AJI Jember: Perlindungan Kesehatan, Keselamatan Kerja Jurnalis Rendah

id Kesejahteraan dan Perlindungan Jurnalis

Jember (ANTARA Lampung) - Jurnalis juga buruh, memiliki resiko atas pekerjaannya, sehingga perusahaan media wajib memberikan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja pada jurnalisnya. Perlindungan ini seharusnya tidak hanya diberikan kepada jurnalis yang berstatus karyawan. Jurnalis di daerah yang berstatus koresponden, kontributor, dan stringer juga memiliki hak perlindungan yang sama.

Hak buruh untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja tertuang dalam Pasal 86 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Lebih spesifik, perlindungan bagi buruh juga tertuang UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional (BPJSN) yang diberlakukan per 1 Januari 2014.

Undang-undang BPJSN itu, mewajibkan perusahaan tak terkecuali perusahaan media, untuk mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BPJS baik BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Undang-undang tersebut diperkuat lagi dengan Peraturan Presiden No.111 Tahun 2013 bahwa perusahaan yang berskala besar, menengah dan kecil harus mendaftarkan pekerjanya pada program BPJS Kesehatan paling lambat 1 Januari 2015 mendatang.

Untuk melihat apakah perusahaan media telah mematuhi UU Ketenagakerjaan dan UU BPJSN, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jember melakukan survei terhadap 45 jurnalis di Kabupaten Jember, Banyuwangi, Situbondo dan Bondowoso. Jurnalis-jurnalis tersebut bekerja di 27 media lokal, 4 media regional dan 14 media nasional. Survei dilakukan sejak 15--19 Desember 2014.

Hasilnya, sebanyak 32 perusahaan (71 persen) belum memberikan perlindungan kesehatan dan 30 perusahaan (67 persen) belum memberikan perlindungan keselamatan kerja kepada jurnalisnya. Pada media lokal: 74 persen belum memberikan perlindungan kesehatan dan 70 persen belum memberikan perlindungan keselamatan kerja. Sementara pada perusahaan media nasional: 71 persen belum memberikan perlindungan kesehatan dan 64 persen belum memberikan perlindungan keselamatan kerja.

Dari data tersebut menunjukkan, masih rendahnya kesadaran dan kemauan perusahaan media untuk melaksanakan perintah undang-undang. Dampaknya, jurnalis terpaksa menanggung secara pribadi biaya berobat saat mengalami resiko dari pekerjaannya. Padahal upah jurnalis masih tergolong rendah, ada yang di bawah UMK serta tak ada honor basis bagi jurnalis berstatus koresponden, kontributor dan stringer.

Dalam UU BPJSN, perusahaan yang melanggar kewajibannya bisa dikenai sanksi administrasi (teguran tertulis, denda dan/atau tidak mendapat pelayanan publik tertentu) hingga sanksi pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Rendahnya kesejahteraan mengakibatkan profesi jurnalis rentan terhadap godaan suap. Sebaliknya, bila perusahaan menjamin kesejahteraan, akan mendorong jurnalis bekerja secara profesional dan beretika.

Oleh karena itu AJI Jember menuntut:
1. Kepada seluruh perusahaan media baik lokal, regional dan nasional segera memberikan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, baik melalui BPJS maupun asuransi yang lain kepada jurnalisnya

2. Kepada Menteri Tenaga Kerja, Dinas Tenaga Kerja serta BPJS agar menindak perusahaan-perusahaan media yang tidak memberikan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja untuk jurnalisnya

3. Kepada seluruh jurnalis agar membentuk serikat pekerja di setiap perusahaannya. Serikat pekerja adalah wadah yang dilindungi undang-undang untuk mencapai kesejahteraan dan mengawasi pelanggaran ketenagakerjaan oleh perusahaan.

Jember, 19 Desember 2014

Ika Ningtyas                              Sri Wahyunik

Ketua AJI Jember                      Sekretaris