Akankah Mereka Terus Terasingkan Di Negeri Sendiri?

id Akankah Mereka Terus Terasingkan Di Negeri Sendiri?, Tanah, Jalan, Perambah, Kebun, Lahan, BPN, Sertifikat

Akankah Mereka Terus Terasingkan Di Negeri Sendiri?

Petani Lampung sedang merawat tanaman singkong yang masih usia muda. (Foto Dok. ANTARA/M.Tohamaksun).

Bertanah tapi tak bertanah air adalah potret nyata warga Moromoro yang diabaikan selama belasan tahun."
Ribuan petani Moromoro, Kabupaten Mesuji, Lampung, mewakilkan suaranya melalui Komang: "Kami tidak akan lelah memperjuangkan hak-hak kami sebagai warga negara!"

Aksi peringatan Hari Tani Nasional (HTN) yang ke-52 di daerah itu, berlangsung Senin (24/9). Para petani dengan mengendarai sepeda motor berangkat dari Simpang-D menuju Simpang Asahan untuk menyampaikan aspirasi mereka.

Menurut Komang juga, unjuk rasa massa yang tergabung dalam Persatuan Petani Moromoro Way Serdang (PPMWS) itu, merupakan yang ke sekian kalinya.

Mereka mendesak pemerintah memenuhi hak-hak konstitusional warga Moromoro Register 45. Termasuk untuk menyelesaikan berbagai konflik agraria di wilayah itu.

"Bertanah tapi tak bertanah air adalah potret nyata warga Moromoro yang diabaikan selama belasan tahun," ujar Sekretaris Jenderal PPMWS, Syahrul Sidin.

Bagi petani Moromoro, kata Syahrul melanjutkan, aksi peringatan HTN ke-52 itu memiliki arti penting.

Karena sangat diharapkan bisa menjadi tonggak untuk menyelesaikan berbagai konflik agraria dengan mengedepankan kepentingan rakyat.

"Undang-Undang Pokok Agraria nomor 5 tahun 1960 lahir dengan semangat untuk melindungi petani kecil," ia menjelaskan.

Namun, katanya pula, janji pemerintah untuk melaksanakan reformasi agraria belum terbukti sampai sekarang.

Karena itu,  petani yang berasal dari kata tani, dan menurut Presiden Soekarno ialah Tiang Agung Negara Indonesia, masih seringkali terjebak dalam konflik-konflik agraria yang terus bermunculan di mana-mana.

Karena itu, ujar Syahrul menjelaskan, dalam aksi tersebut, PPMWS mengusung tema "Laksanakan Rekomendasi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Mesuji dan Penuhi Hak-Hak Konstitusional Warga Moromoro".

Dalam rekomendasi tersebut, kata Komang yang dalam aksi itu menjadi juru bicara warga menambahkan, jelas bahwa perlu ada negosiasi dan mediasi untuk penyelesaian konflik agraria dan merekomendasikan pemerintah untuk memenuhi hak-hak konstitusional warga Moromoro yang diabaikan selama belasan tahun.

Pawai motor yang berlangsung damai itu memacetkan jalan lintas timur di Mesuji sampai sepuluh kilometer.

Massa selanjutnya memblokade ruas jalan guna menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, dan menyampaikan pernyataan sikap kepada pemerintah tentang nasib mereka yang remang dalam hitungan belasan tahun, selama 10 menit.

"Petani hari ini bersatu menyatakan sikap dengan mendesak pemerintah untuk menjalankan reforma agraria sebagai jalan keluar untuk mengakhiri ketimpangan dan konflik agraria," kata Syahrul seolah mengingatkan pernyataan Presiden Sukarno.

Dalam pidato lahirnya Pancasila 1 Juni 1945, presiden pertama Indonesia itu menyatakan: "Apakah kita mau Indonesia merdeka, yang kaum kapitalnya merajalela ataukah yang semua rakyatnya sejahtera, yang semua cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh ibu pertiwi yang cukup memberi sandang dan pangan?"
    

                  Upaya, Kenyataan dan Harapan
Bertempat di kantor Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Kemananan Senin (16/1), Ketua TGPF kasus Mesuji, Denny Indrayana menyampaikan tujuh rekomendasi mengenai persoalan agraria di daeah tersebut.

Rekomendasi itu di antaranya, melanjutkan kasus yang terjadi di Mesuji ke proses hukum yang berlaku, pemerintah daerah supaya membantu anak-anak para korban, terutama di bidang pendidikan dan meminta untuk dilakukan penertiban badan usaha jasa keamanan swasta, yang selama ini disewa oleh pihak perusahaan.

"Namun sampai dengan sekarang, rekomendasi tersebut belum dilaksanakan," ujar Mahasiswa Program S3 Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Oki Hajiansyah Wahab.

Konflik agraria menurut Oki yang aktif di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung itu,  semestinya tidak mengabaikan hak konstitusional warga Moromoro di Kabupaten Mesuji Provinsi Lampung.

"Pemerintah semestinya konsisten melaksanakan amanat konstitusi," katanya menanggapi aksi ribuan petani Moromoro yang memperingati HTN ke-52 di Mesuji.

Terkait dengan sengketa dan persoalan agraria di daerah itu, kata Syahrul menambahkan, PPMWS secara resmi juga telah menyampaikan kritik atas ketimpangan kebijakan dan pengabaian panjang terhadap mereka dalam buku "Terasing di Negeri Sendiri".

"Ratusan anak Moromoro tidak pernah mendapatkan pelayanan Posyandu. Selama belasan tahun juga, ratusan anak-anak dan balita di Moromoro tidak pernah mendapatkan layanan kesehatan dasar," ujar Syahrul.

Ia mengungkapkan, untuk mendapatkan layanan Posyandu, warga Moromoro harus pergi sekitar 10 kilometer ke Posyandu terdekat yang ada di desa tetangga, seperti Gedungboga,  Bukoposo dan Bujukagung.

"Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010, terdapat 438 anak usia balita," katanya menjelaskan.

Namun, kata dia lagi, semuanya tidak mendapatkan akta kelahiran, layanan Posyandu dan berbagai hak yang diatur dalam konstitusi serta Undang-Undang Perlindungan Anak.

"Konflik agraria menyebabkan kami terasing di negeri sendiri. Meski pemerintah pusat sudah turun langsung, tetapi sampai dengan saat ini belum ada perkembangan berarti," kata Syahrul lagi.

Selama belasan tahun juga, warga setempat membangun sendiri sekolah-sekolah, mulai dari TK/Paud sampai dengan SMP.

"Kebanyakan anak-anak sebelumnya tidak pernah sekolah. Tetapi berkat upaya swadaya masyarakat, perlahan kendala tersebut mulai teratasi," katanya.

Oki yang menulis kisah warga Moromoro dalam buku "Terasing di Negeri Sendiri" menegaskan, pengabaian hak-hak konstitusional bertentangan dengan jaminan perlindungan dalam konstitusi.

"Karena konflik agraria semestinya tidak serta merta mengabaikan hak-hak konstitusional warga negara," ujarnya.

Apa yang disampaikan Komang, Syahrul, dan Oki, tentu harapan dan mimpi ribuan petani Moromoro yang hari ini melakukan aksi memperingati HTN ke 52 untuk bisa menemukan hak-hak konstitusional mereka yang hilang selama belasan tahun, entah hingga kapan. (ANTARA).