilai Rp732,575 juta; 639 jemaah haji pada 2011 sejumlah Rp4,173 miliar; dan 971 jemaah haji sejumlah Rp7,422 miliar," kata jaksa penuntut umum KPK Supardi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (31/8).

Prosesnya, pada Agustus 2010 terdapat sisa kuota 1.618 jemaah dari total 221.000 jemaah.

"Sisa kuota tersebut oleh terdakwa dijadikan sisa kuota nasional. Selanjutnya terdakwa memutuskan penggunaan sisa kuota haji nasional tidak mengutamakan calon jemaah haji yang masih dalam daftar antrean tapi mengutamakan calon jemaah haji yang diusulkan DPR, khususnya anggota Komisi VIII," ungkap jaksa.

Ada 288 orang yang menjadi jemaah haji 2010 berdasarkan permintaan anggota DPR, instansi terkait maupun permintaan peroorangan yang tidak berdasarkan antrean sesuai nomor porsi.

Dari jumlah itu ada 161 orang yang melunasi pembayaran walau sebenarnya belum dapat diberangkatkan pada 2010.

                               Ganti Nomor
Agar dapat diberangkatkan maka Direktur Pelayanan Haji saat itu Zainal Abidin Supi dan Kepala Sie Pendaftaran Siskohat Nurchalis mengganti nomor porsi jamaah haji dengan nomor porsi baru dalam Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) tahun 2010.

Pemberangkatan 161 jemaah haji tanpa berdasar antrean nomor mengakibatkan nilai manfaat setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) hanya berjumlah Rp139,772 juta, sehingga belum cukup membayar biaya tidak langsung (indirect cost) seperti biaya penerbangan petugas kloter, general service dan biaya operasional di dalam negeri maupun di Arab Saudi yang seluruhnya berjumlah Rp872,347 juta.

Untuk menutup kekurangan itu, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Slamet Riyanto atas persetujuan terdakwa menggunakan nilai manfaat BPIH yang telah disetorkan oleh jemaah haji lain dalam antrean sejumlah Rp732,575 juta.

Selanjutnya, pada tahun 2011, terdapat kesepakatan antara terdakwa, Direktur Jenderal Haji dan Umroh Kemenag Slamet Riyanto dan pimpinan Komisi VIII untuk menambah jatah sisa kuota haji nasional kepada anggota Komisi VIII yaitu sejumlah 735 orang terdiri dari 477 orang diusulkan DPR, 101 orang diusulkan oleh instansi dan 157 orang diusulkan perorangan.  

Slamet dan Zainal menggunakan sebagian sisa kuota haji nasional sejumlah 1.614 kuota dari total 212 ribu orang, untuk memenuhi permintaan anggota Komisi VIII.

"Terdakwa menyetujui 639 orang calon jemaah haji yang terdiri dari 441 calon yang diusulkan anggota DPR dan 198 calon dari pihak lain walau sebenarnya mereka belum dapat diberangkatkan pada 2011," kata jaksa Supardi.

Zainal Abidin dan Nurchalis pun memasukkan data 639 orang tersebut ke Siskohat sebagai jemaah haji tahun 2011. Pemberangkatan 639 jemaah haji itu hanya menyetorkan Rp495,237 juta sebagai setoran BPIH, sehingga belum cukup membayar biaya tidak langsung yang seharusnya mencapai Rp4,66 miliar.

Untuk menutup kekurangan, Slamet atas persetujuan terdakwa menggunakan nilai manfaat BPIH yang telah disetorkan calon jemaah haji dalam antrean sejumlah Rp4,173 miliar.

Kemudian pada 2012 terdapat kuota haji sejumlah 211 ribu orang dengan sisa kuota mencapai 2.585 kuota.

"Terdakwa tetap mengakomodir dan mengutamakan calon jemaah haji yang diusulkan anggota Komisi VIII yang seluruhnya berjumlah 1.819 orang. Terdakwa memerintahkan Dirjen Pelaksana Haji dan Umroh yang baru Anggito Abimanyu untuk mengakomodir permintaan tersebut," ungkap jaksa.

Selanjutnya bahkan diputuskan untuk menaikkan batas minimum usia jemaah haji yang berhak mempergunakan sisa kuota nasional yaitu dari yang berusia di atas 60 tahun menjadi di atas 87 tahun dengan maksud memberangkatkan calon jemaah haji yang diusulkan anggota DPR, sehingga sebagian sisa kuota haji nasional tidak dapat dipergunakan sepenuhnya oleh calon jemaah haji yang masih dalam daftar antrean.

"Terdakwa menyetujui 971 calon jemaah haji yang diusulkan anggota DPR dan pihak lain walau sebenarnya mereka belum dapat diberangkatkan pada 2012 apabila berdasarkan antrean nomor porsi," tambah jaksa.

Pemberangkatan 971 orang jemaah haji tanpa berdasar antrean nomor porsi mengakibatkan nilai manfaat setoran BPIH hanya berjumlah Rp1,091 miliar, sehingga belum cukup untuk membayar biaya tidak langsug yang seharusnya yaitu Rp8,514 miliar. Untuk menutup kekurangan itu Anggito atas persetujuan terdakwa menggunakan nilai manfaat BPIH yang telah disetorkan calon jemaah haji dalam antrean yaitu Rp7,422 miliar, sehingga totalnya mencapai Rp12,328 miliar.

Selain memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak berdasarkan prinsip keadilan dan proporsionalitas, jaksa KPK juga mendakwa Suryadharma telah menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan menjadi Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi dan mengangkat Petugas Pendamping Amirul Hajj tidak sesuai ketentuan; menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM) tidak sesuai dengan peruntukan; serta mengarahkan Tim penyewaan Perumahan Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi untuk menunjuk penyedia perubamah jamaah Indonesia tidak sesuai ketentuan.

Atas perbuatannya tersebut, Suryadharma mendapatkan keuntungan sebesar Rp1,821 miliar dan 1 lembar potongan kain penutup Kakbah yang disebut kiswah.

Akibat perbuatannya terdapat juga kerugian keuangan negara sejumlah Rp27,283 miliar dan 17,967 juta riyal atau setidak-tidaknya sejumlah itu sebagaimana laporan perhitungan kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Suryadharma diancam pidana dalam pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 juncto pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Atas dakwaan tersebut, Suryadharma akan mengajukan nota keberatan (eksepsi) pada 7 September 2015.