Matinya Fundraising Zakat

id Dompet Dhuafa,Potensi zakat Oleh Muklasin

Matinya Fundraising Zakat

Arif R Haryono. ANTARA/HO-Dompet Dhuafa

Lonceng kematian fundraising zakat telah didentangkan semenjak narasi potensi zakat dilakukan untuk mencapai target potensi rupiah semata; dengan strategi yang menghalalkan cara apa pun.
Jakarta (ANTARA) - Kampanye potensi zakat nasional dengan episentrumnya pada angka rupiah berdampak buruk pada fundraising zakat. 

Jika berlanjut, aktivitas fundraising zakat sedang tergali liang kuburnya - secara tidak sadar - oleh pihak-pihak yang mendengungkan narasi potensi rupiah zakat. 

Circa 2015, di ruang Komisi VIII DPR RI sedang dilakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon-calon anggota komisioner BAZNAS periode 2015-2020.

Dialektikanya monoton. Saya ingat tak henti menguap selama proses berlangsung.

Hingga satu pertanyaan yang dilontarkan anggota Komisi VIII memantik perhatian. Kurang lebih begini kalimatnya:

“Bagaimana strategi Anda untuk meningkatkan penghimpunan BAZNAS? Masak “badan” kalah sama “dompet” (dalam penghimpunan)? Padahal kan mestinya badan lebih besar daripada dompet,” seloroh sang aleg sembari mengutip data potensi zakat yang jumlahnya ratusan triliun rupiah tersebut.

Saya ingin mengajukan hipotesis: Bahwa kampanye potensi zakat yang selama ini dilakukan sedikit banyak menyumbang pada rusaknya sendi filosofis fundraising. 

Pemahaman dangkal saya, filosofi adiluhung fundraising beranjak dari upaya penyadaran dan penguatan literasi. Namun kini telah berubah menjadi kerja mekanis pencapaian target rupiah semata. 

Dari skema menggerakkan kognisi dan saraf motorik muzakki dalam memfasilitasi kewajiban berzakat, terdekadensi menjadi agenda kooptasi zakat masyarakat yang telah puluhan tahun dibangun. Picking the low-hanging fruits, seorang teman menganalogikan.

Parahnya, fundraising zakat yang semestinya menjadi kolaborasi triumvirat negara-amil-masyarakat dalam kebaikan, akhir-akhir ini menjadi tak lebih dari aktivitas fear mongering semata. 

Hal ini dikarenakan upaya menggapai potensi zakat itu acap dikawinkan dengan sosialisasi pasal pidana yang termaktub dalam UU Pengelolaan Zakat. 

Lalu seakan-akan langgamnya sempit, “Jadi UPZ atau masuk hotel prodeo”. 

Duh…. biyung.

Saya tidak pernah mengamini zero-sum game: berkembangnya satu pihak dicapai dengan mengorbankan pihak lainnya. Yang saya yakini bahwa zakat itu muaranya pada penumbuhan bersama setiap entitas yang ada.    

Saya tidak percaya bahwa strategi fundraising dalam mencapai potensi zakat nasional itu dilakukan dengan mengerdilkan, mengkooptasi atau bahkan mematikan inisiatif masyarakat dalam berorganisasi zakat.

Namun, fakta di depan mata menyatakan sebaliknya. 

Lonceng kematian fundraising zakat telah didentangkan semenjak narasi potensi zakat dilakukan untuk mencapai target potensi rupiah semata; dengan strategi yang menghalalkan cara apa pun.

NB: Selamat Hari Zakat Nasional, 27 Ramadhan 1443 Hijriah


Penulis Arif R Haryono

Baca juga: Baznas : Potensi Zakat di Lampung Rp1,2 Triliun
Baca juga: Gubernur: Potensi Zakat Lampung Rp1,8 Triliun/tahun