LBH Bandarlampung Kecam Eksploitasi Anak

id LBH Bandarlampung Kecam Eksploitasi Anak

LBH Bandarlampung Kecam Eksploitasi Anak

Ilustrasi ((Foto:flickr.com))

Jadi kepentingan anak harus dilindungi dalam kondisi apa pun dan oleh siapa pun."
Bandarlampung, (ANTARA LAMPUNG) - Lembaga Bantuan Hukum Bandarlampung mengecam terhadap pasangan suami istri warga Kabupaten Lampung Utara Provinsi Lampung yang telah menjaminkan anaknya kepada orang lain sebagai jaminan utang.
       
Menurut Kepala Divisi Ekonomi dan Sosial Budaya (Ekosob) LBH Bandarlampung, Chandra Muliawan, di Bandarlampung, Jumat, tindakan pasangan suami istri itu jelas sudah melanggar hak asasi anak, sebagaimana dimaksud pasal 1 angka 12 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu hak anak yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara.
         
"Tindakan seperti ini jelas sudah melanggar aturan hukum dan pelanggaran HAM, karena anak itu bukan barang atau benda yang dapat dijadikan jaminan pelunasan utang, mengingat yang dapat dijadikan jaminan itu hanya harta berupa barang pihak yang berutang, tidak benar itu anak dianggap barang," ujarnya lagi.
         
Perlindungan hak asasi anak itu berasaskan Pancasila dan berlandaskan UUD 1945 serta prinsip-prinsip dasar konvensi hak-hak anak, meliputi nondiskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan maupun penghargaan terhadap pendapat anak.
         
"Jadi kepentingan anak harus dilindungi dalam kondisi apa pun dan oleh siapa pun," katanya pula.
         
Chandra, mendampingi Direktur LBH Bandarlampung Wahrul Fauzi Silalahi, menyatakan bahwa seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan atau sosial yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang adalah korban dari tindak pidana perdagangan orang.
         
Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, penerimaan, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan.
         
Selain itu, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi, ujarnya.
         
LBH Bandarlampung menghimbau kepada penyidik untuk lebih mendalami kasus ini, karena melihat ada indikasi tindak pidana perdagangan orang sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007.
         
"Kami akan meminta Komisi Perlindungan Anak Indonesia untuk turun melakukan investigasi," katanya.