Pemerintah Jangan Ubah Harga BBM Tiap Bulan

id Kenaikan Harga BBM

Jakarta (ANTARA Lampung) - Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi mengusulkan agar penetapan harga BBM tidak diputuskan tiap bulan melainkan tiap tahun menyusul keputusan pemerintah menaikkan harga BBM sebesar Rp500 untuk premium dan solar per 28 Maret lalu.

"Kami soroti kalau frekuensi (penetapan harga) terlalu sering juga bahaya karena akan terjadi akumulasi dampak kenaikan BBM," ujarnya dalam rapat kerja Komisi VII DPR dengan Kementerian ESDM di Jakarta, Senin (30/3).

Usulan tersebut, katanya, didasari oleh "kegaduhan" yang terjadi di masyarakat akibat kenaikan harga BBM yang sifatnya asimetris, yaitu ketika harga BBM naik otomatis harga barang dan jasa akan ikut naik, tetapi bila kemudian harga BBM turun belum tentu harga barang dan jasa yang sudah naik akan ikut turun.

Ia mengusulkan harga BBM ditetapkan setiap tahun dengan asumsi harga "crude oil" (minyak mentah) dan kurs dolar AS mengikuti apa yang tercantum dalam APBN.

"Kalau nanti dalam implementasinya ternyata harga 'crude' lebih tinggi dari harga yang ditetapkan pemerintah, itu saya sebut sebagai risiko fiskal," kata anggota DPR dari fraksi Partai Gerindra itu.

Jika terjadi perubahan harga minyak mentah yang cukup signifikan, menurut dia, maka pemerintah bisa melakukan penyesuaian harga misalnya dalam enam bulan sekali, tentunya setelah didiskusikan dengan pihak DPR.

"Dengan mekanisme penetapan harga seperti itu, pemerintah tidak perlu 'diserang' tiap kenaikan harga seperti yang terjadi saat ini," ujarnya pula.

Kurtubi memahami bahwa keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM per 28 Maret lalu memang dilatarbelakangi oleh naiknya harga produk BBM di Singapura sesuai patokan Platts (MOPS) dan melemahnya nilai tukar rupiah.

"BBM kita 60 persennya harus dibeli di pasar internasional menggunakan dolar," katanya.

Menanggapi usulan tersebut, Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan bahwa pihaknya selalu terbuka atas masukan atau koreksi yang diperoleh sebagai konsekuensi dari penerapan kebijakan yang diambilnya.

"Ada yang menyarankan tiap bulan sekali, tiap tiga bulan sekali, satu tahun sekali, semua masukan kami terima karena kebijakan yang baik itu adalah yang selalu terbuka pada aspirasi masyarakat," ujarnya.

Ia pun menyatakan bahwa berdasarkan diskusinya dengan Menteri Perhubungan, kenaikan harga BBM menyebabkan tarif angkutan umum naik hanya 3 persen.

"Kalau tarif angkutan saja hanya naik 3 persen, harga bahan pokok kenaikannya pasti lebih kecil," tuturnya.

Menurut dia, yang terpenting adalah membenahi kondisi psikologis masyarakat Indonesia agar kenaikan BBM tidak menjadi "drama" atau sumber keributan.

"Ini yang harus dibiasakan (pada msyarakat) bahwa BBM itu ada harganya, dan harganya kadang naik kadang turun," ujarnya.

Sesuai dengan PP Nomor 30 Tahun 2009 dan Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak bahwa harga BBM dan gas bumi diatur dan ditetapkan oleh pemerintah dengan waktu penetapan harga dilakukan setiap satu bulan dengan memperhitungkan perkembangan harga minyak, kurs, dan sektor riil.

Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan per 28 Maret 2015, harga premium di luar Jawa-Bali menjadi Rp7.300 dari sebelumnya Rp6.800 per liter, solar subsidi dari Rp6.400 menjadi Rp6.900 per liter, dan harga premium nonsubsidi di wilayah Jawa, Bali, dan Madura sebesar Rp7.400 dari sebelumnya Rp6.900 per liter.

Sebelumnya, pada 1 Maret 2015, harga premium wilayah penugasan di luar Jawa-Bali mengalami kenaikan Rp200 dari Rp6.600 per 1 Februari 2015 menjadi Rp6.800 per liter.

Sementara, harga premium nonsubsidi di wilayah Jawa dan Bali ditetapkan Pertamina juga mengalami kenaikan Rp200 menjadi Rp6.900 per liter mulai 1 Maret 2015.

Untuk harga minyak tanah dan solar bersubsidi per 1 Maret 2015, pemerintah memutuskan tetap masing-masing Rp2.500 dan Rp6.400 per liter.